Chapter 31 - Takdir Kita

19 9 0
                                    

"Kau tahu-kan kau tidak perlu mencampuri urusanku seperti tadi? Aku bisa menyelesaikannya sendiri." tegurku sembari minum kopi yang ada di tanganku. 

"Kau tadi tidak melihat bahwa dia memaksakan kehendaknya padamu. Badan sekecil kamu mana bisa melawannya, Fio."

"Mau apapun alasannya kau tidak seharusnya memukulnya seperti tadi Henry. Kita masih membutuhkannya demi kemajuan perusahaan. Kita tidak bisa bertindak gegabah." tangkasku berbalik ke arahnya. 

"Jadi kau lebih baik dia melecehkanmu demi perusahaan. Jangan gila kamu, Fio!" sentak Henry semakin memuncak. 

"Dia tidak segila itu okay? Aku juga tidak bilang aku menukarkan diriku demi perusahaan hanya saja aku bisa menyelesaikan masalahku sendiri tanpa perlu kau terlibat didalamnya. Perbuatanmu tadi itu sama sekali tidak dibenarkan, kau bisa saja semakin menyakinkannya untuk tidak berinvestasi di perusahaan kita." uraiku sambil mengalihkan pandanganku darinya. Aku tahu dia khawatir denganku dan dia tidak ingin apapun terjadi pada diriku. Tetapi yang dia lakukan tadi itu juga tidak benar. Dia bisa saja mengorbankan perusahaan ini.

"Aku lebih baik kehilangan semua ini daripada melihatmu terluka, Fio." gumamnya yang sontak mengejutkanku. Melihat tindakannya seperti ini menunjukkan dia tidak dewasa sama sekali. Dia masih fokus untuk memikirkan dirinya sendiri. Dia lupa bahwa perusahaan ini mata pencaharian banyak orang dan bila perusahaan ini sampai bangkrut maka pegawai pegawai disini harus makan apa.

"Kau sama sekali tidak menghargai usaha Papamu, Henry! Dia berusaha membangun perusahaan ini dari 0 sampai kehilangan istrinya dan kau malah menyia nyiakan semua itu demi aku? Kenapa? Aku saja orang luar ingin yang terbaik untuk perusahaan ini tapi mengapa kau tidak? Kau tidak memikirkan bagaimana nasib karyawanmu nantinya? Pikirkan itu. Seorang bos bukan hanya memikirkan dirinya tapi juga peduli terhadap bawahannya." protesku.

"Karena aku tidak sanggup kehilanganmu Fio. Aku terlalu sayang denganmu sampai aku rela mengorbankan semua ini demi kamu. Katanya seorang bos perlu memperhatikan karyawannya tapi kenapa kau tidak memperbolehkan aku untuk peduli terhadap masalahmu." 

Aku sadar Henry sudah menaruh hati padaku terlihat dari sikapnya yang beberapa kali memberikan kode itu tetapi aku tidak menyangka bahwa perasaannya bisa sedalam ini. Bagaimana mungkin aku bisa menanggapi perasaan disaat hatiku masih dimiliki orang lain? Berulang kali aku mencoba memberikan Henry kesempatan untuk membuatku jatuh cinta namun sayangnya mataku hanya tertuju pada satu orang meski beribu ribu rasa sakit dia torehkan pada diriku. Katakan saja aku bodoh, karena aku selalu kembali pada orang yang sama dan disaat yang bersamaan aku juga memintanya bersama wanita lain. Karena sampai saat ini,  aku selalu dihadapkan dengan dilema antara menjadi egois atau mengutamakan kebahagiaan orang lain. 

"Karena aku tidak butuh perhatianmu Henry. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Kau seharusnya bersikap selayaknya boss mulai dari sekarang karena sebentar lagi kau akan menggantikan posisiku." tegasku sambil berdiri meninggalkannya. 

"Kenapa dimatamu selalu aku yang salah? Kenapa semua yang kulakukan tidak pernah ada yang benar, Fio? Salahkah jika aku peduli dengan orang yang kusayangi? Aku tahu hatimu masih teruntuk dia tapi tak bisakah kau membuka hatimu sedikit untuk diriku. Aku yakin bisa membahagiakanmu, Fio." Aku menutup mata dengan frustasi mendengar pengakuan cintanya. Momen seperti inilah yang sangat kuhindari. Aku sangat tidak tega untuk menolaknya tapi aku juga tidak bisa membohongi perasaanku. Aku selalu memberikan batasan pada dirinya tetapi mengapa dia selalu maju tanpa gentar. Bukankah dia sudah menduga akan patah hati jika dia menaruh harapan lebih pada diriku? Disaat dirinya tahu aku takkan bisa memberikan hatiku untuk dirinya. 

"Tidak semua hal di dunia ini bisa diberikan kesempatan untuk mencoba Henry. Begitupun dengan hati karena pada akhirnya kau hanya akan seperti berjudi dengan hasil yang kau ketahui bahwa kemungkinan besar kau akan kalah. Lalu untuk apa terus mencoba? Bukankah lebih baik mundur?" terangku tanpa berbalik sedikitpun. Diapun berlari kehadapanku sambil memegangi pundakku. 

Sweetest Fall Where stories live. Discover now