29. CRUSH HOUR

7.6K 1.3K 137
                                    

Bukan apa-apa, Seda yang memilih kabur dari lokasi syuting adalah pria yang memang membutuhkan waktu untuk berpikir. Dia membutuhkan waktu sendiri untuk memikirkan apa yang sudah terjadi. Jika Tadaaa adalah istrinya sendiri, maka sosok yang selama ini menjadi teman bertukar pesan di ponsel Deprima adalah perempuan yang sama yang hidup satu rumah dengan Seda? Jika memang benar demikian, bagaimana bisa cerita yang diungkapkan sang istri di aplikasi itu berbeda dengan apa yang Seda rasa.

Pasangan Tadaaa yang tidak perhatian. Pasangan Tadaaa yang lebih mementingkan dirinya sendiri. Pasangan Tadaaa yang hidup seperti tidak mementingkan Tadaaa. Pasangan Tadaaa yang ... Seda doakan berpisah dari perempuan itu sendiri.

"Tuhan," gumam Seda begitu kalut. Dia sudah sangat bodoh dan salah karena mendoakan hal yang tidak diinginkannya sendiri. "Tolong cabut doaku sebelumnya, Tuhan. Tolong."

Seda tidak pernah sekonyol ini menilai dirinya. Mendoakan dirinya berpisah dari Odessa? Tidak akan! Mana ada keinginan semacam itu? Meski mereka menikah bukan karena cinta, nyatanya hidup bersama sudah membuat mereka saling terbiasa. Sungguh Seda menyukai dan nyaman berada di sekitar Odessa.

Lalu, mengapa dia malah kabur dan membuat Odessa menangis sendirian?

Seda menatap ponselnya yang menampilkan nama sang istri sebagai pemanggil paling banyak. Pesan dari orang lain juga menjadi terlewati karena ulah Odessa itu.

Sejujurnya Seda tidak marah. Ya, untuk sekilas Seda marah karena membayangkan istrinya sendiri akan berdekatan dengan Deprima. Sisanya Seda terkejut dan kecewa pada diri sendiri. Dia terlalu bodoh dan tidak pengertian sama sekali. Seda mendadak menjadi tak percaya diri. Penilaian yang Tadaaa sampaikan itu adalah kejujuran, kan? Kejujuran yang selama ini Seda tidak coba untuk gali jawabannya dari Odessa.

"Des ... jadi aku separah itu?" Kembali Seda bergumam pada dirinya sendiri.

Helaan napas, usapan wajah penuh kekalutan, segalanya yang mengindikasikan rasa frustrasi sekarang diungkapkan oleh Seda dengan caranya sendiri. Begitu sendirian dia mengetahui bahwa kekurangan pada dirinya sendiri sangatlah besar.

Pria macam dirinya yang membuat Odessa seringnya merasa tertekan. Bagaimana bisa dia menatap mata istrinya yang sudah banyak merasa tertekan? Seda bahkan mendoakan perpisahan antara Tadaaa dan pasangannya. Itu berarti ... "Nggak bisa! Tuhan, aku cabut doaku sebelumnya. Tolong jangan kabulkan bagian itu, tolong!"

Setelah itu, Seda melajukan mobilnya cukup cepat untuk kembali ke lokasi syuting yang sudah pasti berantakan itu.

*

Odessa menangis tiada henti. Semua kru yang bertugas jelas beralih menjadi pelayan bagi Odessa yang mereka baru saja ketahui sebagai istri bos besar mereka. Meski ingin merutuki kebodohan pasangan itu, tetap saja mereka harus bersikap baik pada istri bos besar.

Ada yang sibuk mengipasi, sibuk menyediakan teh hangat, sibuk mengoleskan minyak kayu putih, dan satu lagi yang sibuk memijat kaki Odessa. Jika bukan karena ostri bos besar yang lemas karena sibuk menangis lalu pingsan, lalu kembali menangis, kembali pingsan, muntah ... ah, sudahlah! Mereka semua gemas tetapi tak bisa mengucapkan kata-kata kasar.

"Bu, biar saya hubungi pak Seda, ya? Itu nomor ibu jangan hubungi nomor pak Seda dulu, saya jadi nggak bisa telepon suami ibu."

Odessa tidak peduli panggilan yang disematkan untuknya berubah menjadi 'ibu' yang semula 'mbak'. Dia sedang kalut karena Seda bahkan tidak mau marah dan menariknya pulang. Pria itu meninggalkannya dan Odessa tidak bisa mendapatkan jawaban apa-apa karena Seda tak mau menjawab panggilannya.

"Iya," jawab Odessa begitu lemas.

Taya sesungguhnya ingin berdecak keras karena masalah ini programnya terancam tak memiliki stok tayangan. Belum lagi talent yang harus diganti karena tak mungkin membiarkan istri bos mereka melanjutkan syuting. Taya yang biasanya suka marah pada anak buahnya terpaksa harus diam.

Baru mendengar panggilan berdering tiga kali, tirai set mereka dibuka dengan paksa dan mendapati Seda berdiri dengan wajah kaku dan datar.

"Mas?"

Semua kru yang semula berada di dekat Odessa otomatis langsung berdiri dan memberikan waktu pada pasangan itu. Mereka tahu diri untuk keluar dan lebih baik mencari tempat lain untuk rapat dadakan karena rencana yang hancur berantakan.

"Berdiri. Kita pulang."

Seda tidak menatap istrinya sama sekali, hal itu membuat kesedihan Odessa bertambah. Bahkan pria itu lebih memilih membelakanginya ketimbang menghadapnya berlama-lama.

Odessa menangis keras kembali, tenaga yang sudah terkuras semakin dikuras hingga mungkin habis dan membuat Seda yang menoleh singkat menjadi menatap perempuannya secara utuh.

"Des!" seru Seda yang mendapati tubuh istrinya hampir limbung ke bawah dalam posisi tak bagus sama sekali. Wajah Odessa bisa saja yang pertama kali menyentuh lantai.

"Des! Bangun, Des!"

Dengan seluruh rasa paniknya, Seda segera mengangkat tubuh Odessa menuju mobil dan pergi dari lokasi syuting.

"Kalian atur ulang semuanya! Saya nggak mau ada kejadian salah paham begini lagi!" Seda masih sempat membentak kru KopDar, padahal yang salah adalah mereka berdua.

Namun, Seda tak peduli. Yang ia pedulikan sekarang adalah kondisi Odessa yang pingsan dan terlihat lemah.


[Aku janji, loh, konfliknya gak berat. Tenang aja bebs.😉]

CRUSH HOUR /TAMATWhere stories live. Discover now