Bab 26

5.3K 314 6
                                    

Sejak awal Jessa tidak berniat menyembunyikan pertunangan Jessi apalagi pada Raka, pria yang berstatus suaminya itu, namun berbeda halnya setelah pertengkaran itu. Jessa bahkan tidak yakin jika Raka akan mau ikut pergi ke pertunangan itu. Maka ia tak berniat untuk mengatakan semua itu, tak berniat menjelaskan apalagi mengajak pria itu. Ia mamilih diam dan abai, mungkin semua itu yang tebaik karna dia sendiri enggan untuk membujuk atau bahkan merengek sedang pria itu mungkin bosan pada rengekannya. Pada sikapnya.

Namun malam ini, apa yang terjadi? Entah ada angin apa hingga seorang Raka bahkan mau repot-repot datang padanya, menemuinya dan bertanya. Pria itu bahkan mau memakai pakaian yang telah ia siapkan. Seragam batik pertunangan Jessi-yang saudara kembarnya itu kirimkan beberapa hari yang lalu. Tepat setelah wanita itu kirimkan undangan.

"Gimana?" Jessa menoleh, menatap pria yang kini menatapnya dengan satu alis terngkat tinggi. Mengerutkan keningnya samar, pandangan Jessa turun. Menatap pakaian yang Raka gunakan-yang terlihat sangat cocok di tubuh pria itu. Bahkan pakaian pria itu tampak begitu pas membalut tubuh jankung itu. Membuatnya berlipat-lipat terlipat tampan.

"Bagus." Komentar Jessa sekenanya-yang seketika membuat senyum samar Raka terbit. Pria itu menarik sedikit sudut bibirnya.

Kembali menatap depan, Jessa kembali sibuk dengan gaunnya. Yang memiliki warna senada dengan kemeja batik milik Raka. Sedari tadi ia bahkan kesulitan menarik resleting gaunnya itu, membuatnya berkali-kali mendesah kesal karna tak kunjung berhasil.

"Padahal aku cuman mau memastikan sesuatu." Tubuh Jessa menegang saat suara serak Raka berbisik di belakang telinganya, bersamaan dengan tangan pria itu yang menggenggam tangannya. Mengusap punggung tanganya sekilas sebelum pria itu menurunkannya dan menyingkirkannya.

"Apa susahnya meminta bantuan orang lain?"

Jessa menahan nafas, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya. Sampai terdengar suara resleting naik, barulah Jessa menoleh. Menemukan kedua mata Raka yang kini menatapnya lurus. 

"Tapi sayangnya aku lagi malas denger komentar pedas orang. Apalagi gerutuannya yang sering bikin sakit hati. Jadi aku rasa aku bisa lakuin apa pun sendiri mulai sekarang."

Jessa segera menarik diri, menyingkir dan menjauh. Mengabaikan begitu saja wajah Raka dan sama sekali tidak peduli dengan ekspresi wajah itu-yang kini menatapnya lurus.

****

Pesta itu mewah dan meriah. Kata itulah yang menggambarkan suasana pertunangan Jessi malam ini. Bahkan sejak menginjakkan kaki di sana, Jessa bisa merasakan kemewahan dan kemeriahan pesta itu. Yang di hadiri orang-orang penting dari kedua orang tuanya. Jika dulu di pertunangannya hanya di hadiri oleh orang-orang penting mertua dan calon suaminya, berbeda kali ini. Yang semua rata-rata tamu undangan ayah dan ibunya.

Bahkan ada binar bahagia, bangga dan juga harapan yang begitu besar di tatapan kedua orangtuanya. Yang bisa dengan jelas di lihat oleh Jessa-yang tanpa sadar, berkali-kali membuat Jessa diam dan menatapnya lurus.

Ia tidak iri, hanya merasa mulai muak dengan semuanya. Jadi, sejak ia tiba di acara itu. Jessa memilih mencari tempat duduk yang jauh dari mereka. Dari orang-orang yang bisa saja membuat Jessa merasa jengah dan lelah.

"Kita nyapa mama dan papa dulu?" Tawaran Raka hanya dibalas Jessa dengan lirikan sekilas. Lalu wanita itu sibuk dengan ponselnya. Sama sekali tak menanggapai ucapan Raka juga ajakan pria itu.

"Jessa."

"Kalau kamu mau ke sana,... dan menyapa mereka. Kamu bisa lakukan itu sendiri!"

Raka mendengus mendengar ucapan istrinya lengkap dengan tatapan sinisnya. Yang diam-diam membuat ia menatap wanita itu lurus .

The Perfect Bride (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang