Bab 20

5.8K 286 4
                                    

Menatap langit-langit kamar yang tampak asing, kening Jessa berkerut samar, memicing begitu merasa tak mengenali langit-langit kamar di depannya. Berusaha mengingat-ingat, seketika Jessa langsung tersentak, terduduk dengan wajah panik. Tangannya bahkan bergerak menyingkap selimut yang membungkus tubuhnya cepat. Memperhatikan penampilannya di balik selimut. Helaan nafas pendek bercampur dengan wajah lega milik Jessa langsung terlihat begitu melihat pakaiannya masih lengkap seperti terakhir kali dia gunakan semalam. Bertanda apa yang sempat dia takutkan semalam tidak pernah terjadi.

"Kenapa? Kamu kecewa karena tidak terjadi apa-apa semalam?"

Kepala Jessa berputar begitu mendengar nada suara menyindir milik seseorang yang mulai dia hapal. Raka-pria yang baru menjadi suaminya beberapa jam yang lalu--yang kini telah rapi dengan stelannya. Kemeja putih yang digulung sebatas siku dengan celana bahan berwarna hitam. Seperti biasa, terlihat rapi dan juga cool.

Namun jika diperhatikan lebih teliti,  Raka terlihat seperti ingin melamar kerja karna stelannya. Memikirkan itu bibir Jessa tertarik. Tersenyum karna pikiran konyolnya.

"Kenapa senyum-senyum?" Raka seketika memicing menatap Jessa.

Senyum Jessa surut. Kedua matanya menatap Raka malas. "Kenapa? Gak boleh?" Ketusnya kesal.

Heran, masih pagi tapi Raka sudah begitu sensitif. Bahkan nada suaranya begitu ketus melebihi wanita datang bulan. Pantas saja dari dulu dia tidak laku-laku, orangnya begini bentuknya. Sensian, tidak sabaran, mudah marah, tukang perintah, juga juteknya .... minta digigit.

"Ck, mau sampai kapan kamu terus berbaring di situ. Cepat bangun, kita pergi sekarang!"

"Ke mana?"

"Pulang!"

Kedua mata Jessa membola besar. Kaget dengan apa yang Raka katakan. "Pulang? Kok pulang, sih?" Seru Jessa tak terima. Baru juga semalam tiba, kenapa cepat sekali pulangnya? Dia bahkan belum sempat berkeliling, menikmati hidangan, atau sekedar bersantai. Tapi-

"Terus? Kamu mau di sini lebih lama?"

"Ya, kan--"

"Baiklah kalau kamu tidak mau pulang. Kamu bisa tinggal di sini lebih lama. Aku tidak keberatan pulang sendiri." Raka memasukkan ponsel ke saku celana dengan santai. Bangkit dari duduknya hendak keluar kamar. Tapi secepat kilat Jessa melompat turun, berlari ke arah pintu dan berdiri di depan Raka. Menghadang langkah pria itu yang berniat keluar.

"Ngapain kamu? Minggir!"

Jessa menggeleng. Merentangkan tangannya lebar-lebar.

"Aku gak mau di tinggal di sini sendiri!" Cebiknya kesal.

Raka berdecak. Kembali memutar tubuh untuk ke arah sofa. Malas kalau harus meladeni drama pagi istrinya.

"Kalau gitu cepat bersih-bersih! Jangan buang-buang waktu kita di sini lebih lama."

"Tapi-"

"Lima belas menit kalau belum siap, aku tinggal!" Ancam Raka, cukup mampu membuat kedua mata Jessa nyaris keluar lantaran kaget.

"Raka-"

"Semakin kamu mendebat, waktu kamu akan semakin habis. Sudah cepat!" Perintah Raka seperti biasa, begitu otoriter. Tak memberikan waktu Jessa untuk mengajukan protesnya lebih lama.

Menghentak-hentakkan kakinya kesal, Jessa pun melangkah ke arah kamar mandi dengan wajah keki. Layaknya dia siap mencincang-cincang Raka lantaran sikap seenak jidat pria itu. Lama-kelamaan, Raka semakin menyebalkan. Selalu bersikap semaunya sendiri tanpa mempedulikan perasaan Jessa.

The Perfect Bride (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang