40. Akhir Sebuah Perjalanan

58.6K 1.3K 85
                                    

DUA TAHUN KEMUDIAN.

"Bagaimana perjalanan liburan kalian di Turki, kalian berdua bahagia, kan?"

Sinar menyuguhkan teh hangat di atas meja tidak lupa disusul setoples kue kering buatannya. Wanita itu duduk di hadapan Shanum.

Shanum tersenyum sembari mengangguk. "Alhamdulillah, aku gak merasa kesulitan sama sekali, Sin. Kapan-kapan kita main bareng, yuk. Lama kita gak ketemu. Aku kangen."

Sinar tersenyum mendengar ucapan Shanum, memang sudah tiga bulan lamanya mereka tidak bertemu. Setelah melewati banyak sekali tikungan tajam, Shanum memutuskan untuk kembali meniti karirnya. Dia memulai usaha baru dengan membuka sebuah toko butik di pusat kota.

Shanum membuka lembaran baru, semua rasa sakit yang dia dapatkan di masa lalu ditutupnya rapat-rapat. Shanum sekarang lebih fokus dengan kehidupannya. Semua orang menghormati keputusan Shanum. Termasuk Sabda.

"Boleh aja kalau kamu gak sibuk, nanti kita ajak yang lain, ya."

"Iya, barengan kan lebih asyik!"

Sinar sangat senang karena Shanum bertandang ke rumahnya siang ini. Matanya kemudian beralih pada halaman depan yang dihiasi rumput hijau.

"Shaka, jangain adeknya. Jangan sampai jatuh, ya!" seru Sinar pada Shaka anak pertamanya yang berusia lima tahun.

"Iya, Ibu!" jawab Shaka ceria.

Sinar dan Shanum tengah memperhatikan kegiatan dua anak kecil beda usia yang sibuk bermain-main di sana. Beruntung siang ini tak terlalu terik, jadi anak-anak bebas bermain tanpa kepanasan.

"Kenapa dia gak mirip sama kamu aja, ya," kata Sinar pelan.

Pandangan Sinar tertuju pada anak berusia dua tahun yang sedang lucu-lucunya. Gadis kecil itu memiliki wajah mirip ayahnya. Dari ibunya dia hanya mewarisi kulit putih yang indah. Perpaduan yang sangat pas, membuat anak itu tampak menggemaskan.

"Di mana-mana anak perempuan itu selalu mirip bapaknya, yang penting sifatnya kayak aku, Sin." Shanum berkilah.

"Iya, sih. Arumi sudah besar, ya. Aku masih inget perjuangan kamu saat ngelahirin dia tuh gimana. Aku bangga sama kamu, Sha. Kamu sanggup melewati semua ini sendirian, padahal itu bukan hal yang mudah buat kamu." Sinar prihatin.

Shanum berhasil melahirkan seorang anak perempuan yang cantik lewat operasi caesar. Kondisi Shanum yang kritis kala itu nyaris membuatnya kehilangan Arumi, tekanan hebat semasa hamil membuat bayi itu lahir dalam kondisi prematur. Namun, berkat kegigihan dan dukungan dari banyak orang, Shanum mampu merawat Arumi dengan baik.

Arumi Nisa Nayaka.

Nama itu Sabda berikan padanya tepat ketika si bayi lahir ke dunia. Sabda tak lagi berstatus sebagai suami Shanum. Namun, Sabda ingin menyematkan nama indah itu untuk anaknya, nama yang sudah dia siapkan jauh-jauh hari sejak Shanum hamil.

"Arumi memiliki makna keturunan yang baik dan harum namanya. Aku ingin kelak dia tumbuh menjadi perempuan dengan akhlak yang baik, meskipun aku bukan suami yang baik untukmu, aku ingin menjadi ayah terbaik untuknya. Aku tahu, aku tak pantas berkata begini, anggap saja ini permintaan terakhirku."

Sabda mengatakan itu ketika Shanum berada di rumah sakit dan sedang dalam masa pemulihan.

Sabda tidak masalah jika Shanum menolak nama itu. Dia sadar bahwa selama ini Shanum tak mendapatkan satu pun peran suami dari dirinya.

"Namanya cantik. Terima kasih sudah memberikannya nama itu." Shanum tersenyum.

Shanum memilih untuk menyerah pada pernikahannya. Sabda tetaplah ayah Arumi, dia tidak memisahkan anak dari ayahnya sendiri. Shanum hanya memilih jalan untuk tak lagi tersakiti. Tak ada manusia yang menikah hanya untuk saling menyakiti. Untuk apa melanjutkan perjalanan jika dua orang dalam satu bahtera pernikahan tak lagi sejalan?

Surga yang Terabaikan (END)Where stories live. Discover now