44. CRUSH HOUR

7.4K 1.1K 59
                                    

Bagaimana cara seorang wanita menghadapi pria yang sedang cemburu?

Pertanyaan itu terus muncul dalam benak Odessa yang mendadak menjadi serba salah karena sikap suaminya. Setelah drama saling menyerang dengan keras kepala karena Odessa memang tak ingin pulang begitu saja, Seda mengambil jalan tengah dengan membawa istrinya itu menuju hotel terdekat.

"Mas! Turunin!" seru Odessa yang digendong di depan banyak orang.

Meeting yang harus pria itu lakukan juga tertunda dan membuat Odessa tak enak hati pada bawahan suaminya yang menjadi ribut sendiri. Memang, ya, menjadi atasan sekaligus pemilik perusahaan pasti lebih menang ke mana-mana.

"Nggak akan kulakuin karena kamu nggak nurutin kemauanku, Des."

Mereka memang sengaja saling membalas sikap satu sama lain. Odessa mencoba menjadi keras kepala, dan Seda tidak mengalah sama sekali untuk membuat istrinya tetap berada di tempat yang tidak dilihat banyak orang.

"Mas!"

Pintu kamar hotel dibuka dengan kasar. Kaki pria itu melakukan sebagian besar aktivitas yang biasanya dilakukan menggunakan tangan. Odessa selalu histeris setiap tubuhnya bergoyang di dalam gendongan sang suami.

"Kalo kamu nggak keras kepala, ini nggak akan terjadi, Des."

Setelah perempuan itu berada di ranjang dengan wajah datar Seda yang menjadi pemandangan utamanya, Odessa mengambil kesempatan untuk menggoda Seda.

"Kamu cemburu atau malu aku sebagai istri kamu, Mas?"

"Malu? Buat apa aku malu, Des? Kamu terlalu menyilaukan. Kamu paham maksudku, kan? Kenapa nggak ada yang terlintas di pikiranmu, kalo aku nggak suka pria lain menatap kamu dengan cara yang aneh? Kamu nggak bisa merasakan itu?"

"Oke. Aku paham bagian aku terlalu menyilaukan itu, tapi aku nggak paham kenapa kamu bersikap seakan kamu cemburu. Apa kamu udah cinta sama aku?"

"Aku—" Seda melebarkan kedua matanya. Seperti baru tersadar mengenai sesuatu. "Apa, Des? Aku apa, katamu tadi?"

"Apa kamu udah cinta aku?" ulang Odessa menajamkan setiap kata yang diucapkannya.

Rasanya aneh mendengar pertanyaan istrinya yang semacam itu. Apa benar Seda sudah menyadari perasaan cinta bagi istrinya?

"Gitu ya? Menurut kamu aku udah cinta sama kamu, Des?"

"Udah."

Lalu hening untuk sesaat. Tidak ada yang mengerti dengan gaya Seda kecuali Odessa. Bahkan Seda sendiri tidak memahami apa yang dirinya inginkan.

"Kalo gitu nggak ada alasan lagi buat kamu membantah suami yang mencintai kamu ini."

Odessa menggeleng dengan cara yang disengaja. Jika biasanya Seda yang menyebalkan, maka sekarang Odessa ingin berganti menjadi menyebalkan bagi suaminya itu.

"Kenapa kamu sekarang berani menyebalkan, Des?"

Pria itu merangkak menaiki ranjang seraya melepas atasannya. Bergerak seakan ingin menerkam Odessa yang malah menaikkan sebelah alisnya. Odessa adalah mangsa yang sengaja menantang predator.

"Lihat mata kamu, nggak biasanya kamu berani begini, Des."

"Hm ... kayaknya anak kita laki-laki, sih, Mas. Makanya aku berani banget."

Seda tidak habis pikir, bagaimana mungkin istrinya itu memiliki perkiraan demikian?

"Bisa aja dia perempuan," balas Seda, seraya sedikit memberikan kecupan di sudut bibir Odessa.

"Kamu suka anak perempuan?" tanya Odessa tanpa lupa mengusap wajah Seda.

"Bisa dibilang gitu."

"Kenapa?"

"Karena aku mau punya daddy's little girl yang akan menjadikan aku idola pertamanya."

Odessa menaikkan dagunya dengan pasti. "Oh, mau curang, ya? Kayaknya kamu berniat mengakusisi anak kita waktu lahir nanti."

Seda menyembunyikan senyumannya yang ingin merekah lebar. Dia menyukai bayangan dimana Odessa dan putri mereka saling memperebutkan perhatian dari Seda.

"Kenapa kamu nahan senyum begitu? Muka kamu jadi merah, tuh."

Seda mendesah kesal. "Aku nggak pernah membayangkan bisa jadi idola seseorang sebelumnya, Des. Sangat menyenangkan memiliki kamu dan anak kita nanti."

"Aku yang hamil, kenapa kamu yang jadi sentimental, Mas?"

"Aku juga nggak tahu, mungkin karena kita udah nunggu kesempatan ini selama tiga tahun."

Serangan masa lalu, dimana mereka memang terlalu ringkih untuk menunggu kehadiran bayi diantara mereka kembali pada ingatan Odessa. Perkenalan yang tidak total antara Odessa dan Seda, waktu yang dihabiskan dengan sikap kaku, perhatian yang tidak Odessa dapatkan, dan begitu banyak momen 'makan hati' yang terjadi pada Odessa. Semua itu terbayar dengan akhirnya kesempatan ini datang. Mereka juga mampu melaluinya tanpa memutuskan untuk terjadi perceraian.

"Des?"

"Rasanya baru kemarin kita memilih bilang 'terserahlah' buat setiap permasalahan yang terjadi diantara kita. Sekarang, kamu makin dewasa dan pandai bicara, Mas."

Seda suka dengan pernyataan tersebut. Itu adalah sebuah pengakuan sekaligus pujian.

"Maaf, Des. Tiga tahun kamu makan hati terus."

"Ya, kamu memang harus minta maaf karena bikin aku makan hati terus." Seda mengangguki.

"Tapi sekarang bukan saatnya lagi kita bahas itu. Saatnya kita bahas masa depan untuk aku, kamu, dan anak kita. Saatnya saling mencintai, sebagai keluarga."



[End bab 45, ya?]

CRUSH HOUR /TAMATWhere stories live. Discover now