15

137 23 3
                                    

"Kenapa lo bikin gue lihat ini semua," tanya Anjani usai ia menghabiskan tangisnya dipelukan Waksa.

"Pengen aja," ungkap Waksa tidak terlalu peduli.

Anjani tentu saja tidak puas dengan  jawaban Waksa. Pasti ada sesuatu, tetapi ia juga tak tahu. Anjani tak akan pernah tahu jalan pikiran lelaki itu. Waksa adalah seseorang yang tidak mudah di tebak.

"Daripada itu, gue penasaran apa yang bakal lo lakuin ke pacar lo. Putus? Atau lanjut?"

Melihat drama real life dari seorang Anjani ternyata sangat menyenangkan. Hingga Waksa sangat penasaran, langkah apa yang akan Anjani ambil selanjutnya.

"Bukan urusan lo," jawab Anjani ketus, lalu gadis itu pergi meninggalkan Waksa tanpa berpamitan.

Lagi-lagi isak tangis Anjani kembali saat ia menyetir mobil. Kenangan indahnya bersama Marko terus-terusan berputar di otaknya, lalu hancur begitu ia ingat lagi bagaimana mesranya Marko dan Reva.

Astaga, bagaimana bisa Anjani sebodoh ini sampai tidak menyadari jika kekasihnya punya hubungan romantis dengan sahabatnya. Apa mungkin, kemarahan Reva hingga membuat persahabatan mereka putus adalah karena Marko?

Di saat seperti ini, ia tidak mungkin mau ke kampus atau pulang ke rumah. Ia perlu menenangkan diri.

Tapi Anjani tak mau sendirian, ia butuh sahabatnya. Anjani mencoba menghubungi Jeje, ia harap Jeje sedang tidak ada kuliah.

"Halo Je?" tanya Anjani dengan suara sedikit  sengau.

"Iya Ni? Ada apa?" tanya Jeje dari telpon.

"Hari ini lo sibuk ngga? Ada kuliah pagi?"

"Kuliah gue agak sore sih, mau main ke rumah?"

"Iya, gue mampir ya."

Setelah mendapat persetujuan dari Jeje, Anjani langsung gas mobilnya menuju rumah sahabatnya itu.

***

[Karena lo udah punya Pacar, tolong jangan lagi deketin gue Raya. Lo tahu kan, gue paling benci sama ketidak setiaan.]

Sebuah pesan Waksa kirimkan setelah Anjani pergi meninggalkannya 10 menit yang lalu. Lelaki itu masih di hotel, ia sedang ingin menikmati suasana baru. Lagipula hari ini jadwal kuliahnya masih siang. Sayang sekali jika ia meninggalkan kopinya yang masih hangat begitu saja.

[Laki-laki yang jemput aku bukan pacar Waksa. Ini hanya salah paham, dia hanya teman. Aku cinta sama kamu Waksa, please biarin aku ada di sisi kamu.]

Ponsel Waksa bergetar, dan sebuah pesan balasan dari Reva masuk. Wah, cepat sekali balasannya. Padahal, seingat Waksa Reva dan Marko juga baru keluar dari hotel.

Reva benar-benar berani, masih mengelak bahkan dengan bukti yang ada di depan mata.

Waksa tersenyum sinis. Kemudian bibirnya terkatup rapat, sedikit emosi menguasi Waksa saat menulis balasan untuk Reva.

[Picture]
[Oh, jadi temen juga ke hotel bareng?]

Waksa mengirimi Reva sebuah Foto, itu adalah foto di mana Reva bergelayut manja pada Marko tadi saat mereka hendak check-out. Ia benar-benar ingin segera mengakhiri ini semua, dan membuat Reva enyah dari hidupnya.

TBC

Bucin [Ongoing]Where stories live. Discover now