37. CRUSH HOUR

8.1K 1.2K 51
                                    

Selalu ada saja hal baru terjadi antara Seda dan orangtuanya. Acara syukuran dilakukan dengan semua hal yang diinginkan oleh Arnis dan Sandi. Usia kandungan Odessa bahkan belum memasuki empat bulan membuat kedua orangtua Odessa sedikit mengernyit. Namun, kembali lagi tujuan Arnis dan Sandi memang baik. Karena sudah tiga tahun lebih mereka menantikan kehadiran cucu. Terlebih lagi ini adalah cucu pertama bagi Arnis dan Sandi, berbeda dengan pihak keluarga Odessa yang jelas saudaranya sudah lebih dulu memberikan cucu dan bisa dikatakan biasa saja dengan kabar kehamilan Odessa, meski tetap bahagia. 

Sisa acara syukuran yang mengundang anak yatim piatu sudah selesai, hanya menunggu sisa acara untuk dibersihkan. Odessa duduk nyaman di ranjangnya dan melihat kedatangan sang suami yang membawa secangkir gelas. Indera penciuman Odessa langsung bermain dengan tajam.

"Baunya enak, Mas."

Seda menaikkan kedua alisnya. "Kopi," balas pria itu biasa. 

"Iya. Baunya enak banget, sih."

"Tadi aku minta bikinin kopi, baru megang gelasnya kamu udah mual. Giliran aku bikin sendiri kamu bilang baunya enak. Kamu sengaja, kan, Des?"

Seda memang pria yang tidak pandai berkomunikasi. Jika yang tak biasa mendengar gaya bicara pria itu, pasti akan sangat sakit hati dengan pernyataan yang keluar. Seperti yang dikatakan pria itu saat ini. Mengatakan Odessa sengaja tak mau membuatkan kopi untuk pria itu. Padahal bukan seperti itu yang terjadi.

"Kamu kalo aku bales, kamu sengaja bikin aku hamil dan bikin aku nggak mau ngapa-ngapain, gimana?"

"Ya, nggak bisa gitu. Kamu juga menikmati prosesnya, Des. Kalo urusan sengaja, jelas kita berdua sengaja."

"Yaudah, kamu harus maklumin kalo aku memang nggak bisa ngapa-ngapain, Mas. Kamu pikir aku sengaja? Aku, kan, hamil juga karena kamu penyebabnya. Anakku butuh perhatian yang banyak, makanya apa maunya dia harus diturutin."

Seda mengambil tempat duduk yang biasa digunakan untuk istrinya merias diri. Ingin menikmati kopinya sembari menemani Odessa sesuai dengan amanat mamanya. 

"Anakku? Kamu pikir kamu bikin sendirian? Anak kita, Des."

Odessa mencibir, "Kalo mau disebut anak kita, kamu biasa aja, dong mukanya. Jangan nggak suka gitu karena bikin kopi sendiri."

"Hm." Jawaban Seda membuat pembicaraan mereka terhenti. 

Diam-diam Odessa mengamati apa yang suaminya lakukan. Semua gerakan Seda yang akan menyeruput kopinya tak lewat dari pandangan perempuan itu. 

"Mas, kopinya kenapa kamu minum?" tanya Odessa yang membuat Seda mengernyit dalam.

"Aku bikin kopi, ya, buat diminum, Des. Masa aku siram ke tanaman di samping?"

Odessa mendesah kesal. "Bukan gitu, aku tanya kenapa kamu minum kopinya padahal tadi aku bilang baunya enak."

"Terus?"

"Ya, jangan kamu minum kopinya. Aku suka aromanya, Mas. Baru tadi aku bilang kamu harus perhatian lebih, kenapa nggak peka, sih?"

Seda menatap kopi di gelasnya dan sang istri bergantian. Sulit sekali ingin bahagia dan tenang untuk sebentar saja. Mengapa Odessa mampu membolak-balikkan kondisi perasaan Seda dalam sekejap?

"Terus kalo nggak boleh aku minum, aku harus bikin kopi lagi?"

Dengan mudahnya Odessa menaikkan kedua bahunya tanpa rasa bersalah. "Terserah kamu, Mas. Pokoknya aku pengen aroma kopinya tetap mengisi kamar kita."

Seda mencari cara agar tidak mengorbankan kopinya yang mengepulkan asap indah dan menarik hati. Masa iya, kopi didiemin cuma untuk dihirup aromanya doang?

"Kita ada simpen pewangi ruangan aroma kopi, kan? Aku pasang aja, gimana?"

Ide itu sudah cukup bagus untuk dilakukan, tetapi sayangnya gelengan kepala Odessa mengacaukan keberhasilannya. 

"Kalo pewangi ruangan malah bikin aku tambah mual."

Untuk kesekian kalinya Seda menatap kopi dan wajah istrinya bergantian. Dilema untuk membiarkan kopinya didiamkan saja dan tak bisa juga bersikap menyebalkan karena Seda sudah membuat niat di dalam hati supaya bisa membuat Odessa bahagia. 

"Oke. Aku bikin kopi lagi aja, tapi aku minum di luar ya. Kamu nggak masalah, kan, aku tinggal sendiri?" Akhirnya pria itu memutuskan. 

"Hm? Nggak bisa gitu, aku nggak mau ditinggal sendirian. Begitu selesai bikin kopi harus udah di sini."

Nah, ini. Odessa berubah sedikit menyebalkan. "Kalo kamu hirup aroma kopinya dan suka lagi, nanti aku nggak minum dua kali, Des."

Perempuan itu berdecak dan langsung bersedekap tanagn di dada. Membuat reaksi merajuk yang sebenarnya tak mempan juga dilakukan di depan Seda. Sebab pria itu hanya duduk diam dan mengamati apa yang dilakukan oleh istrinya saja. Tidak ada ekspresi panik dan segera membujuk Odessa. 

"Kok, kamu malah diem aja, sih, Mas?" tegur Odessa yang akhirnya melirik ke arah suaminya yang benar-benar hanya menatapnya saja.

"Kan, aku nungguin izin kamu buat aku ngopi di depan."

"Aku udah bilang nggak boleh, Mas! Kamu nggak lihat aku mau ngambek? Kenapa nggak dibujuk?"

Seda berpikir sebentar sebelum akhirnya memberikan kalimat tanya yang membuat Odessa ingin menggigit pria itu.

"Mau dibujuk gimana, Des? Yang aku bisa cara mesum doang, nanti kamu makin ngambek."

Dasar pria kaku!

[Ini nulis ulang. Agak nggak mood, sih, tapi semoga bisa menghibur.]

CRUSH HOUR /TAMATWhere stories live. Discover now