Petrichor.

336 33 0
                                    

"what a bad day."

Mendung yang awet dari pagi dan Hakken yang akan pulang telat memperburuk suasana hatimu. Lampu ruang tamu yang sengaja tidak kamu nyalakan membuat cahaya dari gedung lain terlihat lebih terang dari biasanya.

Air hujan perlahan turun dan membasahi jalanan. Kamu masih betah duduk di sofa dengan work attire yang masih melekat dibadan, tidak berniat melakukan apa-apa sampai Hakken pulang.

Bunyi pintu yang dibuka terdengar satu jam setelah kamu hanya diam di sofa. Kamu dengan cepat berlari ke depan.

"Kirain kamu belum pulang soalnya lampu masih mati."

"Hehe. Welcome."

Hakken kelihatan capek banget dan tangannya dingin ketika menyentuh pipimu. Seperti biasa, Hakken tidak pernah lupa untuk memberimu kecupan setiap pulang.

"Hakken, aku mau cerit-"

"I'm so sorry, Love, aku boleh mandi dulu gak?"

"Oh-hng, boleh kok."

"Thank you. Oh iya, bento box di kantong plastik yang tadi aku bawa buat kamu."

"Wow, thank you."

"Mh-hm."

Hakken mengusap kepalamu lalu melenggang ke kamar. Selagi menunggu Hakken selesai mandi, kamu membuka kantong plastik yang Hakken bilang. Ada kue red velvet yang kamu suka tapi jarang kamu beli karena cukup pricey dan bento box. Kamu tersenyum menatap kotak kue red velvet.

Tiga puluh menit berlalu tapi belum ada tanda apapun dari Hakken. Kamu mengetuk pintu kamar untuk memastikan kalau Hakken baik-baik saja. Tidak ada jawaban.

Kamu membuka pintu kamar dan disambut Hakken yang tertidur masih dengan baju yang tadi dia pakai. Kamu menghela napas.

"You must be so tired."

Kamu mengambil selimut baru dari lemari lalu menutupi tubuh Hakken sampai dadanya, memastikan Hakken hangat.

"Sweet dreams."

*

Hakken PoV.

Bunyi alarm memaksa gue bangun. Gue berniat kembali tidur tapi ketika gue meraba sisi lain tempat tidur, gue gak merasakan kehadiran chérie. Sisi tempat tidur di sebelah gue masih rapih.

Gue buru-buru bangkit yang malah membuat gue menjatuhkan sehelai selimut. Gue gak merasa sempat memakai selimut tadi malam. Pasti chérie.

Tidak ada tanda-tanda chérie di dapur ataupun ruang tamu. Gue mengecek kamar mandi  dan kamar mandi tamu, tidak ada. Terakhir gue mengecek kamar tamu dan benar saja chérie ada disana. Work attire nya membentuk gunung mini di lantai. Chérie terlihat seperti buritto yang dibungkus comforter.

Ketika jarak gue dan chérie semakin dekat gue baru sadar kalau matanya sembab ada jejak air mata di pipinya.

"Hakken, aku mau cerit–"

Kata-kata chérie semalam tiba-tiba lewat dipikiran gue. Shit.

"Hakken, good morn–"

Gue gak kepikiran apa-apa selain memeluk chérie seerat mungkin. Reaksi pertama chérie jelas kaget dan badannya kaku sesaat tapi chérie tetap melingkarkan tangannya di pinggang gue.

"I'm so sorry. I'm a bad partner."

"Wha– Hakken, Hakken, what are you talking about?"

"I should've helped you last night. Sorry, I'm so sorry."

"Hakken, don't be sorry."

"I have to be sorry."

"How about you lay down here with me to make up about last night?"

Gue mengangguk lalu chérie membuka comforter.

"I'm sorry."

"Stop with your sorry's, can you? Everyone needs a good cry and I needed it last night

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Stop with your sorry's, can you? Everyone needs a good cry and I needed it last night."

"At least, kamu bisa bangunin aku dan gak perlu nangis sendirian."

"You look like a walking dead, aku mana tega bangunin nya."

"Am I?"

"Mh-hm."

"Lain kali jangan nangis sendirian, ya? Even tho you look beautiful in everyway, I don't like your puffy and reddish face that clearly saying you cried really hard."

"Okay, there won't be next time."

S E R O TO N I NWhere stories live. Discover now