10. CRUSH HOUR

9.8K 1.2K 26
                                    

Mengurus pengunduran diri memang tidak mudah. Proses yang tidak akan pernah disangka-sangka, bahwa mengundurkan diri saja perlu mengurus hal-hal yang ingin diabaikan. Ya, walaupun Odessa juga tidak sepenuhnya ingin keluar dari pekerjaan ini. Semua pertimbangan demi rumah tangganya yang harus segera diselamatkan. Paling tidak, kehadiran anak adalah yang terbaik sejauh ini.

"Essa? Ini beneran, ya?" Yasmin tidak rela mendapati teman baik sekaligus atasannya itu harus mundur dari pekerjaan.

Odessa tersenyum singkat. "Bener, Ami."

"Gimana, ya. Gue nggak nyangka lo bakalan mundur dari kerjaan. Padahal jelas-jelas dapetin jabatan manajer nggak gampang. Anyway, berarti hubungan lo sama pak datar nan kaku udah membaik, ya? Nggak pake selingkuh online segala, kan?"

Hingga kini Odessa tak terima bila dikatakan selingkuh. Dia memiliki alasan sendiri menggunakan aplikasi Madam Rose itu, Yasmin saja yang kelewat mencurigainya selingkuh segala.

"Lagi proses untuk membaik, Mi. And by the way, aku nggak selingkuh, ya. Pendapat kamu aja yang keterlaluan, Mi."

"Ya ampun!" Yasmin mendongak, bergerak seakan dia sedang berdoa untuk kebodohan temannya itu. "Kapan lo pinternya, sih, Essa? Kapan lo sadar kalo tindakan lo yang nyari kenyamanan diluar rumah adalah salah?"

"Kamu ceramahin aku, Mi? Kamu aja belum nikah, mana paham gimana rasanya ngadepin suami yang cuek minta ampun. Kamu juga pasti nyari pelarian supaya kuat mental di rumah sama laki-laki super nggak peka."

Yasmin menggeleng. "Laki-laki itu bukannya nggak peka, tapi meminimalisir perdebatan. Karena mereka cenderung pake tindakan, bukan mulut buat tanya-tanya terus ke ceweknya."

"Masalahnya, suamiku itu nggak pake salah satunya. Nanya nggak, tindakan juga nggak ada."

"Ih, sumpah, ya, Essa. Kerjaan lo itu ngeluh terus. Coba bersyukur dikit punya laki yang nggak banyak nuntut. Ini aja gue bingung kenapa akhirnya lo mundur kerja. Laki lo jelas nggak nuntut istrinya jadi IRT, kan?"

Odessa mencoba memfokuskan diri untuk mengerjakan tanggungannya sebelum keluar dari kantor. Namun, Yasmin yang banyak bertanya membuat Odessa membalas temannya itu. "Nggak. Ini murni karena aku pertimbangkan sendiri. Ibunya pernah bilang mundur dari kerjaan kantor dan bikin usaha yang bisa dipantau dari rumah, lebih santai dan nggak stres. Kupikir lagi, siapa tahu emang harus begitu. Aku pengen punya anak, Mi."

Odessa ini tidak tahu seperti apa jalan pikirannya. Yasmin, sih, jelas. Enggan menikah karena komitmen dengan seseorang akan membuat prioritas untuk diri sendiri menjadi terganggu. Namun, Odessa lain lagi. Perempuan itu sebenarnya keren di mata Yasmin, istri sekaligus atasan yang kinerjanya oke. Hanya saja urusan percintaan otak dan hati Odessa agak mandek.

"Oke, gini. Kalo lo hamil, masih mau pake app Madam Rose itu?" tanya Yasmin.

Odessa menggeleng. "Aku pasti sibuk ngurus anak dan suami," jawab Odessa realistis. Sayangnya bagi Yasmin itu tidak menjamin, karena maksud Yasmin adalah Odessa berhenti bukan karena tugasnya sebagai ibu dan istri, melainkan Yasmin ingin mendengar Odessa menjawab dengan lugas tak akan main-main lagi dengan aplikasi pencarian jodoh itu.

"Terserahlah, Essa! Gue berdoa yang terbaik untuk kehidupan rumah tangga lo dan usaha yang akan lo mulai."

"Thanks, Ami. Nanti kita makan di resto, ya! Suami gue yang ajakin buat farewell."

"Wuih, gue doang yang diajak?"

"Iya. Kan, kamu satu-satunya temenku di sini."

"Anak buah yang lain?"

"Eh ... kalo gitu ajak aja, deh. Divisi kita aja, ya. Tolong kasih tahu. Nanti aku sampaikan ke pak suami buat siapin kartu unlimited nya."

Yasmin memberengut. "Huh, yang punya laki tajir!"

Odessa tak bisa untuk menahan yang ini. "Alhamdulilah dikasih yang tajir, Mi."

"Yaudah, kalo gitu berhenti main aplikasi gituan. Manfaatin laki tajir lo!"

Odessa mengibaskan tangannya. "Kerjaanku masih banyak. Harus selesai cepet sebelum keluar. Kamu pergi, hus!"

Yasmin tahu Odessa memang manusia biasa. Meski baik, Odessa belum tentu benar dalam menjalani hidup. Keputusan yang bodoh dan salah pasti sering Odessa lakukan.

Deprima [kpan" kita harus ketemuan.]

Bunyi notifikasi ponselnya membuat Odessa terperangah. Deprima ini, belum apa-apa sudah mengirimkan pesan semacam itu saja. Odessa langsung menatap ke arah pintu ruangannya. Untung saja Yasmin sudah pergi.

Tadaaa [ ketemuan? Buat apa?]

Deprima [ ya, ketemu aja. kamu nggak penasaran dengan aku? Katanya aku romantis dan bikin kamu nyaman. Bisalah kita kopi darat. Aku pengen ketemu kamu.]

Tadaaa [ kapan" aja, ya?]

Bisa gawat jika Deprima ini benar-benar menuntut waktu. Niatan Odessa, kan, hanya mencari tempat cerita, bukan membuka lowongan jodoh.

Deprima [Aku ada acara kerja juga, nih. Buat riset acara tv. Kamu mau, bantu aku, kan?]

Deprima [ Bantu, ya? Kita ketemuan tanggal 23 jam 10 pagi. Tempatnya aku kirim pas kita mau ketemuan. Ya?]

Oh, tidak. Deprima membutuhkan bantuannya, bagaimana ini?

[Ahahahay. Ada yang mau ketemuan. Btw, yang tahu Mayang, mantan asistennya Seda, itu ceritanya udah tamat duluan, judulnya SUNSHINE. Bisa baca di KBM atau e-book udah ready di playstore.]

CRUSH HOUR /TAMATWhere stories live. Discover now