CHAPTER 76: Lean On Me (2)

8.8K 977 33
                                    

Ellea tertawa, kemudian serta merta turun dari atas Zrielka. Perempuan itu membersihkan bagian roknya, lalu menggelung surai panjang karamel itu kebelakang. Si Penyihir langsung membuang muka, salah tingkah begitu melihat tengkuk dan tulang selangka hingga leher jenjang sang Putri yang terekspos jelas.

"Jadi, sekarang bagaimana?" Ellea mengerjap bingung, mengedarkan pandangan pada sabana hijau yang luas dengan pohon-pohon teduh berjarak jauh satu sama lain.

Perempuan itu kemudian mengikuti arah angin, netranya berkeliling mengamati beberapa pohon bungur rindang berbunga ungu yang berjajar selang-seling tak beraturan. Berjarak cukup jauh, ada sekumpulan pohon akasia dan trembesi yang juga bisa jadi alternatif tempat berteduh. Terik matahari bahkan sama sekali tidak mengganggu Ellea dari pemandangan indah di depannya.

"Silakan lewat sini, Tuan Putri." Zrielka mengarahkan perempuan itu pada sebuah jalan setapak dengan tanah bebatuan agak lembab, yang di pinggirannya terdapat banyak pohon bambu dan membiaskan cahaya matahari bagi mereka yang melewati jalan itu.

"Panggil Ellea saja, kita tidak di istana dan sebentar lagi jadi buronan." Wanita itu mengaitkan tangannya ke belakang sambil menengadah menatap langit.

"Buronan?" Zrielka mengulang kalimat Ellea.

"Mau bertaruh?" Gadis itu terkekeh, "Harry akan mencari kita bahkan sampai ke lubang semut. Apalagi temperamennya itu, astaga."

"Ya ampun, Putra Mahkota itu, ya, ckck ...." Zrielka mencebik lucu sambil menggelengkan kepalanya, "lagian, kok bisa, sih dia mau menikahimu?"

Ellea mengerjap, lalu tertawa renyah. "Tadi kau mengeluhkan sikap Harry yang tidak baik, tapi kenapa jadi aku yang pertanyakan, eh?"

Zrielka mengulas cengiran yang khas dengan gigi kelinci dan lesung pipinya. Lantas begitu melihat ke samping semua ekspresi itu luntur tak bersisa, tepat saat hazel sang Penyihir melihat pada sorot mata Ellea yang kembali kelabu. Seperti ada awan mendung yang mengelilingi kepala wanita itu.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Zrielka menatap lamat manik karamel yang sedang memandang lurus ke depan.

"Cuma sesuatu yang rumit." Ellea menyunggingkan senyuman miris, "saking rumitnya aku sampai tidak tahu harus melakukan apa."

"Yasudah, pelan-pelan saja." Pemuda itu jalan sambil menyandarkan kepalanya pada tangan yang ditekuk ke belakang leher. "Benang kusut itu harus diperbaiki dengan hati-hati, jangan terlalu ditarik tapi juga tidak boleh terulur kepanjangan. Kalau ada bagian yang terikat mati, harus digunting sebelum menyambungkan bagian yang sudah lepas dari kekusutan."

"Hidupmu rumit, ya," Ellea berkomentar, "selama ini aku belum pernah mengurai benang kusut. Melihatnya saja sudah malas."

"Itu cuma perumpamaan, Putri!" Zrielka berseru heboh, "kau ini Putri macam apa, baru melihat benang kusut masa sudah malas!"

Ellea tertawa lagi, tidak tahan pada sikap pria yang menggelitik humornya. Detik berikutnya kesunyian datang tiba-tiba. Baik Putri Mahkota maupun sang Penyihir tidak mengucapkan apa-apa lagi. Sampai mereka tiba di sebuah jalan setapak yang lebih terang, dengan pohon angsana berbunga kuning cerah di pucuknya. Di ujung belokan ada sebuah pohon flamboyan berbunga merah, kontras dengan warna kuning cerah yang berdempetan di sepanjang jalan.

"Kau seperti flamboyan disana." Zrielka membuka topik lagi. "Cantik dan kuat."

"Kalau boleh memilih, aku lebih suka jadi bambu." Ellea ikut menatap flamboyan berbunga merah yang sedang mekar-mekarnya. "Flamboyan cantik dan kuat, tapi tidak seluwes bambu ... yang mana tak peduli seberapa kencang angin menerpa, dia tak akan patah. Malah bisa berbalik menyerang saat lengkungannya sudah mencapai titik terbawah."

Zrielka kelihatan terpana pada sang Putri.

"Ngomong-ngomong kita mau kemana?" Ellea bertanya kemudian, "Masih jauh?"

"Rumahku." Zrielka menjawab lugas, "setelah belokan pohon flamboyan itu kita sampai."

Ellea mengangguk, tapi begitu mereka melewati tikungan yang disebutkan pemuda itu, ia kebingungan. Pasalnya sama sekali tidak terlihat ada rumah di antara tumpukan pohon-pohon pinus yang menjulang, mengelilingi pohon satu pohon trembesi besar di tengah-tengahnya.

"Mana rumahmu?" Pertanyaan itu lolos begitu saja, dan Ellea langsung merasa tak enak.

Sepertinya dia salah tanya, tapi Zrielka malah tertawa. Telunjuk sang Penyihir menunjuk ke atas, sontak membuat wanita itu menengadah dan menatap takjub pada apa yang ada di depan mata. Sebuah rumah pohon yang dirancang sedemikian rupa bertengger manis di atas pohon trembesi yang memiliki banyak dahan dan cabang kokoh. Luar biasanya lagi, posisi bangunan kayu itu sama sekali tidak mengganggu jalur tumbuh kembang tanaman super besar ini.

"Baru pertama kali lihat rumah pohon, ya?" Zrielka terkekeh geli, "pantas saja terpesona." ia tertawa renyah sekarang, "belum lagi pemiliknya tampan, iya,'kan?"

"Masa bodo," Ellea memegang dahan terendahnya, tak peduli dengan ucapan Zrielka barusan. "Ini bagaimana cara masuknya? Dipanjat?"

Zrielka menggeleng, kemudian menarik sebuah tali besar yang terayun di samping dahan terendah. Tak lama kemudian sebuah papan turun dengan katrol yang berputar di gantungan dahan paling atas.

"Naik ini?" Ellea tertawa, tapi Zrielka menatapnya serius. "Kau bercanda?!"

Ellea duduk gemetar di atas papan persegi panjang itu, sampai akhirnya Zrielka menarik katrolnya dan membawa mereka naik.

****

Hai Berries, long time no see~ yang udah nggak sabar baca lanjutannya bisa main ke Karya Karsa ya ...

PENGUMUMAN: buat kalian yang mau beli paketan lebih murah dari di KK (khusus paketan ya), bisa DM ke IG @bluebellsberry ya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

PENGUMUMAN: buat kalian yang mau beli paketan lebih murah dari di KK (khusus paketan ya), bisa DM ke IG @bluebellsberry ya....


Who Made Me A Princess? [On Revision]Where stories live. Discover now