Bab 23

4.5K 268 10
                                    

Senyum Jessa mengembang begitu menemukan Raka berbaring di atas ranjang dengan tubuh setengah duduk.

Ada ponsel di tangan pria itu. Juga kaca mata yang bertengger di hidung mancungnya. Membuat Jessa tahu jika saat ini pria itu pasti sedang serius dengan benda pipih itu.

Melangkah ke arah ranjang, sesekali tangannya membenarkan letak gaun tidurnya. Gaun tidur yang super pendek-yang entah bagaimana bisa memenuhi lemari di kamar pria itu.

Jessa tak membawa pakaian ganti, karna ada banyak pakaian di lemarinya-yang menurut mertuanya. Semua itu adalah pakaian miliknya. Tapi, jangan tanya bagaimana pakaian-pakaian tidur Kramat itu. Semua ukuran dan bentuknya membuat Jessa merinding hanya dengan melihatnya.

Jessa bahkan tidak tahu jika mama mertuanya yang terlihat lemah lembut dan polos itu. Memiliki selera yang mengerikan. Oh, Jessa hampir lupa jika mertuanya adalah seorang desainer. Bagaimana mungkin dia tidak memiliki selera yang bagus.

Tapi, untuk ukuran pakaian tidur, apa harus segila itu?

Merasakan pergerakan di sampingnya, Raka menoleh. Hanya sekilas sebelum kembali menekuni kegiatannya. Semua itu membuat Jessa hanya menghela nafas tertahan. Tak urung ia tetap berbaring menghadap ke arah pria itu.

Ada sedikit rasa canggung yang bisa Jessa rasakan. Apalagi saat mengingat ia belum mengucapkan terima kasih pada pria yang tadi membelikan pembalut dirinya itu. Jika mengingat itu, Jessa benar-benar merasa malu.

Apalagi saat mama mertuanya tahu apa yang putranya itu berikan kepadanya. Membuat wanita yang berusia tak lagi muda itu menahan senyum dan tawa. Seakan memikirkan hal-hal yang hanya wanita tua itu yang tahu. Tapi, jangan lupakan gumaman samar mertuanya yang terdengar sangat memalukan di telinga Jessa. Di mana ibu mertuanya itu tampak kecewa lantaran ia mendapatkan tamu bulanannya disaat mereka bahkan baru menikah. 

Sedang Jessa, jangan tanya bagaimana raut wajahnya saat itu. Dia benar-benar terlihat sangat malu dan tidak tahu harus mengatakan apa. Ia merasa ingin menenggelamkan dirinya di dasar bumi.

"Tidur, berhenti melamun!" Teguran di samping menarik Jessa dari lamunan singkatnya. Ia segera menoleh ke arah Raka yang kini bersiap tidur.

"Raka," panggilnya yang berhasil menarik perhatian pria itu. Pria itu melirik sekilas ke arah Jessa yang kini menjadikan kedua telapak tangannya bantalan di bawah pipinya. Menatap Raka yang tidur terlentang dengan pandangan ke arah langit-langit kamar.

"Makasih buat pembalutnya tadi." Mungkin urat malu Jessa telah putus di depan pria yang berstatus suaminya ini. Dia bahkan dengan gamblang mengatakan itu.

Tapi, terserahlah. Setidaknya pria itu tidak mengacuhkannya dan bersikap masa bodoh. Lagipula kan dia suaminya, yang mulai sekarang akan menemaninya dari suka, duka kehidupan.

Tidak ada balasan dari Raka. Dia hanya diam dan menutup matanya. Semua itu membuat Jessa mengerucutkan bibirnya sebal.

"Raka," Panggilnya lagi. Yang seketika membuat pria itu membuka matanya dan menoleh.

"Tidur, Jessa."

"Aku belum ngantuk."

"Kalau gitu diam! Jangan berisik!"

Bibir Jessa kian manyun. Tampak semakin kesal. "Kamu nggak mau ngobrol sama aku?"

"Nggak."

Astaga. Raung Jessa dalam hati. Yang benar-benar ingin memukul mulut tak berperasaan suaminya. Bagaimana mungkin dia bisa menikah dengan pria yang begitu galak ini sih? Bagaimana nanti dia bisa menghabiskan hidup dengan pria itu jika mulut pria itu bahkan tidak bisa bersikap manis padanya?

The Perfect Bride (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang