10

219 29 16
                                    

Setelah pertemuan Anjani dan Waksa di cafe. Tidak ada lagi interaksi diantara dua orang asing tersebut. Anjani yang sekarang mulai berusaha memininalisir kedatangannya ke kampus Reva dan Jeje. Bahkan bukan minimal lagi, tetapi sudah tidak pernah.

Kehidupannya sedikit hampa, tetapi hatinya tidak lagi gelisah. Hubungannya dengan Marko juga baik-baik saja. Mereka menikmati hari-hari berdua seperti dulu sebelum Anjani bertemu Waksa.

"Je, kenapa Reva akhir-akhir ini jadi menjauh ya? Diajak ketemuan aja nggak mau," tanya Anjani.

Ia dan Jeje sedang berada di mall. Mereka habis menonton film, dan kini keduanya sedang makan di food court.

Anjani dan Reva memang agak merenggang setelah kejadian usai mereka menonton lomba yang diikuti Waksa. Namun, beberapa hari kemudian Anjani sudah minta maaf dan meminta agar persahabatan mereka tidak merenggang karena seorang lelaki. Gadis itu pikir Reva akan bersikap seperti biasa lagi, tetapi malah sebaliknya. Reva nampak semakin menjauhi Anjani.

"Ini mungkin gara-gara lo nggak pernah lagi datang ke kampus. Reva benar-benar berubah sekarang," jawab Jeje dengan raut yang tidak bisa dijelaskan. Antara marah dan kecewa, serta kesedihan ada di sana.

"Maksudnya berubah gimana Je?" desak Anjani pada Jeje untuk bercerita.

Jeje diam, mengumpulkan kata-kata dahulu sebelum bercerita lebih lanjut.

"Reva, dia sekarang sangat kelihatan lagi deketin Waksa. Dia jadi lebih ekspresif dari biasanya. Tidak ada hari tanpa mendekati cowok itu Ni. Reva kayak cewek bucin. Dan anehnya, meskipun Waksa kelihatan risi, Reva tetep terobos."

"Jadi ini gara-gara Waksa?"

Jeje mengangguk, "Gue udah berkali-kali nasihatin dia Va. Tapi dia tetep kekeh sama perasaannya. Mungkin selain Lo, Reva juga mulai benci sama gue."

Anjani termenung, Reva hampir mirip sepertinya yang sudah masuk ke dalam lubang pesona Waksa. Lelaki itu sangat tahu bagaimana cara menggaet wanita. Jika Anjani belum memiliki Marko, mungkin ia akan bertindak yang sama seperti Reva. Mengabaikan semuanya demi mendapat perhatian Waksa.

Sebagai sahabat Reva, Anjani tidak ingin Reva menjadi budak cinta Waksa. Belum tentu juga lelaki itu akan menerima perasaan Reva. Dilihat dari banyaknya penggemar lelaki itu, Anjani bisa menilai jika Waksa sebenarnya adalah seorang play boy.

"Cowok itu bahaya Ni," ujar Jeje.

Anjani setuju dengan perkataan Jeje, lelaki itu memang berbahaya.

"Yang gue maksud bukan cuma pesonanya, tapi juga perilakunya," lanjut Jeje.

Anjani melayangkan tatapan penuh tanya pada Jeje. Maksud perkataan Jeje apa? Perilaku Waksa juga seburuk itu?

"Selama ini gue menyembunyikan fakta tentang Waksa. Dan gue cuma bicarain ini sama Lo Ni, mantan cewek yang sempat tergila-gila sama cowok itu."

"Oke, lanjutin Je."

"Dari luar memang Waksa tampak baik dan berprestasi sebagai mahasiswa. Tapi di luar, lo pasti kaget dengan kehidupan cowok itu. Waksa bener-bener liar, dan menakutkan. Gue pernah lihat dia mukulih orang waktu pulang dari kampus."

"Serius Je? Selain lo, nggak ada yang tahu kejadian itu? Nggak pernah ada rumor gitu tentang Waksa."

"Dia main bersih kayaknya, gue gak berani buka mulut. Dia punya geng di kampus, dab semua terahasia dengan baik. Kalaupun ada rumor, bakal ketutup sama prestasinya."

Kedua gadis itu saling bertukar pandangan. Anjani tak menyangka jika Waksa adalah orang yang menyeramkan. Jika cerita ini bukan dari mulut Jeje, mungkin Anjani tidak akan pernah percaya jika Waksa pernah berbuat hal buruk dengan orang.

Melihat prestasi, dan sikap Waksa yang ramah pada semua orang. Pasti tidak akan ada yang menyangka jika kehidupan tersembunyi lelaki itu sangat gelap. Lagi-lagi Anjani merasa beruntung sudah menjauh dari Waksa cepat mungkin.

 Lagi-lagi Anjani merasa beruntung sudah menjauh dari Waksa cepat mungkin

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.


Otak Waksa sangat penuh sekarang. Seakan semua masalah, sedang menari-nari di kepalanya minta diselesaikan.

Ia sudah pusing dengan jabatannya sebagai Presma, lalu lomba yang harus ia ikuti, serta tambahan parasit yang terus mengganggunya. Reva, sosok yang awalnya hanya sebagai alat kini semakin berani mendekatinya. Gadis menyebalkan itu terus-terusan mengganggu Waksa.

Gadis yang menguntitnya sudah menjauh, bukannya kehidupan Waksa tambah tenang malah semakin runyam. Ia harus menyingkirkan Reva terlebih dahulu sebelum otaknya semakin panas. Hukuman apa yang cocok untuk diberikan kepada hama itu. Ia bisa membuat Reva dibenci satu kampus, dan membuatnya dijauhi oleh sahabatnya.

Tapi cara seperti apa yang bisa ia lakukan. Menjauhnya Anjani benar-benar membuat Waksa tidak tenang. Waksa merasa kalah sebelum perang, balas dendamnya belum tersampaikan.

"Sa, denger deh. Ketua BEM Fakultas Akuntan ketahuan selingkuh anjir. Gosipnya bahkan udah sanpai ketelinga Dosen. Goblok banget tuh cowok, seharusnya kalau mau selingkuh liat situasi. Udah tau punya pacar, malah ngajak cewek lain ke club bareng."

Cerita gosip itu disampaikan oleh Rudi. Temannya itu selalu saja menyampaikan kabar tidak penting untuk Waksa. Gosip hanya dilakukan oleh orang bodoh.

"Ah, gue baru ingat kalau lo bukan penikmat gosip. Sorry, kebiasan ini mulut kudu cerita kalau ada informasi panas," gurau Rudi ketika tak mendapat respon. Itu sudah biasa, ia tak sakit hati.

"Muka lo kusam banget sih akhir-akhir ini?"

"Bukan urusan lo," jawab Waksa ketus.

"Gara-gara cewek kedokteran itu? Kalau lo gak suka ya tinggal bilang, jangan kasih harapan palsu. Tuh cewek kayaknya beneran suka sama lo," ujar Rudi.

"Gue nggak peduli."

"Kalau lo nggak mau, biar gue ambil aja," gurau Rudi.

Waksa terdiam, ia tiba-tiba terpikirkan sesuatu. Ia tahu apa yang harus ia lakukan pada Reva, sekaligus cara balas dendam pada Anjani. Waksa tersenyum miring, sepertinya sakit kepala ini akan segera sembuh.

"Si anjing, lo ngapai senyum serem kayak gitu," Rudi panik melihat raut wajah Waksa yang seperti psikopat.

"Jangan deket-deket sama Dia. Lo pantes dapat yang lebih baik," ucap Waksa mengakhiri perbincangan mereka. Lelaki itu berdiri dari kursinya, lalu mulai berjalan menjauh.

Rudi ditinggal kebingungan karena kalimat terakhir yang dilontarkan Waksa.

Panggil semua anggota, malam ini kita rapat, ujar Waksa melalui sambungan telponnya.

TBC

Bucin [Ongoing]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz