Bab 7

6.5K 327 0
                                    

Jessa menatap sekali lagi pantulan dirinya di depan cermin. Kebaya berwarna pink dengan bahu terbuka melekat begitu pas ditubuhnya. Begitu kontraks dengan kulit putih mulus miliknya. Bahkan rambutnya disangggul tinggi meninggalkan beberapa helai rambut disisi wajah tirusnya. Membuat Jessa terlihat begitu anggun dan cantik malam ini.

Tidak ada siapa pun di kamar hotel ini. Hanya dirinya dan dua orang penata rias yang baru selesai merias wajahnya. Dengan make up tipis yang tampak begitu berbeda diwajahnya. Jika biasanya ia hanya menggunakan lipblam dan bedak tipis untuk make upnya sehari-hari. Berbeda dengan hari ini.

Hari pertunanganya ini. Ia terlihat cantik dengan dandanan ala artis wanita korea yang fokus pada make up matanya dan make up tidak terlalu mencolok. Jessa hampir tidak mengenali wajahnya jika saja bibir tipis itu tidak mengingatakannya pada Jessi, kembarannya.

Ah, ngomong-ngomong soal Jessi. Dia masih betah di Paris dengan calon suaminya. Yap, akhirnya dia resmi dilamar oleh sang kekasih dan mereka akan segera melangsungkan pernikahan. Saat mendengar Jessa melangsungkan pertunangan, Jessi yang notabennya saudara kembar Jessa. Hanya berkomentar baguslah tanpa mau repot-repot pulang ke Indonesia dan menghadiri acara pertunanganya.

Membuat Jessa tersenyum miris karenanya. Apa yang Jessa harapkan dari saudara kembarnya itu selain kata sinis, cacian dan makian tentunya. Sikapnya yang penyayang penuh perhatian? Ck, Jessa terbahak karna pemikiran itu.

Dia bahkan baru sadar jika ternyata hubungan darah antara dirinya dan Jessi tidak lebih dari dua bayi yang terlahir dari satu rahim yang sama.

Tanpa ada ikatan darah atau pun lebih. Bolehkah Jessa mengatakan jika apa yang dikatakan oleh kebanyakan orang tentang ikatan darah saudara kembar itu jauh lebih kuat dibandingkan saudara biasa pada umumnya itu adalah sebuah mitos? Ya, Jessa kira begitu.

Karna nyatanya saat ini Jessa merasa hubungan mereka begitu jauh. Seperti tidak ada ikatan apa pun.

"Jessa, kamu terlihat sangat cantik, sayang." Ucapan Ayu dan pelukan hangatnya membuat Jessa tersentak dari lamunan singkatnya.

Wanita setengh baya dengan balutan kebaya coklat ke'emasan di depannya begitu erat memeluknya. Membuat Jessa balik membalas memeluk erat wanita itu.

Dengan pelan Jessa membalas pelukan hangat, wanita yang sebentar lagi akan menjadi ibu mertuanya. "Terima kasih, tan."

"Bisakah mulai sekarang kamu memanggilku mama, Jessa? Seperti Raka memanggil mama. Bukankah tidak lama lagi kamu juga akan menjadi istri Raka? Jadi kamu harus mulai membiasakan diri memanggil mama mulai sekarang." Minta Ayu.

Permintaan Ayu memang sederhana, tapi entah mengapa di telinga Jessa itu terdengar begitu manis dan indah. Jika biasanya seorang gadis akan mendapat pelukan hangat dari ibu, di hari bahagianya sebagai bentuk perhatian. Berbeda dengan Jessa, tidak ada pelukan hangat atau nasehat manis dari ibunya. Bahkan sedari kemarin, ibunya tidak menemuinya. Seakan-akan Jessa benar-benar sendiri hidup di dunia ini.

"Mm, Apa Jessa boleh memanggil tante dengan panggilan mama?"

Ayu melepas pelukannya. Menangkup pipi Jessa dengan tangan keriputnya. "Tentu saja, sayang. Siapa yang akan menolak dipanggil mama oleh gadis secantik dirimu." Canda Ayu.

Mata Jessa seketika berkaca-kaca mendengar ucapan Ayu. Bahkan dengan bibir bergetar Jessa mengangguk setuju. "Ma ... mama." Isak Jessa kembali memeluk Ayu.

Ayu yang mendengar isakan calon menantunya hanya diam dengan pikiran heran. Kenapa calon memantunya sesedih itu hanya karna ucapan sederhana Ayu?

"Terima kasih." Lirih Jessa dengan air mata yang mengalir di pipinya.

The Perfect Bride (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang