14. Two Sides : Tersenyumlah

427 94 6
                                    

Sinb menyodorkan sebotol air mineral lengkap dengan satu bungkus roti, membuat Eunha yang sedari tadi menunduk dalam terangkat. Dengan wajah datar yang khas, Sinb memberi kode bahwa air dan roti ini untuk Eunha.

"Tidak," tolak Eunha.

"Kenapa?"

"Aku tidak lapar."

Sinb bergeming.

"Aku bilang aku tidak lapar, Sinb."

Sinb masih belum bergerak atau berniat menjauhkan botol dan roti itu dari hadapan Eunha. Dia benar-benar diam seperti patung yang diberi nyawa.

Eunha memejamkan matanya kuat-kuat. "Jauhkan itu dari hadapanku, Sinb."

Sinb memutuskan untuk berjongkok, mensejajarkan dirinya dengan Eunha yang duduk di bangku panjang depan ruangan pemeriksaan. Meraih sebelah tangan Eunha, menaruh dua benda itu tepat pada telapak tangan Eunha.

"Makanlah," ucap Sinb dingin.

Eunha menggeleng. "Aku tidak lapar, Sinb."

"Kau bisa sakit."

"Tidak."

"Makan!"

"Tapi bagaimana dengan Ibu? Bagaimana dengan Ibu yang sedang berjuang di dalam sana?"

Sinb memberikan senyuman paling langka, mengusap-usap sebelah tangan Eunha yang menganggur. Eunha mengernyit, merasa bingung dengan apa yang terjadi kepada Sinb.

"Kenapa kau tersenyum?"

"Karena aku tahu Ibu akan baik-baik saja."

"Bagaimana kau bisa seyakin itu?"

"Niat baik selalu mendatangkan kebaikan, pikiran baik pun akan mengundang kebaikan, jangan berpikiran buruk," terang Sinb meski senyuman itu teramat sangat kaku.

Eunha tidak berniat untuk tersenyum, dia menanggapi sifat Sinb dengan hembusan napas berat saja.

"Kau melihat bagaimana mobil itu menabrak Ibu, bukan?" tanya Eunha.

Sinb mengangguk.

"Kau melihat bagaimana Ibu tersungkur setelah mobil itu menabraknya, bukan?"

Sinb mengangguk lagi.

"Lalu kita melihat bagaimana Ibu berakhir di aspal, berguling dari tempat kecelakaan. Kau melihatnya, bukan?"

"Dan karena hal itu kau akan kehilangan senyuman di bibirmu?" tanya Sinb.

"Ya?"

"Tersenyumlah."

Eunha menatap Sinb sayu.

"Jangan menghilangkan siapa dirimu hanya karena pikiran-pikiran buruk itu. Lakukan apa yang aku katakan, coba berpikir baik-baik untuk Ibu kita."

Eunha menggeleng. "Sinb, aku minta maaf tapi aku tidak bisa berpikir dengan jernih sekarang."

"Dan tersenyumlah."

"Ya?"

"Bukannya kau sendiri yang bilang, ya? Kalau tersenyum dapat memperbaiki mood."

Eunha menyadari perkataan itu, bibirnya kontan menyungging seulas senyuman, membuat Sinb balas tersenyum walau agak kaku.

"Ibu baik-baik saja, Ibu akan baik-baik saja!" tegas Sinb meyakinkan Eunha.

"Ya, Ibu akan baik-baik saja, dia akan baik-baik saja!" balas Eunha.

Sinb mengangguk percaya. "Makanlah, kau tidak boleh menunggu dengan perut kosong."

"Terima kasih."

Two SidesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang