39. Debar Masa Lalu

25.7K 894 44
                                    

Setiap orang di dunia ini pasti ingin menikah hanya sekali seumur hidup. Tidak ada orang yang menikah hanya untuk menciptakan perpisahan. Jika ada problem dalam rumah tangga, semestinya mereka harus bisa mencoba untuk meluruskan, bukan membiarkan.

Sama dengan Shanum. Dia ingin menikah hanya sekali seumur hidup bersama pria yang sama. Namun, Shanum tidak bisa mengharapkan apa-apa dari pria yang sekarang menjadi suaminya.

Kadang dia berpikir apakah perpisahan adalah ending terbaik untuk kisah mereka. Mungkin benar sejak awal mereka memang tidak berjodoh.

"Shanum."

Oh, ternyata mama mertuanya. Shanum menoleh ke arah wanita tersebut yang melambai di depan pintu. Posisi Shanum sekarang tengah berada di bangku halaman rumah orang tua Sabda.

"Ada apa, Ma?"

Diana tersenyum. "Sini, ikut Mama."

Dahi Shanum berkerut ketika sang mama menariknya pergi tanpa mengatakan maksud dan tujuan beliau.

Tiba di ruang tengah, mama mertuanya itu menyuruh Shanum duduk di sebelah beliau. "Coba liat ini." Diana membuka ponselnya, kemudian memperlihatkan beberapa foto padanya.

Foto perhiasan.

Kembali Shanum mengerutkan dahinya, bingung. "Maksudnya apa, Ma?"

"Ah, kamu. Tadi pagi 'kan Mama sudah bilang, perusahaan suamimu mengeluarkan beberapa produk baru. Salah satunya cincin ini."

Diana kembali menunjukkan cincin mewah yang terbuat dari platinum dengan pilinan bunga melingkar berhiaskan safir biru.

Shanum tersenyum, lembut. "Kalau Mama yang pakai pasti semakin bertambah cantik. Cincin serta kalung ini pas untuk dipakai ke pesta iya, 'kan, Ma? Biasanya Mas Sabda sering menyarankanku pergi ke pesta memakai cincin atau kalung seperti ini, tapi aku kurang cocok memakainya."

"Ih, kamu." Diana menepuk pelan lengan sang menantu. "Kata siapa kamu tidak cocok pakai ini? Mama lihat kamu selalu cocok pakai perhiasan apa pun, tubuhmu juga mungil. Sangat cantik." Pujinya berlebihan.

"Waktu itu Mas Sabda membelikan kalung paling mahal untukku. Aku kaget dengan harganya."

Diana tertawa menanggapinya. "Tentu saja harus mahal. Lagipula Sabda tidak mungkin memberimu perhiasan murahan. Mama juga akan marah jika dia memberimu barang-barang murahan atau palsu." Mertuanya kembali teringat sesuatu. "Mama punya beberapa perhiasan, siapa tahu cocok untukmu. Tunggu sebentar."

Diana segera bangkit dari kursinya meninggalkan Shanum sebentar. Wanita itu tak sempat mencegah karena beliau sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar.

Di sisi lain, Shanum merasa sangat beruntung. Memiliki mertua yang baik adalah impian semua wanita. Meskipun Diana bukan ibu kandungnya, tapi dia yakin Diana tidak akan memberikan kesakitan padanya.

Tidak berapa lama, Diana keluar dari kamar seraya membawa kotak perhiasan. Di sana ada kalung, cincin, sampai gelang. Semuanya berbahan platinum. Shanum yakin harganya sangat fantastis.

Shanum mengambil sebuah gelang kecil yang sangat lucu. Perempuan itu segera beralih pada mertuanya.

"Lucu sekali. Ini gelang bayi, 'kan, Ma? Mama punya anak perempuan?" tanya Shanum seraya memainkan gelang berukuran mungil di tangannya.

"Dulu mama berharap punya anak perempuan, tapi dua anak mama laki-laki. Jadi, gelang itu mama simpan. Kamu suka? Ambilah, siapa tahu nanti anakmu lahir perempuan."

Shanum menatap mama mertuanya dengan ragu. Dia belum tahu jenis kelamin anaknya secara jelas.

"Benarkah? Boleh aku menyimpan ini, Ma? Tapi, bagaimana kalau yang lahir ternyata anak laki-laki?"

Surga yang Terabaikan (END)Where stories live. Discover now