CHAPTER 53 : White Mask (1)

10.7K 1.2K 74
                                    

Tadinya Estelle sudah bersiap-siap dengan segala kemungkinan. Ia sudah menumpuk sedikit demi sedikit perhiasan secara rahasia, dan menyuruh Frita membeli beberapa baju rakyat biasa. Meskipun bingung, pada akhirnya Frita tetap menjalankan perintah. Sang Putri juga sering mengumpulkan coin emas ke dalam kantung kecil sedikit demi sedikit. Karena semua pengeluaran Putri Mahkota harus dicatat dan di sesuaikan dengan anggaran yang tersedia, maka Ellea tidak punya pilihan lain.

Istana tentu akan memberikan apa saja yang Estelle minta. Jangankan cuma sedikit permata atau coin emas. Bahkan, kalau Ellea minta istana baru yang terpisah dari Spica demi tidak bertemu Catherine ... ia yakin Ratu akan mengizinkan dan membuatkannya istana lain. Tapi, bukan itu tujuannya. Kalau saja Harry melakukan hal yang macam-macam dan sudah mengancam nyawanya ... Estelle akan kabur. Sementara ini ia akan bersikap baik dan menikmati dulu apa yang bisa ia nikmati. Karena meskipun berubah, ternyata alurnya tetap saja akan mengerucut pada kematian Putri Mahkota.

"Benar! Aku akan kabur saat Harry mulai jatuh cinta pada Sillian!" Estelle bergumam keras pada dirinya sendiri.

Frita yang sedang menyisir rambutnya pun mengernyit. "Anda bilang apa, Yang Mulia Putri?"

Ellea cuma memberikan cengiran tanpa arti. Melihat hal itu Frita menghela napas. Ia berhenti menyisir rambut Estelle, kemudian mulai berjongkok di depannya. Saat mereka bertatapan wanita bergelar Marchioness itu bisa melihat dengan jelas ada keraguan dan kecemasan di mata Ellea. Jelas, ia sudah tahu apa sebabnya. Tidak ada yang tidak tahu betapa menyedihkannya Putri Mahkota yang harus menerima selir di saat seperti ini.

"Dengarkan saya, Tuan Putri." Frita menarik napas panjang sebelum mulai bicara. "Saya memang tidak pernah mengatakan apa-apa saat Putri memerintahkan saya untuk membeli baju rakyat biasa, atau saat Putri meminta saya melebihkan 2-3 keping emas di anggaran saat kita berbelanja. Saya juga tahu apa yang begitu Anda cemaskan belakangan ini. Dan memang saya sendiri harus mengakui bahwa kesetiaan lelaki itu jarang bisa diandalkan."

Estelle menatap Frita, menunggu kalimat berikutnya.

"Tapi kabur bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan semua masalah di sini. Terlebih lagi Anda memiliki segalanya. Semua orang di sini berpihak pada Anda. Dan kalau pun ada orang yang sedang merasa cemas dan gelisah, seharusnya orang itu adalah Selir Catherine. Bukan Anda, Yang Mulia." Frita mengatakannya dengan sangat percaya diri. "Sejak Anda memasuki istana Spica, maka Anda adalah satu-satunya calon ratu bagi kami."

Estelle tersentuh. Terutama saat Frita mengambil tangannya dan mengecup buku - buku jarinya dengan lembut. Dalam teori kebangawanan Eropa, Estelle ingat bahwa kecupan di punggung tangan berarti bahwa ia sudah memperoleh kesetiaan orang tersebut. Tentunya selain dalam konteks hubungan sepasang kekasih. Ini berlaku bagi para dayang dan kesatria yang biasanya disebut dengan sumpah kesetiaan.

"Terima kasih, Frita." Estelle tersenyum simpul. "Berjanjilah satu hal padaku."

Giliran Frita yang menunggu kelanjutan kalimat Ellea.

"Tolong jangan mati, dan tetap hiduplah dengan bahagia. Tak peduli apapun yang terjadi padaku nanti, tugasmu cuma satu. Tetap hidup dengan baik dan bahagia." Sang Putri tersenyum.

"Kalau Anda bicara seperti itu, bagaimana bisa saya hidup dengan baik, Yang Mulia?" Frita menatap Estelle dengan raut wajah sedih dan khawatir.

"Apapun yang terjadi, aku akan jadi ratu." Ellea menambahkan. "Tapi kalau aku mati sebelum itu, maka kau harus tetap hidup dan bahagia. Sampaikan juga pada Nyonya Margarett dan pelayan lain, andai itu benar terjadi nanti."

"Saya selalu berdoa agar Tuan Putri selalu sehat dan bahagia." kata Frita pada akhirnya.

"Terima kasih!"

Frita tidak pernah menang, dia tahu kalau Ellea begitu keras kepala. Satu satunya harapan bagi mereka adalah keluarga kerajaan tetap damai seperti sekarang. Meskipun awalnya mereka takut akan hal buruk yang bisa saja Catherine lakukan, tapi kenyataannya tidak ada yang wanita itu lakukan bahkan sampai berbulan-bulan setelah ia datang ke istana. Catherine hidup mandiri seperti orang mati. Ia ... terlupakan.

Musim dingin terlewat begitu saja, sementara kehidupan Harry dan Ellea berjalan seperti biasa. Harry sibuk membantu rakyat kecil di Oalia yang kabarnya terkena wabah cacar air. Bersama Menteri Kesehatan lelaki itu menyambangi istana singgah dan mengumpulkan dokter yang bersedia membantu, tapi kabarnya sudah dalam perjalanan pulang. Musim semi hampir memasuki puncaknya, sementara Ellea sibuk membantu Ratu Arielle mempersiapkan acara Festival Bunga.

"Tuan Putri, Yang Mulia Ratu sudah menunggu Anda di rumah kaca." Frita membawa masuk beberapa mahkota bunga yang baru selesai ia rangkai, "jangan lupa pakai ini, Putri, supaya suasana festivalnya lebih terasa."

"Woah, kau merangkainya sendiri, Frita?" Ellea menampilkan cengiran khasnya saat mengambil mahkota bunga dari Frita, "ngomong-ngomong Harry belum sampai, ya?"

Hubungan Estelle dan Harry memang membaik. Sang Pangeran benar-benar membuktikan ucapannya. Selama beberapa bulan terakhir, tidak ada hal khusus yang terjadi. Mereka sangat tenang, sampai terkadang Ellea takut sendiri. Ia bahkan tidak pernah bertemu Catherine sejak setelah hari pertamanya masuk ke Istana Spica. Gadis itu bersembunyi dengan sangat baik. Meskipun semua berjalan dengan tenang, Estelle tidak lengah. Persiapan kaburnya sudah sempurna. Namun, sebagai orang nomor dua dengan posisi paling tinggi di kerajaan, ia tidak bisa kabur begitu saja tanpa alasan yang jelas. Ellea harus menunggu waktu yang tepat. Meski ada harapan di dalam hatinya bahwa ketenangan ini terus berlanjut. Tapi Sang Putri yakin sekali kalau ini adalah ketenangan sesaat sebelum badai. Puncak konflik di dalam naskah akan segera tiba. Estelle harus tetap waspada.

"Kabarnya mereka sudah berangkat sejak dini hari dari Oalia, jadi kemungkinan siang ini sudah sampai, Tuan Putri." Nyonya Margareth masuk sambil membawa satu vas anyelir segar, "akan ada pesta lampion di danau nanti, Anda harus pergi dengan Yang Mulia Putra Mahkota."

"Tentu, Nyonya Margaret." Ellea tersenyum lagi, perasaannya sangat bagus hari ini.

"Aih, jadi kapan Anda berdua akan mencetak bayi-bayi lucu?" Frita terkekeh girang, "sudah lama tidak ada kabar mengenai royal baby."

Ellea cuma menanggapinya dengan tawa kecil. Sejauh ini tak terbayang sama sekali untuk menetap dan benar-benar membangun keluarga bersama Harry. Selama waktu yang terlewat ini ia cuma memikirkan bagaimana cara bertahan hidup, dan bagaimana cara mempertahankan Putra Mahkota di sisinya. Pasalnya lama kelamaan Harry menjadi sedikit lebih ramah pada Kate, dan itu sangat mengganggu Ellea.

Jangankan bayi, memikirkan apa Harry akan mengunjungi Kate di kamarnya saja sudah membuatku pusing. Bukan urusan patah hati yang paling kutakutkan kalau sampai itu terjadi, melainkan nyawaku yang akan melayang karena Harry akan menjadikan Catherine ratu ... sesuai naskahnya. Lagi pula-

"Tuan Putri, apa Anda sudah selesai?" suara Kate terdengar dari luar, "Saya dengar Yang Mulia Ratu memanggil ke ruang kaca. Bolehkah kita pergi bersama?"

****

****

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Who Made Me A Princess? [On Revision]Where stories live. Discover now