23

110 17 1
                                    

[Gue udah di depan]

[Oke, ngga mampir sarapan dulu?]

[Emang gue boleh mampir?]

[Boleh lah, kayak ngga pernah mampir aja.]

[;>]

Anjani tersenyum kecil melihat setiap pesan balasan yang dikirimkan Waksa. Lelaki itu entah kenapa semakin hari semakin lucu.

"Anjani! Waksa udah sampai tuh," panggil sang Ibu.

Anjani menoleh dan langsung bergegas keluar, tanpa menjawab sang Ibu. Hari ini ia akan interview di rumah sakit tempat Waksa sebagai dokter residen. Benar kata Jeje, ia harus mencoba semua kesempatan.

Anjani menuju ruang makan, dimana sudah ada Ayah Ibu dan tentu saja Waksa. Lelaki itu tampak santai diantara kedua orang tuanya. Anjani mengacungi jempol pada kemampuan Waksa dalam merebut hati para orang tua.

"Pagi," sapa Anjani. Dan dijawab serentak oleh Ketiga orang yang sudah ada di sana lebih dahulu.

"Yuk sarapan, takut kalian kesiangan," ajak sang Ayah mengawali sarapan mereka.

Anjani mensyukuri setiap momen yang ia lewati. Entah itu baik atau buruk. Anjani menjalani kehidupannya dengan ikhlas tanpa mengharapkan apapun dari manusia, ia percaya Tuhan akan selalu menjauhkannya dari orang jahat dan mendekatkannya dengan orang baik.

Buktinya Marko dan Reva, mereka sudah hilang dari hadapan Anjani. Yang tersisa hanya orang-orang baik yang support padanya.

Seperti Waksa misalnya, Anjani ingat ia pernah berkomitmen untuk menjauhi lelaki itu. Memang berhasil hingga 6 bulan, ia memastikan dirinya jauh dan tidak nampak dalam pandangan Waksa.

Namun tepat pada bulan ke 6, tiba-tiba saja Waksa menghampirinya ke kampus. Anjani terkejut dan tidak percaya. Bagaimana bisa Waksa tahu jurusan dan waktu dirinya selesai kelas? Dan untuk apa Waksa repot-repot untuk menemuinya.

"Gue mau bicara," ujar Waksa tanpa basa-basi.

Anjani masih menatap lelaki itu tak percaya, ia takut jika itu hanya ilusi.

"Lo beneran Waksa?" Pertanyaan konyol keluar dari bibir merah Anjani.

Waksa tak menjawab, namun langsung menggandeng Anjani menuju parkiran jurusan Bisnis. Waksa memarkirkan mobilnya di sana, lalu menyuruh Anjani naik.

"Kita mau ke mana?"

"Tempat yang lebih privat daripada kantin kampus."

Waksa tidak bicara atau menjelaskan lagi setelah menjawab pertanyaan Anjani. Sehingga keduanya hanya berdiam, sambil menunggu untuk sampai tujuan.

Sebuah kafe yang cukup hening dan sepi, namun memiliki interior mewah yang cukup membuat Anjani terpukau.

"Mau pesan apa?" tanya Waksa ketika keduanya berada di depan meja pemesanan.

"Vanila latte," jawab Anjani.

"Itu aja?"

Anjani mengangguk sebagai jawaban.

Waksa kembali menggandeng Anjani ketika mereka mencari tempat duduk.

"Sorry Sa, lo mau bicarain apa sama gue?" tanya Anjani hati-hati setelah keduanya  duduk nyaman di salah satu tempat.

"Jangan minta maaf," ujar Waksa.

Gadis itu tidak bisa menerka maksud Waksa membawanya. Untuk apa lelaki itu menemuinya, padahal Waksa benci dengan kehadiran Anjani?

Bucin [Ongoing]Where stories live. Discover now