Chapter 7 - Love-Business Proposal

86 13 0
                                    

“Bapak tadi kalau tidak salah bilang bapak cemburu? Bapak cemburu dengan siapa?” beberku bingung karena aku tidak mendengar terlalu jelas tadi. 

“Kau sedang halu atau apa? Telinga tuh dipakai dengan baik jangan hanya dijadikan pajangan. Setelah ini pergilah ke dokter THT biar kau tidak salah sangka terus.” elaknya. 

Aku yakin aku mendengarnya dengan benar. Dia sungguh mengatakan itu tadi. Apa aku beneran yang salah tangkap atau bagaimana? Aku jadi bingung sendiri. Ya sudahlah lagipula tidak ada pengaruhnya juga jika dia cemburu atau tidak. Aku memutuskan untuk tidak menanggapi lagi perkataan Pak Ryan. Kalau ini diteruskan bisa bisa tidak akan selesai sampai kita di tempat pertemuan nanti. 

Aku hanya terdiam memandangi pemandangan luar dan aku baru menyadari bahwa kita sedang menuju ke kompleks perumahan mewah. Akupun mulai merasa ada yang janggal dari arah tujuan kita ini. Ini tidak menuju ke restoran manapun. Benarkah tujuan kita memang kemari? Aku ingin bertanya kemana kita pergi tetapi saat aku melihat wajah kakunya Pak Ryan, aku mengurungkan niatku. 

Tidak berapa lama kamipun sampai di sebuah gedung vintage bercat putih dan saat aku beranjak untuk turun, tiba-tiba ada sebuah uluran tangan seseorang. Saat aku mendongak ke atas, ternyata yang mengulurkan tangan itu adalah Pak Ryan. DIa mengisyaratkan untuk diriku menerima uluran tangannya. Kami berjalan beriringan satu dengan yang lain sampai berada di venue acaranya. 

Bisa terlihat begitu banyak artis papan atas beserta pebisnis pebisnis hebat yang menghadiri acara tersebut. Pak Ryan lalu berbisik di telingaku untuk jangan memperkenalkan diriku sebagai sekretarisnya. Aku yang belum sempat untuk bertanya apa-apa, seketika dipotong oleh seorang wanita paruh baya elegan yang segera memeluk Pak Ryan.

“Selamat datang, putra tercintaku.” sapa Mamanya Pak Ryan. 

“Happy birthday, Mom.” salamnya sambil tersenyum kepada mamanya. 

“Ini siapa? Apakah ini calon menantu kesayangan mama? Aduh cantik sekali. Siapa namamu, nak?” tanya mamanya Pak Ryan yang lantas membuatku terkejut. Sejak kapan aku menyetujui untuk menjadi pacarnya Pak Ryan? Lidahku mendadak berubah kelu dan mataku mengarah untuk menatap Pak Ryan berusaha memberikan kode agar segera meluruskan kesalahpahaman ini namun dia tetap bersikap acuh tak acuh.

“Saya bukan……” jawabku setelah sepersekian detik yang langsung dipotong oleh Pak Ryan. “Ma, berhenti mengganggunya seperti itu. Lihatlah dia menjadi sangat tidak nyaman. Lagipula kami belum ada kepikiran sampai ke arah sana.” potong Pak Ryan. 

“Belum, tapi akan, bukan? Sini, sini mari ikut bersamaku. Aku ingin memperkenalkanmu dengan beberapa teman kerja dari papanya Ryan. Pasti mereka juga penasaran siapa yang berhasil mencuri hati dari seseorang yang sedingin Ryan.” kekeh mamanya Pak Ryan dan menarikku untuk mengikutinya. 

Aku yang kebingungan dengan semua situasinya hanya bisa terdiam dan tersenyum paksa sambil terus meminta tolong pada Pak Ryan tetapi dia berbalik dariku untuk menyapa beberapa klien bisnisnya. “Apa dia menerimaku kerja sebagai sekretarisnya agar aku bisa diperalatnya seperti ini?” tanyaku dalam hati. Berbagai pertanyaan dan prasangka buruk mendadak seakan memenuhi otakku dan ingin segera untuk mendapatkan jawabannya. Meski begitu aku tahu aku tidak boleh mempermalukannya sekarang. Mungkin setelah makan malam ini, aku bisa meminta penjelasan darinya. 

“Perkenalkan ini, siapa lagi namamu, nak?” 

“Fiorella, tante.” jawabku sambil tersenyum canggung. 

“Nama yang indah. Cantik bukan? Benar-benar serasi untuk menjadi pendamping dari Ryan.” puji mamanya Ryan yang diikuti dengan teman-teman sosialitanya.

“Kamu lulusan universitas apa? Bagaimana kamu bisa berkenalan dengan Ryan?” cecar mamanya Ryan. 

“Saya masih mahasiswa lulusan NYU, tante dan kami bertemu saat saya ingin melamar untuk program magang sebagai syarat kelulusan saya.” balasku. 

Sweetest Fall Where stories live. Discover now