11. Sabda Jatuh Sakit

14.5K 664 4
                                    

Shanum menguap lebar. Kepalanya ia sandarkan di kaca mobil, matanya dengan sayu menatap jalanan yang sedang dihujani oleh air.

Dia sedang dalam perjalanan pulang ketika waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Diana sudah meminta Shanum agar tidak pulang dulu karena hari sedang hujan. Namun, Shanum beralasan harus segera pulang karena Sabda sudah menunggunya.

"Apa mertuaku begitu ingin memiliki seorang cucu?"

Shanum menggelengkan kepalanya ketika teringat dengan hal-hal konyol. Sejak tadi pikirannya berkelana memikirkan perkataan Diana tentang Sabda yang dimarahi papa mertuanya hanya karena masalah anak. Hal itu sedikit mengusik dirinya hingga kini.

Apakah dia harus bertanya pada Sabda secara langsung?

Tepat saat itu ponsel Shanum berbunyi, dia segera mengambil benda pipih tersebut dalam tas dan melihat satu pesan masuk, dari Sabda.

[Kau di mana? Cepat pulang!]

Kalimat bernada suruhan itu dibacanya dengan helaan napas pendek. Shanum lelah, dia memang ingin segera pulang. Namun, lampu lalu lintas masih berwarna merah, hujan pun turun begitu lebat sore ini.

Tumben sekali Sabda pulang di sore hari. Biasanya pria itu betah berlama-lama di kantor dan tidak pulang ke rumah lebih dulu, melainkan bertemu dengan pujaan hatinya. Ya, siapa lagi kalau bukan Rania.

***

"Sabda bangun, ayo minum obat."

Shanum menyodorkan sebutir obat ke hadapan Sabda sedangkan tangan kirinya memegang segelas air putih untuk diminum oleh pria itu.

Shanum pulang ketika waktu menunjukkan pukul 17.08 Sabda sudah tepar di atas kasur, suhu tubuhnya meningkat drastis, Shanum kelabakan dan mengajak Sabda untuk pergi ke dokter. Namun, pria itu menolak dan memilih tidur.

Shanum sudah berusaha membujuknya untuk minum obat. Setidaknya cukup sebutir saja agar panas pria itu sedikit menurun. Namun, bukan Sabda namanya kalau tidak membuat Shanum kesal dan naik darah.

"Aku tidak suka minum obat!" Sabda melirik sinis istrinya. "Kita sudah menikah berapa lama? Apa kau lupa kalau aku benci minum obat itu?"

Ya, ya, ya. Shanum sangat tahu Sabda membenci obat. Dia bahkan tidak bisa meminum obat dengan baik dan benar, kalau dipaksakan, Sabda bisa muntah dan berakhir lemas di atas kasur berhari-hari.

"Baiklah, akan kuganti dengan obat sirup. Kamu sakit jadi minum obat dulu, ini tidak pahit," bujuk Shanum sabar dan segera mengganti tablet penurun panas menjadi sirup rasa strawberry.

Shanum menyodorkan sendok berisi sirup merah ke hadapan suaminya, meminta Sabda untuk membuka mulut. Tapi, lagi-lagi Sabda menggeleng dan menjauhkan sendok berisi obat tersebut.

"Sudah kubilang, aku tidak mau minum itu!"

"Ini tidak pahit, Mas Sabda!"

"Aku tidak mau minum obat. Jangan memaksa!"

"Apa kamu mau selamanya tidur di kasur ini?" tanya Shanum emosi.

"Kubilang tidak!!"

"Mas!"

"OGAH!!"

Shanum menghela napas begitu usahanya memberikan obat pada Sabda tidak membuahkan hasil. Drama suami istri itu tidak kunjung berakhir. Itulah kenapa Shanum benci sekali melihat Sabda sakit. Jika sakit, dia sangat begitu merepotkan dan keras kepala.

"Tubuhmu panas, sudah seharusnya minum obat." Shanum tetap sabar membujuk, pria itu tetap pada pendiriannya. Enggan meminum obat yang sudah disediakan oleh Shanum.

Surga yang Terabaikan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang