30. CRUSH HOUR

8.6K 1.3K 108
                                    

Seda adalah suami yang tidak pengertian. Itu sudah terpatri di kepala pria itu karena sekarang, saat membawa istrinya ke klinik dan dokter yang berjaga di sana menatapnya, Seda yakin dia memang setidak pengertian itu.

"Anda suaminya?" tanya si dokter.

"Iya."

"Bapak ini gimana? Istri kelelahan begini malah dibiarkan? Wanita hamil tidak seharusnya dibiarkan kelelahan, Pak! Bisa berdampak ke janin si ibu."

Seda termenung. Odessa yang sudah siuman dan semula sudah diantar Seda untuk ke kamar mandi untuk buang air kecil sesuai instruksi dokter berjenis kelamin wanita itu menatap suaminya yang sudah pasti syok. Jangankan Seda, Odessa sendiri saja sangat terkejut.

"Dokter saya ... hamil?" tanya Odessa.

"Betul, Bu. Dari ciri-ciri ibu yang lemas saya seperti berkaca dengan pengalaman saya sewaktu hamil."

"Dokter ini memang dokter medis atau paranormal?" tanya Seda yang langsung membuat dokter wanita itu bereaksi kesal.

"Bapak, tolong didengarkan baik-baik, ya. Saya sudah berpengalaman dengan laki-laki sejenis Anda yang kurang perhatian terhadap pasangan. Karena Anda sudah tahu kondisi istri Anda, tolong lebih perhatikan lagi ibu yang sedang hamil. Jangan malah sibuk membawa si ibu menemani bapak kerja."

Seda memang sedikit berbohong ketika ditanya kenapa Odessa bisa pingsan. Tidak mungkin dia menceritakan bahwa istrinya akan melakukan syuting KopDar dan dinilai sudah berselingkuh darinya. Bisa runyam urusan. Lebih baik dia dinilai buruk karena mengajak istrinya datang ke lokasi syuting anak buahnya.

"Saya ... nggak tahu kalau istri saya hamil, sebelumnya." Seda tak bisa menatap manik Odessa sampai saat ini. Itu akan membuat Seda merasa kecewa pada dirinya sendiri karena mengingat pernyataan Tadaaa mengenai pasangannya, yang berarti adalah Seda sendiri.

"Iya, sekarang, kan sudah tahu. Dijaga istrinya, Pak."

Odessa yang tak terima si dokter memarahi suaminya, langsung membalas dengan ketus. "Dokter jangan menyudutkan suami saya begitu, dong. Dia nggak tahu saya hamil. Saya aja terkejut, apalagi suami saya! Lagian, kami nggak menyangka bisa dapat kabar ini setelah berusaha lebih dari tiga tahun menikah!"

Si dokter menghela napasnya dalam. "Karakter saya memang begini, Bu. Kalau ibu nggak terima, ya sudah."

Seda pusing mendengar kedua wanita itu bertengkar. Bukannya menjadi momentum yang mengharukan, justru menjadi pengalaman yang konyol. Apa ada pasien yang beradu mulut dengan dokter selain mereka?

"Jadi, baiknya gimana, Dokter? Istri saya dirawat di sini?"

"Kondisi istri bapak masih lemas, silakan tunggu beberapa waktu di sini. Saya sarankan untuk mengunjungi dokter spesialis kandungan setelah dari sini. Beri asupan yang bagus juga untuk ibu hamil."

Seda mengangguk tanpa tahu harus berkata apa lagi. Dia sedang meresapi semua yang terjadi begitu cepat hari ini. Sepeninggal dokter tersebut, Seda memilih berjalan menuju pintu.

"Mau ke mana, Mas?" Dengan panik Odessa menahan suaminya.

Seda menoleh singkat pada istrinya. "Bayar tagihan konsul sama dokternya tadi," jawab Seda begitu saja.

Odessa kira suaminya akan bereaksi bahagia dengan kabar kehamilannya, tetapi pria itu malah terlihat semakin murung. Apa Seda nggak mau menerima anak mereka karena kejadian tadi?

"Mas, kalo kamu marah, kamu bisa bilang—"

"Jangan banyak pikiran. Aku keluar sebentar."

Mendapati sikap Seda yang begini malah membuat Odessa sedih. Kebahagiaan datang saat konflik juga terkuak, bagaimana bisa mereka menyambut kehamilan dengan suka cita?

*

Seda menekan dadanya. Bukan karena nyeri atau sakit, melainkan karena degupnya yang tidak seperti biasa. Dia akan menjadi ayah. Akhirnya anak yang mereka nanti akan terlahir dan meramaikan rumah. Itu membuat euforia Seda membuncah. Namun, disisi lain dia juga tak bisa sepenuhnya bahagia. Kekecewaan karena menjadi sosok suami yang gagal membuat Seda takut jika diam-diam kelak anaknya akan mencari tempat lain untuk menceritakan keburukannya.

Bayangan dimana Deprima menatapnya sebagai sosok tidak menyenangkan bagi Odessa yang tak lain tak bukan adalah Tadaaa menjadi hal yang mengecewakan lainnya. Orang lain tahu betapa Odessa memendam perasaan tak puas dan tak merasa bahagia memiliki suami seperti Seda.

Bukannya melanjutkan langkah untuk membayar tagihan, Seda justru mencari kamar mandi untuk menumpahkan kegundahannya. Lututnya lemas membayangkan betapa tak ada kebahagiaan yang bisa dia berikan untuk Odessa selama ini. Bagaimana Seda bisa membahagiakan anaknya kelak jika ibu dari anak mereka saja tak bahagia bersamanya?

Seda begitu berantakan sekarang ini, dia menangis tanpa suara di kamar mandi. Kebahagiaan, ketakutan, dan kekecewaan menyambangi perasaannya. Tidak ada yang mendominasi, Seda sendiri tak tahu tangisan ini karena bahagia menyambut anaknya atau kecewa karena tidak bisa menjadi suami yang baik bagi Odessa.

"Maafin aku, Des. Maafin aku yang bodoh dan nggak pengertian sama sekali ini."

Sungguh, Seda bukan bermaksud demikian. Dia hanya tak tahu jika sikapnya menyakiti dan membuat Odessa tertekan selama ini. Jika begini, bukankah lebih baik menjauh dari istrinya hingga kandungan perempuan itu kuat? Seda tak ingin membuat istri dan anaknya semakin tertekan karena sikapnya yang tak menyenangkan.


[Orang cuek, datar, nggak pengertian, dari luar emang kayak nyebelin gitu. Tapi diem-diem mereka juga mikir, kok. Cara nyentil Seda emang begini. Tapi itu udah bawaan lahir si Seda, jadi Odessa juga harus belajar terbuka sama suami yang kalo nggak dikasih omongan nggak akan nyadar. Kita lihat perjuangan mereka bisa memperbaiki hubungan mereka yang kacau, yes.😉]

CRUSH HOUR /TAMATWhere stories live. Discover now