CHAPTER 88: Day By Day (3)

5.8K 637 57
                                    

Catherine mengirimkan tonik ramuan tradisional lagi kepada Baginda Raja. Ini sudah ke empat kali dalam seminggu. Ratu Arielle selalu menerima itu dan berterima kasih padanya. Raja Damian hanya mengangguk ketika melihat Catherine masuk bersama salah satu dayang yang dulu dia ketahui sempat melayani Estelle. Pelayan raja dan ratu pun mencicipi tonik itu sebelum menyerahkannya kepada Raja Damian.

"Apa kabar, Ayahanda Raja? Ibunda Ratu?" Kate memberikan penghormatan yang sempurna. "Semoga kesejahteraan dan kedamaian deandrez menyertai Anda berdua."

"Ya, Kate. Terima kasih. Bagaimana kabar istana Spica?" Ratu Arielle menyesap tehnya.

Catherine tersenyum. "Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Semuanya berjalan seperti biasa. Saya juga membantu menjaga benda - benda milik Tuan Putri."

"Terima kasih." Raja Damian bersuara. "Bagaimana dengan Harry?"

"Yang Mulia Putra Mahkota datang sesekali dan lebih sering menghabiskan waktunya di Barack Pegasus, Baginda." Kate tersenyum, tatapannya berubah sendu.

"Baiklah kalau begitu." Raja Damian mengangguk paham. "Kalau begitu kau boleh kembali sekarang.

Kate membungkuk, dia hampir kembali saat langkahnya terhenti. Tepat ketika Ratu Arielle membuka suara.

"Frita, kudengar kau pandai memijat dengan minyak mawar?" Ratu menatap Frita lurus - lurus.

Frita membungkuk sopan. "Anda terlalu memuji saya, Yang Mulia Ratu."

"Kalau begitu tinggal di sini sebentar dan bantu aku memijat bahu sebentar." Ratu Arielle tersenyum ramah. "Tidak apa - apa, kan, Kate?"

Catherine tersenyum manis. "Tentu saja, Ibunda Ratu. Saya bisa mengirim Frita ke sini setiap hari kalau Ibunda Ratu menginginkannya."

"Oh, bagus sekali."

"Kalau begitu saya izin pamit." Kate membungkuk sebentar sebelum akhirnya meninggalkan Frita dengan Ratu Arielle.

Matanya memicing menatap Frita, tapi tak lama kemudian Ratu Arielle menyuruh wanita itu mengambil minyak mawar. Kate meninggalkan istana utama. Sang Ratu memperhatikan Catherine yang sekarang berjalan pelan melalui jalan setapak kecil di kebun utama untuk kembali ke istana Spica. Saat Frita kembali dengan minyaknya, Ratu membaca beberapa mantra, kemudian meniupkannya ke area sekitar.

Frita menyadari itu dan saat dia melihat warna aura yang keluar adalah ungu muda, sesegera mungkin wanita itu paham kalau ini adalah sihir pembicaraan rahasia. Artinya seluruh ruangan ini akan menjadi kedap, dan tidak akan ada satu pun ucapan yang keluar dari sini. Setiap orang yang terkena sihir ini akan lupa dengan apa yang mereka bicarakan apabila ingin membocorkan suatu pembicaraan.

"Frita, ada yang ingin aku tanyakan padamu." Ratu Arielle menatap wanita itu lekat - lekat.

Frita membungkuk sopan, "Silakan, Yang Mulia Ratu, saya mendengarkan."

"Apa Estelle tidak pernah menghubungimu?" Ratu Arielle menghela napas. "Dia keluar istana tanpa persiapan. Tapi dia baru menerima perhiasan berlian merah yang kuberikan. Tampaknya Ellea tidak menjualnya, dan aku jadi berpikir apakah ada kemungkinan kau berhubungan dengannya?"

Frita menatap Baginda Raja dan Ratu bergantian. Keningnya berkerut, seolah wanita itu sedang menimbang - nimbang apakah harus dikatakan atau tidak.

"Kami tidak akan melukai Ellea. Kami justru harus menemukannya agar masalah ini menjadi jelas." Raja Damian menambahkan.

"Beberapa minggu sebelumnya Tuan Putri memerintahkan kepada saya untuk membeli bangunan yang ada di pinggiran kota. Beliau menyamarkannya sebagai pekerjaan sosial yang dilakukan Istana Spica dengan membangun sebuah pusat perbelanjaan untuk rakyat miskin. Tuan Putri menjual barang - barang bersubsidi sehingga semua rakyat mampu membelinya." Frita menjelaskan. "Lalu, ada sebuah rumah yang di beli Tuan Putri sebagai investasi. Beliau memerintahkan kepada saya untuk menjual rumah tersebut jika Tuan Putri terpaksa diusir dari istana, kemudian mengutus orang untuk menyerahkan uangnya di perbatasan ibu kota."

Who Made Me A Princess? [On Revision]Onde histórias criam vida. Descubra agora