Chapter 10 - Kekesalanku

42 11 0
                                    

Entah sudah berapa lama dirinya menungguku tetapi aku cukup terkejut saat mendengar suaranya. Dari suaranya yang menyiratkan rasa marah dan kesal, aku bisa memperkirakan bahwa dirinya telah melihat diriku bersama dengan Marvin tadi. Lidahku terasa kaku dan aku tidak tahu harus menjawab apa pertanyaannya. 

“Jawab aku, Fio!” bentak Pak Ryan yang kemudian memegang pundakku dengan erat hingga membuatku merintih kesakitan. Saat mendengar rintihanku-pun, dia tidak melepaskan genggamannya malah memberikan tekanan yang lebih besar pada pundakku. Aku yakin setelah ini bekas genggamannya akan membiru. 

“Lepaskan saya, Pak. Bapak menyakiti saya!” ringisku yang ingin mencoba melepaskan cengkramannya yang kuat namun hasilnya nihil. Dari sorot matanya Pak Ryan, tersirat sedikit kekecewaan dan kemarahan terhadapku. Dia benar-benar mengira alasan aku menolaknya karena Marvin sepertinya

“Tidak usah berkelit, Fio. Jawab aku! Apa dia alasannya?! Karena kamu sudah mencintai orang lain?!” geramnya dengan raut wajah geram diselingi air mata yang tertahan di pelupuk matanya. 

“Bukan dia alasannya, Pak!” sentakku sambil mendorongnya menjauh dariku. 

Aku yang merasakan sakit dibagian pundakku, lalu berusaha untuk meredakan dengan memijatnya sedikit sembari berusaha menahan sakit. Dirinya yang baru menyadari perbuatannya langsung berusaha untuk mendekatiku dengan ucapan maaf yang tertahan dari mulutnya namun aku melangkah menjauh. 

“Bapak tahu rumah saya darimana? Dan ada urusan apa bapak kemari malam-malam begini?” ketusku. 

“Aku hanya ingin mengembalikan tasmu yang ketinggalan di pesta tadi, tapi sayangnya aku malah menyaksikan momen romansa memuakkan dari kalian berdua.” hinanya sambil memberikan tasku yang sontak kuambil dari tangannya. 

Romansa memuakkan? Jauh mengesalkan mana dengan perlakuan Pak Ryan kepadaku. Aku ingin sekali berdebat dengannya dan kalau bisa mengusirnya dari sini. Aku tidak tahan dengan sikapnya yang seolah-olah telah memilikiku sepenuhnya. Memangnya dia pikir aku bonekanya? Sampai-sampai aku tidak boleh berteman dengan siapapun tanpa seizinnya. Kita bahkan tidak terikat hubungan apa-apa dan dia sudah posesif sampai seperti ini? Aku tidak bisa membayangkan jika aku menjadi pacarnya. Bisa-bisa aku dikurung di rumahnya layaknya seorang buronan. Tidak boleh pergi kemana-mana. 

“Jika bapak sudah tidak ada urusan disini, saya permisi.” pungkasku sambil memalingkan wajahku darinya. 

“Apa kau benar-benar tidak merasa nyaman bersamaku, Fio? Sampai-sampai kau mengusirku dari sini? Aku bisa saja memecatmu…..” ancamnya yang kupotong langsung dengan berkata, “Kalau itu yang menjadi kemauan bapak, besok saya akan ke kantor untuk mengambil barang saya.” dan berjalan masuk kedalam rumah namun tanganku berhasil kembali digenggam olehnya dan menarikku kedalam pelukannya. 

“Jangan pergi dariku, Fio. Tolong mengertilah, aku marah karena aku tidak suka melihatmu bersama dengan lelaki lain. Aku tidak bermaksud untuk memecatmu ataupun menyakitimu seperti ini.” dirinya berdalih mencoba menarik simpatikku. 

“Pak lepaskan pelukan anda dari saya!” tegasku dan mendorongnya . 

“Perlu saya katakan kembali bahwa bapak tidak bisa melarang saya untuk berteman dengan siapapun karena kita tidak memiliki keterikatan apa-apa. Saya juga menghormati anda sebagai atasan saya. Disini saya meminta bapak untuk mengenali dulu perasaan anda yang sebenarnya. Jangan tergesa-gesa menyimpulkan perasaan, pak. Coba pertanyakan pada diri bapak sendiri apakah perasaan cinta itu juga berarti bisa menyakiti pasangan kita?” tambahku. 

“Kau memilih dia ketimbang daripada saya? Apa bagusnya ketimbang aku, Fio? Apa yang dia miliki yang tidak kumiliki, aku punya harta dan aku yakin bisa membahagiakanmu bila kau memberiku kesempatan.” tuturnya tidak mengindahkan ucapanku. 

Sweetest Fall Where stories live. Discover now