33. CRUSH HOUR

8K 1.2K 45
                                    

"Crush hour apa, sih, Des?" tanya si calon bapak yang sungguh tak peka itu.

Ditengah situasi sangat serius dan genting ini, masih sempat saja Seda mengacaukan momen yang Odessa bangun. Hampir saja Odessa berlagak seperti di serial yang melodrama, sayangnya, mereka malah lebih seperti serial drama komedi. Catat baik-baik, drama komedi, tidak ada unsur romansanya sama sekali. Hanya ada drama atau komedi. Jika tak sedang lucu, maka situasi mereka mendramatisasi, terkadang juga sedang banyak drama dibumbui komedi. Intinya, begitulah mereka adanya.

"Ya ampun, Mas! Kamu malah nanya yang begitu."

"Ya, karena aku nggak ngerti apa maksudmu. Crush hour apa?"

Menghela napasnya berulang kali sebelum membalas pertanyaan suaminya, Odessa melirik ranjang untuk duduk di sana. Bisa kelelahan dia jika memberi jawaban pada Seda tanpa istirahat. Odessa yang duduk, tidak membuat pria itu ikut duduk di samping sang istri. Hal itulah yang membuat Odessa menarik lengan Seda segera.

"Aku jelasin garis besarnya. Pokoknya crush hour itu sebutanku buat sosok yang balesin pesanku waktu jam kerja. Aku suka cara dia ngasih masukan, menyemangati aku, membalas pesanku setelah ceritaku selesai, semua kadar pengertian sosok di Madam Rose itu aku suka. Kalo kerja kantor ada rush hour, maka aku punya jam crush hour dengan seseorang di akun Deprima itu."

Seda mengerti. Namun, pria itu langsung memalingkan pandangan dan menunduk.

"Mas, kenapa?" panggil Odessa.

"Itu artinya yang kamu suka adalah Deprima, Des. Bukan aku."

Odessa langsung menggelengkan kepala. Dia mengubah posisi menjadi menghadap suaminya. Menangkup wajah Seda yang masih murung. Baru kali ini Odessa bisa melihat ekspresi murung itu.

"Kamu salah. Yang aku suka itu sosok 'Deprima' yang balesin pesanku saat jam kerja. Bukan Deprima yang balesin waktu pulang kerja. Rush hour, sama dengan crush hour. Aku suka kamu yang balesin pesanku, Mas."

Masih terlihat betapa murungnya Seda. Tidak tahu harus bagaimana membuat suaminya bisa kembali, Odessa mengambil jalan pintas saja. Diciumnya bibir Seda dengan kuat. Biasanya Odessa tak memulai, karena Seda yang senang sekali melakukannya lebih dulu. Namun, kali ini berbeda. Odessa tak mau hubungannya dan Seda semakin jauh.

"Kamu nggak kangen aku, Mas?"

Seda langsung menurunkan pandangan begitu bibir mereka terlepas. "Kita ketemu sejak pagi, Des."

"Bukan itu maksudku. Apa kamu nggak kangen tidur sama aku?"

Kali ini Seda langsung mengangkat pandangannya. "Tidur yang beneran tidur atau tidur dalam artian bercinta, Des?"

"Yang kedua," jawab Odessa.

Ada binar semangat di mata Seda, tetapi pria itu langsung meredupkannya begitu mengingat sesuatu. Odessa bisa membacanya untuk pertama kali karena Seda menatap perutnya.

"Adek bayinya nggak akan kenapa-napa, kok."

Seda menelan ludahnya susah payah. "Aku nggak mau nanti berujung nggak baik, Des."

"Kok gitu? Nggak baik kenapa, sih, Mas? Aku udah sering baca soal berhubungan intim saat hamil, asal kita hati-hati nggak akan masalah."

"Ya, lebih baik nggak usah biar nggak masalah."

"Jadi kamu nggak mau?"

Seda langsung menyahut, "Nggak gitu. Aku jelas pengen, tapi nggak mau mengacaukan kondisi kamu."

"Aku nggak kenapa-napa."

Seda menyabarkan diri sendiri supaya tak kelewatan. Dia harus sabar untuk menyentuh istrinya.

"Aku nggak bisa biarin kamu hilang kendali waktu bergerak."

"Nggak akan, kamu yang gerak di atasku."

Seda tersedak dengan ludahnya sendiri. Dia membayangkan bagaimana permintaan Odessa dia turuti. Padahal Seda sudah serius memikirkan kondisi istrinya dan bayi mereka, pikiran seriusnya mendadak langsung kabur karena celetukan nakal Odessa.

"Kita selesaikan dulu pembahasan soal masalah kita, Des." Seda meminta perhatian istrinya untuk masalah yang mereka bahas sebelumnya.

"Gitu? Ya ... nggak masalah, sih. Ayo bicara, meskipun aku pas lagi kepengen banget."

"Mendadak banget, Des? Kepengennya?"

Odessa mengangguk. "Iya. Tiba-tiba aja bayangin kamu yang putus asa sambil dorong tubuh kamu, mendesak aku, itu bikin pengen."

Pria itu langsung menunduk dan mengusap wajahnya tanpa bisa menutup imajinasi yang terbayang di kepalanya. Semua kalimat ciptaan Odessa tercetak jelas dalam kepala Seda.

"Des, momennya nggak pas."

"Yaudah, makanya aku ngalah. Ayo, ngomong! Kita selesaikan soal Madam Rose yang menjebak kita itu."

Seda sudah bersiap, membasahi bibirnya sebelum memulai. Namun, sudah niat, yang terjadi malah kepalanya kosong. Tak tahu membahas dari mana.

"Mas? Kok, malah diem?"

"Aku bingung, Des. Nggak tahu mulai dari mana."

Odessa mencari tas miliknya, merogoh isi di dalamnya, dan mengotak-atik ponselnya.

"Ini, dari sini," ucap Odessa seraya menunjukkan layar ponselnya tepat di aplikasi Madam Rose. "aku akan menghapusnya dan kamu menyaksikannya sendiri. Nggak akan ada lagi tempat aku cari perhatian dan curhat selain kamu, suamiku."

Odessa melakukannya tanpa ragu. Perempuan itu bersungguh-sungguh melakukannya hingga membuat Seda gemas sendiri.

"Udah. Selesai. Kita hanya perlu memulai cara baru untuk memperbaiki komunikasi, Mas."

Seda setuju dan tidak membalas apa pun. "Apa sekarang kamu masih pengen? Sepertinya masalah kita udah selesai."

Seda rupanya masih terbayang ajakan istrinya untuk bercinta.


[Pengen yang uwu-uwu? Okehhhhhhh! Aku kasih, bebsqu."

CRUSH HOUR /TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang