31. CRUSH HOUR

8.1K 1.3K 43
                                    

Hanya orang bodoh yang tidak bisa melihat bagaimana perubahan sikap Seda. Pria itu jelas menunjukkan sikap menjauh terhadap Odessa. Sebagai istri yang hidup bersama Seda lebih dari tiga tahun ini, sikap Seda begitu terbaca. Bagaimana menjelaskan segalanya pada sang suami jika Seda malah memilih menjauh? Apa hubungan mereka harus kembali ke fase semula dan tidak mengalami kemajuan? Padahal, sudah terdeteksi adanya janin di dalam rahim Odessa yang sudah lama mereka nanti. 

Lihatlah, Seda duduk dengan kaku di kursi di mana biasanya digunakan untuk orang yang menunggui pasien. Biasanya pria itu nyaman dan suka melakukan sentuhan fisik, tapi kini jauh berbeda sekali. Ini semua salah Odessa, kan? Pria itu menjauh karena kebodohan Odessa yang jelas sudah pernah diberitahu oleh Yasmin untuk menghentikannya. 

"Kamu marah sama aku, Mas?" tanya Odessa. 

Yang ditanyai langsung menoleh. Tertangkap basah begitu terkejut dengan pertanyaan Odessa. Sungguh Odessa ingin bisa membaca pikiran orang lain, karena saat ini ia tak bisa membaca apa yang ada di pikiran suaminya sendiri. Odessa ingin mengetahui bahwa suaminya yang tidak peka itu memiliki kemarahan dan seharusnya diledakkan, bukan disimpan dengan diam.

"Nggak ada yang marah," jawab Seda.

"Terus kenapa kamu diam aja?"

"Karena nggak ada yang perlu dibahas."

"Ada banyak! Kamu harusnya nuntut jawaban dari aku, Mas. Bukan malah diem aja."

Seda menghela napasnya dalam. "Nggak akan aku bahas di sini."

"Dan nggak akan kamu bahas di rumah juga. Kalo kelamaan, yang ada masalah ini jadi basi! Kamu keluarin semua kemarahan kamu dan aku akan menerimanya."

"Aku nggak ingin marah, Des. Apa orang marah harus dipaksa?"

"Terus kamu maunya apa, Mas? Aku di sini, istri kamu, udah bikin kesalahan. Harusnya kamu marah dengan apa yang aku lakuin!"

"Nggak. Kita impas. Aku sadar betul kamu lakuin itu karena kamu kecewa dan tertekan denganku. Nggak ada yang harus diributkan."

Reaksi pria itu membuat Odessa tak tenang sama sekali. Tidak marah, bukan berarti masalah selesai. Justru semakin berlarut.

"Jadi, kamu mau bersikap seperti ini terus? Kamu mau mendiamkan aku dan menjauhi aku saat ada anak kita yang nantinya lahir dan mengenal orangtuanya? Kamu mau anak kita melihat orangtuanya yang nggak akur? Yang masalahnya nggak terselesaikan sejak dia masih di dalam kandungan?"

Sekali lagi pria itu menghela napasnya. Meski tahu suaminya frustrasi menghadapi semua ucapan yang terkesan seperti serangan beruntun, Odessa tidak akan mengalah. Jika biasanya ada kata 'terserah' yang digunakan untuk memutus perdebatan mereka, maka saat ini tak bisa. Mereka harus bicara atau masalah akan mengakhiri hubungan mereka nantinya.

"Des ..."

"Kamu tahu nggak kalo sikap kamu ini terkesan menyepelekan masalah, Mas? Kamu merasa bersalah juga karena curhatan aku di aplikasi Madam Rose itu. Kamu diam, dan ini malah menjadi pemantik dari masalah yang lebih besar."

"Kamu nggak boleh banyak pikiran, Des."

"Itu nggak jadi alasan, Mas! Mana yang katanya mau memperbaiki komunikasi? Mana yang katanya nggak mau punya hubungan yang berjarak? Kamu mau balik lagi ke fase awal hubungan kita?" Odessa menggeleng kuat dan suaminya bisa melihat bagaimana perempuan itu dengan kuat menyatakan isi hatinya. "Kalo aku jujur nggak mau, Mas. Aku nggak mau jalanin hubungan yang serba salah paham lagi. Aku nggak mau anakku merasa bahwa keluarganya adalah bentuk dari tempat yang nggak nyaman. Aku mengakui tindakanku salah, Mas. Tapi aku nggak mau membuat keluarga yang kacau untuk anak kita."

"Jadi ini arah pembicaraan kamu ke mana, Des?"

Odessa akan bersikap tegas. Tidak akan bermain-main lagi untuk menahan semua yang dia inginkan kepada sang suami. Sudah cukup kesalahan konyol ini terjadi disaat mereka seharusnya menyambut kabar bahagia kehamilan. Odessa tidak mau menjadi bodoh lagi dengan mencari tempat lain untuk menampung keluh kesahnya. Mereka harus bicara dan memutuskan atau lebih baik tidak sama sekali, dengan kata lain ... berpisah.

"Yang aku maksudkan adalah berhenti untuk saling menebak. Kalo kamu menghindari aku terus, lebih baik kamu putuskan antara bertahan atau berpisah. Karena aku nggak mau bertahan di dalam hubungan yang bodoh lagi."

"Aku yang bodoh, Des."

"Aku juga! Kalo Yasmin ada di sini, dia akan bilang kita adalah pasangan yang sama bodohnya. Kamu dan aku sama aja. Maka jalan satu-satunya adalah memperbaiki semuanya, Mas. Aku akan hapus aplikasi Madam Rose, setelah itu memulai cara baru dengan menceritakan semua yang aku ingin keluhkan tentang kamu. Aku memperbaiki diri begitu juga kamu, supaya kita bisa menyambut bayi yang kita tunggu lebih dari tiga tahun ini dengan lebih baik. Menjadi orangtua yang nggak saling salah paham. Aku mau begitu. Tapi kalo pandanganmu beda, Mas ... aku nggak mau berjuang sendirian."

Kini, pilihan ada ditangan Seda sendiri.




[Hollaaaaaaa! Baru bisa update karena beberapa hari lalu adikku yang udah kayak anakku itu sakit. Ada keluhan di kelaminnya yang bikin pencernaan dan suhu tubuhnya naik terus. Karena ibuku serba bingung ngurusin keluhan anak laki-laki itu, jadinya aku yang sibuk jadi ibu si adek😆. Kita kejar lagi Om Seda, yak!]

CRUSH HOUR /TAMATWhere stories live. Discover now