04. Two Sides : Paket Misterius

497 103 15
                                    

"Ya ampun, Sinb!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ya ampun, Sinb!"

"Apa?"

"Kenapa kau mengurusi pekerjaan rumah ketika kau memiliki waktu untuk bersantai? Ini hari libur, Sinb!"

"Lalu?"

"Libur berarti istirahat, istirahat berarti menenangkan diri, menenangkan diri berarti tidak boleh melakukan apapun, tidak boleh melakukan apapun berarti tidak untuk mengejarkan pekerjaan rumah, paham?"

Sinb tersenyum miring. "Begitukah?"

"Ayolah~"

"Aku minta maaf, tapi sekarang waktunya aku belajar."

"Ck, membosankan!"

Eunha melipat kedua tangan di bawah dada, dia memicingkan matanya menunggu Sinb menoleh ke arahnya. Beberapa detik berlalu, dan Sinb tidak kunjung menoleh ke arahnya.

"Yak!"

Sinb bergeming.

"Yak!"

Sinb masih diam.

"Kim Sinb, plis~"

Sinb menghembuskan napas panjang. "Eunha, aku sedang mengumpulkan contoh soal yang mungkin akan keluar di ujian untuk pertukaran murid nanti."

"Omo! Omo! Omo!"

"Sekarang kau mengerti, 'kan?"

Eunha mengerjap-ngerjapkan kedua matanya, belum lagi bibirnya maju karena rasa haru. Betapa Sinb baik kepadanya, mau membantu bahkan dari hal sekecil ini.

"Aigo, aku tidak akan pernah menyesal memiliki adik kembar seperti dirimu, Sinb~" kata Eunha sambil memeluk Sinb dari belakang.

"Hmmm," balas Sinb.

"Tapi karena ini hari libur," ujar Eunha sambil memiringkan kepalanya. "Kau tidak perlu menjadi rajin. Malaslah, karena sesungguhnya malas tidak akan merugikan orang lain."

"Apa? Biarkan aku-"

"Tidak! Ayo kita pergi, aku mau ke taman!"

Sinb menghembuskan napas pendek, mau tidak mau dia berhenti untuk mengumpulkan persoalan yang akan dipelajari oleh Eunha nanti. Padahal Sinb ingin segera menyelesaikannya, supaya tidak terlalu menambah beban ketika menjalani hari.

"Baiklah," kata Sinb pada akhirnya. "Kita akan pergi ke taman."

"YEY!" Eunha memekik sambil memeluk Sinb semakin erat.

"Lepaskan, aku tidak bisa bernapas."

Eunha tertawa kecil sembari menarik diri dari tubuh Sinb, kini ia berkacak pinggang, siap menunggu Sinb yang masih duduk.

"Apa? Kenapa kau masih duduk?" tanya Eunha.

"Aku tidak bisa menggendongmu," jawab Sinb pelan.

"Apa? Tinggikan suaramu, Sinb."

Two SidesWhere stories live. Discover now