13. Two Sides : Kecelakaan

467 101 19
                                    

"Sinb yya, perasaanku tidak enak."

"Perasaanku baik-baik saja."

"Tapi perasaanku yang tidak enak, kau tahu?"

"Tidak."

"Aish, menyebalkan!"

Dikarenakan pulang sedikit malam karena adanya pelajaran tambahan, akhirnya perjanjian membeli es krim batal. Sekarang yang terjadi adalah pergi ke taman malam-malam. Tempatnya juga ramai, belum lagi lampu warna-warni menghiasi keadaan.

"Yak! Tersenyumlah~"

Sinb menoleh. "Harus?"

"Tentu saja, tersenyum sekali untuk malam ini saja!"

Sinb berdecak. "Ck, kau pikir aku akan pergi ke mana, hah?"

"Tidak, aku hanya ingin melihat senyumanmu saja," keluh Eunha.

Sinb memandang Eunha lamat, dia tidak bisa tersenyum lebih lama karena sudah terbiasa dengan raut wajah datar. Bukan dia yang pelit senyuman, tetapi dia sedang menghemat saja.

"Sepenting apa senyuman itu?" tanya Sinb.

Eunha duduk di salah satu bangku taman, Sinb pun ikut duduk di sebelahnya. Ketika Eunha menatap ke atas langit malam, Sinb memutuskan untuk melipat kedua tangan di bawah dada.

"Katanya senyuman itu bisa memperbaiki mood, jadi kau harus melakukannya."

"Begitukah?"

"Ya, tentu saja."

"Aku tidak mau."

"Kenapa?"

"Karena aku tidak mau."

Eunha mendengus. "Sudahlah, percuma aku memaksa seorang Kim Sinb untuk tersenyum."

Sinb tersenyum sedetik, karena setelahnya dia memutuskan untuk diam. Eunha menyandarkan kepalanya pada bahu Sinb, masih menatap langit malam yang sedang kehilangan bintangnya.

"Ayah," panggil Eunha. "Ayah mendengarkan aku?"

Raut wajah Sinb berubah marah.

"Aku ... merindukanmu."

Sinb hanya bergeming.

"Sinb yya, kau serius tidak mengingat tentang foto keluarga kita? Foto kita berempat, Sinb!"

Sinb menggeleng sebagai jawaban.

"Jangan berbohong, kumohon~"

"Aku tidak tahu, Eunha."

"Aku ingin melihat Ayah lebih lama lagi, siapa tahu aku bertemu dengan seseorang yang mirip dengan Ayah," oceh Eunha.

"Jangan harap," sahut Sinb dingin.

"Kenapa? Kenapa tidak boleh berharap? Aku juga mau seperti orang lain, yang begitu akrab dengan Ayah mereka."

Sinb beranjak dari duduknya, membuat Eunha kesal karena tak siap ditinggalkan begitu saja, apalagi posisinya sedang menyandar.

"Yak!"

"Jangan membahas Ayah!"

"Kenapa?"

"Dan jangan berharap Ayah akan datang kepadamu."

"Kenapa? Yak, kau mau pergi ke mana, Sinb?"

Eunha terpaksa beranjak, mengejar Sinb yang mendadak pergi meninggalkan tempat duduk itu.

"Sinb yya!"

Two SidesWhere stories live. Discover now