Chapter 1 - Tercampakkan

178 20 0
                                    

“Ma, penampilanku bagaimana?” tanyaku saat menatap penampilanku di kaca dekat ruang tamu.

Namun seperti biasa, semua orang yang ada di rumahku hanya berfokus pada satu orang dan selalu melupakan keberadaanku. Mama hanya berfokus pada hadiah-hadiah mahal yang dibawa oleh kakak perempuanku yang baru pulang dari Australia. Beginilah kehidupan sehari-hari aku dirumah. Hanya menjadi seorang upik abu yang dianggap beban oleh kedua orangtuaku. 

Aku memang tidak cantik seperti kakak pertamaku yang merupakan model, tidak sepintar kakak laki-lakiku yang menjadi seorang dokter bedah sukses pada umur 25 tahun. Keinginanku untuk hidup bebas tanpa bayang-bayang stereotip kesuksesan keluarganya membuat diriku seringkali dikucilkan oleh mereka.

Anggapan bahwa diriku harus menjadi lebih baik dari kedua kakakku dan mengikuti setiap keputusan orangtuaku membuatku harus melupakan semua impian yang telah kususun rapi sejak aku duduk dibangku SMP. Hingga akhirnya untuk pertama kalinya aku memutuskan untuk membangkang dan saat itulah aku tidak lagi dianggap dalam keluarga ini. 

“Aku pergi dulu.” salamku.

Ucapku setiap harinya meskipun jarang untuk menerima balasan. Menghela nafas dengan berat hati, aku langsung bergegas menuju halte bus untuk pergi ke perusahaan tempat aku melamar. Aku tidak boleh membiarkan kejadian tadi pagi untuk menghancurkan mood-ku hari ini. Aku tahu, aku akan bisa membanggakan mereka dengan caraku sendiri dan inilah permulaannya.

Aku harus bisa lulus dari interview hari ini. 
Sesampainya diriku di depan gedung pencakar langit yang terlihat begitu megah dan elegan. Aku meyakini bahwa disinilah panggilan hidupku. Aku tidak akan ditolak untuk ke-10 kalinya dan aku pastikan aku bakal menjadi pegawai terbaik di perusahaan ini. Sudah kubayangkan bagaimana nasibku kedepannya, setelah lulus tidak lagi pusing mencari pekerjaan, bisa membeli rumah dan mobil dan menjadi orang kaya dengan hasil usahaku sendiri.

Mimpi di siang bolong memang sangat mampu untuk menjadi sumber penyemangat hidupku dan karena itulah semua orang lalu menatapku dengan wajah yang aneh karena diriku yang tiba-tiba bergoyang tidak jelas. 
Aku yang kemudian menyadari hal ini lantas menjadi malu karena tingkahku yang bobrok ini. Aku lalu berjalan ke dalam gedung tersebut dan benar-benar terkesimanya aku dengan segala interior mewah dan arsitektur yang trendy namun tetap mempertahankan esensi elegannya.

“Ini benar-benar kantor idamanku.” ujarku dalam hati sambil berjalan ke arah resepsionis.

“Halo, ada yang bisa saya bantu?” salam resepsionis itu dengan sopan. 

“Saya ada jadwal untuk melakukan interview menjadi finance intern di perusahaan ini. Kemana saya harus pergi ya?” sambungku. 

“Atas nama siapa?” imbuhnya kembali.

“Fiorella Augustine Jeztee” jawabku.

“Baik, kantor manager perusahaan ada di lantai 10, kamu bisa naik menggunakan lift di sebelah kiri ini dan bertemu dengan Pak Marvin Endrico Alvaro selaku manager dari perusahaan. Ini kartu tamu yang bisa kamu scan sebagai identitas saat masuk nanti.” tuturnya.

“Terima kasih.” pamitku sambil tersenyum ramah dan lalu berjalan masuk perlahan ke arah lift. 

Sambil menunggu lift yang akan mengantarku naik aku, aku kemudian mengambil smartphone-ku dan melihat berbagai macam chat penyemangat yang masuk dari teman-temanku khususnya Alice dan Chelsea yang terus mengingatkanku untuk berhati-hati jangan sampai aku membuat masalah pada hari interview-ku.

Mereka sepertinya cukup tahu bahwa saat ini yang paling aku butuhkan adalah semangat dari orang-orang di sekitarku. 
Hanya saja apalah dayaku yang cuma bisa mengharapkan perhatian dari keluarga yang tak pernah peduli dengan pencapaianku selama ini. Bahkan, aku meragukan apakah mereka mengetahui bahwa hari ini aku akan melakukan interview magang.

Sweetest Fall Where stories live. Discover now