8

183 31 5
                                    

Anjani sudah kembali ke tribun, dan acara masih sampai penampilan musik. Sejak ia melihat Reva dan Waksa, pandangan sinis tak pernah lepas dari matanya. Ia manatap Reva dengan curiga.

"Ada apa sih Ni, mata lo kayak mau mangsa orang?" Reva bertanya sebal. Dari tadi Reva risih dengan tatapan Anjani yang tidak menyenangkan.

"Sejak kapan lo deket sama Waksa?" akhirnya Anjani menyampaikan unek-uneknya yang terpendam. Hatinya tidak tenang jika ia belum mendapat jawaban dari mulut Reva.

"Gue nggak deket sama dia. Lo tahu sendiri kan Waksa tuh orangnya gimana, gue orangnya gimana. Mana mungkin kita dekat," jelas Reva menyangkal.

Mau bagaimanapun Reva mengelak, intuisi Anjani masih terus berasumsi jika Waksa dan Reva memiliki hubungan tersembunyi. Anjani mempercayai matanya sendiri daripada Reva yang baru menjadi sahabatnya sejak SMA.

"Oke," Anjani tak lagi menuntut jawaban. Ia akan selidiki sendiri.

Gadis itu tidak merasa tertarik lagi untuk menonton acara ini sampai selesai. Ia perlu menata otak dan hatinya. Pikirannya sejak tadi keruh gara-gara interaksi Reva dan Waksa.

"Gue mau pulang," Anjani berujar tiba-tiba.

"Hah, sekarang? Katanya nungguin Waksa sampai selesai acara," Jeje yang duduk di samping Anjani pun kaget. Anak keras kepala seperti Anjani tidak mungkin dengan mudah berubah rencana.

"Nggak mood," jawab Anjani ketus.

Jeje menatap sahabatnya itu aneh, dan juga khwatir. Seperti ada yang Anjani cemaskan. Namun, Jeje tidak bisa menebaknya ataupun menanyakannya sekarang.

Anjani harus pulang sekarang, Jeje menoleh ke arah Reva. Membisikinya jika mereka sepertinya harus pulang sekarang.

"Gue kayaknya mau stay dulu, gue kebetulan mau ke perpus sebelum pulang."

Reva beralasan, dan Jeje tidak menaruh kecurigaan pada Reva. Padahal Reva yang paling tidak semangat untuk melihat acara lomba ini.

"Kalau gitu kita pulang dulu Rev," ujar Jeje sambil menggandeng Anjani keluar.

Keduanya berjalan ke parkiran. Anjani menumpang pada mobil Jeje. Semoga diperjalanan nanti Anjani bisa ditanyai penyebab dirinya tidak mood.

***

"Ni, kenapa tiba-tiba lo minta pulang? Nggak enal badan ya atau ada masalah lain? Tentang Waksa mungkin?" Jeje berusaha membuka percakapan antara dirinya dan Anjani, yang sepanjang keluar parkiran hingga mereka di tengah perjalanan diam dan cemberut.

Anjani menunduk lesu, pertanyaan Jeje tepat menggambarkan keadaannya. Semua ini karena Waksa—dan Reva.

"Lo emang sahabat yang paling ngerti gue. Mungkin karena lo udah kenal gue dari kecil," Anjani berujar lirih.

Ya daripada Reva, Jeje yang lebih dahulu menjadi sahabat Anjani. Sejak mereka kecil orang tua mereka sudah berteman. Sehingga keduanya sering bertemu dan bersahabat baik hingga sekarang.

"Berarti benar karena Waksa?"

"Iya."

"Emang ada apa sama cowok itu?" Jeje bertanya.

"Gue mulai benci lihat ada cewek yang deketin Waksa."

Perasaan Jeje tidak enak, "Ni, gue ingatin lo cuma nge'idola'in Waksa. Bukan suka ke Waksa," gadis itu kembali mengingatkan Anjani.

"Awalnya memang gitu Je, tapi hari ini beda. Jantung gue sakit lihat Waksa bercanda sama cewek lain."

"Tapi lo udah punya pacar, Marko."

Anjani mulai menangis. Betapa buruknya dirinya mulai melupakan perasaan cintanya pada Marko. Mereka sudah berpacaran satu tahun, dan itu bukan waktu yang singkat.

"Sorry Ni, bukan maksud gue pojokin lo. Tapi gue saranin, stay away dari Waksa. Dia bahaya buat lo."

Anjani ingin menolak saran Jeje. Namun ia tidak mungkin melakukannya, Anjani harus bertanggung jawab atas hubungannya dengan Marko.

To Be Continue

Emang iya cewek bisa suka sama dua cowok sekaligus? **jawab dong readers🤭

Bucin [Ongoing]Where stories live. Discover now