BAB 09 Ⅱ Jaka

244 67 46
                                    

JAKA

MUNGKIN, untuk hari ini, naik angkutan umum ke Taman Sari bukanlah ide yang bagus. Pertama, Jogja sedang panas. Kedua, seharusnya gue dan Ayu cari tahu dulu Taman Sari tutup jam berapa. Mungkin tadi seharusnya kami pergi ke mal aja, supaya nggak buang-buang waktu empat puluh menit menempuh perjalanan dengan angkutan umum, panas-panasan, lalu disambut dengan petugas yang bilang kalau Taman Sari sudah tutup dua jam yang lalu.

Sia-sia perjalanan panjang gue dengan Ayu. Sekarang, gadis yang (sepertinya) merasa bersalah kepada gue itu semakin kusut wajahnya. Murung banget. Selama kami melangkah keluar dari kawasan Taman Sari, dia nggak berhenti meminta maaf karena katanya sudah ngerepotin gue.

"Nggak lho, Dek," ujar gue untuk yang kesekian kalinya. Kali ini, gue merangkul Ayu dengan tangan gue yang kosong. Gue menyungging senyum yang lebar untuknya. "Kan aku yang minta ikut. Untung aku ikut. Coba kalau nggak, kamu sendirian, bingung nanti."

"Kenapa harus bingung, Mas? Ini kan Jogja."

Oh, iya. Betul juga jawabannya. Duh, Tuhan, salah gue berucap. Cepat-cepat, gue merevisi kalimat gue supaya terdengar lebih masuk akal ketimbang yang sebelumnya. "Ya, maksudnya, supaya kamu nggak sendirian di sini, lho."

Ayu sepertinya mengerti kalau gue hanya sedang memaksakan jawaban gue. Ia lebih memilih untuk hanya menyungging senyum dan membiarkan langkah kita terus membawa entah ke mana. Gue sendiri nggak tahu harus jalan ke mana, jadi, ya jalan aja sudah, menyusuri Jalan Komplek Taman Sari, lalu berbelok ke Jalan Taman.

"Dek, mau makan, nggak?" tanya gue ketika langkah kami mulai membelah trotoar sempit di sepanjang Jalan Polowijan. Rangkulan gue merenggang, lalu terlepas dengan sendirinya lama-kelamaan. Gue lihat Ayu mengangguk untuk pertanyaan gue. Lantas, gue tanyakan rekomendasi makanan menurutnya yang ada di sekitar sini.

"Aku nggak tau, Mas, kalau yang di daerah sini," tutur Ayu sambil mengerucutkan bibir. "Ke alun-alun utara aja, gimana, Mas? Temenku pernah rekomendasi makan bakmi di sana, Mas. Nanti sehabis makan ke nol kilometer Jogja, atau mau pulang juga nggak apa-apa."

Setengah mengerti, gue memutuskan untuk menyetujuinya. Tapi, memastikan Ayu nggak lelah, gue menawarkan untuk naik becak menuju alun-alun. Sayangnya Ayu menolak. Katanya, dia mau jalan kaki saja, hitung-hitung hemat ongkos, dan dia bilang, memang sedang mau jalan kaki. Gue nggak keberatan. Alhasil kami tetap menyusuri jalan sepanjang kurang lebih dua kilometer tanpa berbekal Google Maps. Nggak perlu, lah. Ayu udah jadi sebaik-baiknya tour guide gue selama di Jogja.

Gue ingat, dulu, sewaktu awal-awal kuliah, ketika gue belum dekat dengan teman-teman kos, gue pernah nyasar ketika mau ke kampus. Gue waktu itu jalan di Malioboro, lalu ada kelas siang. Ini konyol, sih, kalau diceritakan. Singkat cerita, meski sudah memperhatikan betul jalanan, bukannya sampai di UGM, gue malah berakhir berdiri di gerbang utama UNY.

Lebih konyolnya lagi adalah gue bengong, bingung kenapa kampus gue jadi berubah nama. Untungnya, waktu itu ada Ayu di kontak gue. Sebetulnya gue malu sih waktu itu sampai nanya ke Ayu kenapa gue malah sampai di UNY, tapi, toh Ayu akhirnya memaklumi kesalahan konyol tersebut. Pokoknya, sampai hari ini, itu adalah rahasia antara gue dan Ayu. Nggak ada teman kampus gue yang tau kalau gue pernah tolol begitu.

Panjang perjalanan, kami akhirnya sampai di destinasi pilihan Ayu, Bakmi Pak Pele. Antreannya lumayan panjang. Kami sampai hampir nggak kebagian tempat meski sudah menunggu hampir satu jam. Untungnya sih nggak. Begitu mendapatkan meja kosong, Ayu dan gue langsung memesan dua porsi bakmi dan teh hangat. Gue kemudian mulai membangun percakapan selagi menunggu pesanan.

Nggak mau basa-basi lebih banyak, gue memutuskan untuk langsung menembak, "Kamu kenapa e, Dek?"

"Suntuk, Mas," jawabnya. Singkat, dan benar-benar tidak diikuti penjelasan apapun walaupun gue sengaja diam untuk menunggu. Jawabannya juga masih sama seperti tadi sore ketika gue bertanya sebelum kami berangkat ke Taman Sari.

[TJS 3.0] Jakarta: Welcome Homeحيث تعيش القصص. اكتشف الآن