3

313 41 3
                                    

"Gimana kuliahnya sayang?" tanya Marko berbasa-basi. Namun, entah dimana sekarang letaknya pikiran Anjani. Gadis itu tak menanggapi pertanyaan sang pacar, ia malah sibuk dengan ponselnya.

Jujur saja Marko tidak suka melihat Anjani yang mulai mengabaikannya, apakah gadis itu sebegitu sibuknya hingga tak bisa menjawab pertanyaan sederhana darinya. Jengah dengan kelakuan Anjani, Marko terpaksa merebut ponsel yang dimainkan oleh Anjani. Gadis itu kaget dan menatap Marko marah.

"Ih, kok direbut Ko," ujar Anjani sebal. Kenapa pacarnya jadi menyebalkan begini, Anjani tidak pernah melihat wajah kaku dan penuh amarah yang ditampilkan Marko saat ini. Ada apa dengan pacarnya? Anjani berbuat salah?

"Kalau diajak ngobrol itu ditanggapi, jangan main hp. Kamu nggak menghargai aku sebagai pacar kamu ya," Marko sedikit menaikkan nada suaranya. Bukan membentak, hanya agar terdengar lebih tegas. Marko tahu Anjani adalah gadis yang tidak suka dibentak, sehingga ia harus menahan emosinya agar tidak kelepasan. Marko tak mau membuat hubungan mereka merenggang.

Anjani baru menyadarinya, Marko bukan marah padanya namun pada kelakuannya yang tidak sopan. Anjani menunduk bersalah. "Maaf Ko, aku tadi lagi chat sama Reva dan Jeje," lanjutnya.

"Chat dari teman-teman kamu lebih menarik daripada aku?" sindir Marko.

Anjani menangkap sindiran halus itu, tetapi ia sedang tidak ingin berdebat dengan pacarnya. Ayolah, ia tidak ingin membuat hubungannya kacau hanya karena Marko cemburu dengan kedua temannya.

"Enggak Markoku sayang, temanku tadi cuma kasih info aja. Maaf ya kalau aku tadi cuekin kamu, jangan marahin aku ya," Anjani mengalah, dan kembali bersikap manja dengan Marko. Gadis itu tahu, Marko cepat luluh jika ia sudah mengeluarkan jurus Imutnya.

Marko kembali tersenyum, dan Anjani bersorak gembira di dalam hati. Ia berusaha terus memperhatikan sang pacar, Marko selalu suka jika Anjani memujinya, memanjakannya dengan kata-kata sayang. Marko sangat suka menerima bahasa cinta word of affirmation dari Anjani.

"Sayang, kita langsung pulang atau kamu mau mampir dulu?" tanya Marko.

"Langsung pulang, aku ada tugas kuliah nih," Anjani menjawab cepat.

Bohong, yang sebenarnya Anjani mau mengorek informasi tentang Waksa si pangeran kampus. Sedari tadi, Anjani selalu kepikiran pesan yang dikirim Reva dan Jeje digrup privat mereka. Kedua temannya itu melakukan sesuai yang diinstruksikan Anjani, yaitu mencari info data diri Waksa, sosial media, dan lainnya. Untungnya Reva satu fakultas dengan Waksa, semakin memudahkan saja untuk mengorek data tentang Waksa.

Jangan pandang Anjani aneh, ia memang seniat itu jika sudah memutuskan untuk menggemari seseorang. Seperti penggemar artis atau penyanyi, tentu saja para fans akan mencari biodata atau sosial media agar tahu lebih dalam idolanya. Begitu juga yang dilakukan Anjani, ia sangat penasaran dengan Waksa.

Lagi-lagi garis tegas wajah Waksa dan raut serius lelaki itu ketika berbicara dengan rekannya terbesit di otak Anjani. Kenapa Waksa bisa setampan itu? Ia menyesal baru tahu ada makhluk sempurna sedang berada di sekitanya.

"Sayang? Kamu melamun?" suara berat Marko terdengar ditelinga Anjani.

"Eh, maaf, aku kepikiran tugas," kata Anjani diakhiri dengan tawa canggung.

Marko tak boleh tahu jika ia sedang stalk lelaki lain, pacarnya itu mudah sekali cemburu. Marko belum tentu percaya jika ia hanya ingin menjadi fans Waksa tidak lebih. Ia harus menjaga hati supaya Marko tetap berada di sampingnya.

***

"AAA, thanks bestie udah mau cariin info tentang Waksa," pekik Anjani begitu ia sampai rumah dan memasuki kamarnya. Ia langsung melakukan video call kepada Reva dan Jeje, menyampaiankan rasa senang dan terima kasihnya.

"B aja," ujar Reva datar.

"Sama-sama, ingat lo cuma ngefans, ada hati yang perlu lo jaga," nasihat Jeje.

"Iya ingat, jangan suudzon mulu sama gue dong. Wajar banget gak sih kalau gue ngefans Waksa, nggak akan mungkin juga gue bakal dekat sama dia. Kita aja beda jalan," jelas Anjani menyampaikan ketidak mungkinan dirinya dan Waksa bisa dekat. Bahkan bicara atau bertatap muka saja tidak mungkin. Keduanya sangat beda, tempat belajar mereka saja beda. Jika bukan karena Anjani punya teman di universitas itu dan kebetulan fakultas kedokteran, keduanya pasti tidak akan pernah bertemu.

"Nggak ada yang nggak mungkin," Reva menyahut.

Anjani menatap Reva heran, temannya itu serius sekali saat mengatakannya. Biasanya Reva adalah orang yang paling logis, dia seharusnya tahu Anjani tidak akan pernah berani berhadapan dengan Waksa.

"Udah, udah, katanya Lo mau ngerjain tugas. Udah sana kerjain, oh iya jangan stalk berlebihan juga," ujar Jeje menengahi atmosfer tidak menyenangkan antara Reva dan Anjani.

"Oke, gue tutup vidcallnya, bye."

"Bye."

Dari posisi duduk di pinggir ranjang, Anjani berubah menjadi terlentang. Ia menatap room chat yang isinya data Waksa. Anjani membukanya, dan membaca dengan perlahan. Di sana ada biodata Waksa yang cukup lengkap, namun sangat formal. Tak ada tentang makanan favorit, atau film favorit, dan hal yang bersifat pribadi. Untung di dalam sana ia menemukan akun Instagram Waksa. Tanpa pikir panjang Anjani langsung mencari usernamenya. Benar saja, foto profil pada akun itu adalah Waksa yang mengenakan almamater. Terlihat senyuman merekah Waksa yang menggetarkan hati Anjani.

Kenapa tiba-tiba Anjani begitu menyukai kegiatan stalking Waksa?

Anjani melihat foto yang ada di akun itu, tidak banyak hanya sekitar sembilan foto. Sebagian besar foto pemandangan atau foto saat Waksa menerima penghargaan. Lelaki itu nampak bangga dengan prsetasinya. Anjani juga ikut bangga melihatnya.

Ia melihat following akun Waksa, dan kebanyakan diisi oleh perempuan. Tidak heran, siapa coba wanita yang tak menyukai Waksa. Anjani rasa hanya wanita minus yang tidak bisa melihat bagaimana sempurnanya ciptaan Tuhan yang satu ini.

Mungkin jika Waksa mau, lelaki itu bisa menjadi selebgram, secara pengikut lelaki itu banyak sekali di instagram.

Lagi asik melihat interaksi Waksa dengan pengikutnya, ponsel Anjani bergetar keras. Hampir saja ia menjatuhkan ponselnya, siapapun yang menelponnya benar-benar ingin dipukul. Ia kan sedang seru-serunya tadi.

Tetapi, melihat kembali nama Marko pada panggilan itu, Anjani tidak jadi marah. Perasaannya berubah menjadi rasa bersalah, ia seakan kepergok selingkuh dari Marko. Padahal ia hanya melihat Instagram Waksa.

To be continue

To be continue

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Bucin [Ongoing]Where stories live. Discover now