15: posesif

92K 9.1K 351
                                    

Jeje keluar dari kamar mandi menggunakan boxer dan hoodie yang kemarin malam ia pakai.

"Lo ngapain pakek itu lagi?" Tanya Leo yang dihadiahi kerutan didahi Jeje.

"Terus gue pakek apa?"

Leo mengambil sebuah plastik berisi baju baru untuk Jeje.

"Nih,pakek ini"

"Lo beli baru?"

Leo mengangguk membenarkan ucapan Jeje.

Jeje membuka plastik tersebut dan mendapati boxer,celana,dan juga kaos putih dengan gambar bumi di bagian depannya.

Jeje kembali masuk kedalam kamar mandi lalu mengganti pakaiannya dengan pakaian baru yang Leo berikan.

"Pas?" Tanya Leo yang melihat Jeje sudah keluar kamar mandi dengan memakai pakaian yang ia berikan tadi.

Jeje mengangguk anggukkan kepalanya semangat membuat poni yang menutupi dahinya ikut bergerak.

Pastinya hal itu membuat Leo gemas hingga akhirnya Leo menghampiri Jeje yang masih berada didepan pintu kamar mandi dan kemudian pemuda itu menciumi seluruh wajah Jeje.

Cup

Cup

Cup

Leo mencium wajah Jeje brutal membuat empunya merengek kesakitan.

"Kak! Jangan gitu sak-"

Cup

Leo mencium bibir Jeje sebelum pemuda itu menyelesaikan ucapannya.

"Udah yok!" Ajak Leo setelah puas menciumi wajah Jeje.

"Kemana?"

"Makan"

"Makan apa?"

"Terserah,lo mau makan apa?"

Belum sempat Jeje menjawab,bel apartemen Leo telah berbunyi terlebih dahulu.

Apalagi bel yang dipencet dengan sangat brutal membuat keduanya menatap pintu apartemen bersamaan.

Leo mendengus sebal,lalu ia berjalan menuju pintu apartemen dan membukanya.

Saat membuka pintu apartemen terlihat Dana yang tersenyum jahil.

"Ngapain disini?" Tanya Leo to the point.

"Ya elah! Suruh masuk dulu kek Le!"

"Ga,ngapain kesini?"

"Gue mau disini dulu ya? Rumah gue lagi ada perang,sebenernya gue udah kerumah sakit tapi malah diusir sama si Rio"

"Kenapa diusir?"

"Gara gara ada suster yang bilang kita bisa bikin anak"

Leo mengernyitkan dahinya,bingung dengan perkataan Dana.

"Gue masuk ya? Pengen minum"

Tanpa menunggu persetujuan Leo,Dana langsung nyelonong masuk dan mendapati Jeje yang berdiri didepan kamar Leo.

"Lah?! Dek Jeje? Ngapain disini!" Tanyanya heboh.

"Eh kak Dana ya?"

Dana tersenyum gemas apalagi penampilan Jeje yang imut dengan menggunakan kaos oversize yang dipakainya membuat pemuda itu ditambah dibuat gemas.

"Ga usah liat" ucap Leo mengagetkan Dana yang asik melihat keimutan Jeje.

"Posesif!" Balas Dana sinis.

Leo mendengus untuk kedua kalinya.

"Ayo makan"

Jeje mengangguk mendengar ajakan Leo,lalu Leo mengambil tangan Jeje untuk digandeng.

"Mau kemana?" Tanya Dana.

"Makan" jawab Leo,sedangkan Jeje hanya terdiam karena malu tangannya digandeng Leo.

"Ikut"

"Ck,ga usah"

"Le! Ikut,mau makan!" Rengek Dana,membuat Leo jijik dengan perilaku pemuda yang satu ini apalagi tangan Dana yang menggoyang goyangkan lengan Leo.

Leo mendorong Dana hingga tersungkur dilantai.

Bruk

"Kak! Jangan gitu,kasian kan kak Dana" ucap Jeje sambil menghampiri Dana yang sudah terduduk dilantai.

Leo berdecih tak suka,ia menarik tangan Jeje yang hendak mengulurkan tangannya untuk Dana.

"Ga usah dia bisa berdiri sendiri"

"Dek Jeje tolongin mas Dana" rengek Dana lagi,membuat Leo mengeratkan genggaman tangannya pada Jeje.

"E-eh ga usah deh dek kamu sama mas Leo aja" ucap Dana saat melihat aura kegelapan Leo.

Jeje hanya tersenyum paksa ternyata si kakak kelasnya ini cukup posesif.
.
.
.
.
Rendi berjalan dikoridor sekolah sendirian karena Jeje yang katanya tidak bisa masuk sekolah.

Menghela nafas panjang saat dirinya berpapasan dengan Bagas tapi sikap Bagas yang tiba tiba menjadi dingin.

Setelah Bagas mengajak Rendi berpacaran,pemuda itu tidak lagi menjadi seseorang yang clingy padanya.

Bahkan Bagas tidak menyapanya saat berpapasan dijalan jangankan menyapa meliriknya saja Bagas tidak mau.

"Bangsat! Gue kok jadi gini sih njir?!" Umpat Rendi,saat menyadari dirinya yang malah merasa kehilangan dan menyesal.

Rendi berjalan dengan langkah gontainya menuju kantin.

Sesampainya dikantin dirinya harus bersabar melihat Bagas yang duduk dengan sekumpulan gadis gadis yang makan dikantin.

Pemuda itu juga tertawa bersama sama dengan gadis gadis itu,bahkan tangan Bagas sempat terulur untuk mengusak kepala gadis yang duduk disebelahnya.

Rendi merasa ada sesuatu dihatinya yang merasa muak dengan sikap Bagas,niat untuk membunuh gadis tersebut juga terlintas dibenak Rendi.

Rendi tidak jadi pergi makan,ia memutuskan untuk kembali kekelas dan duduk dibangkunya dengan kepala yang disembunyikan.

Ya,Rendi sedang menangisi sikap Bagas juga menangisi penyesalannya.
.
.
.
.
Disisi lain Rio tengah diganggu dengan suster rumah sakit yang kemarin.

Sudah lebih dari 1 jam suster tersebut tidak pergi dari ruang rawatnya.

"Mas kalau bener bener jadi sama temen mas yang tadi jangan lupa bilang ke saya ya mas"

"Mbak suster,saya udah bilang kan kalau saya ini lurus,normal,straight ga belok kayak yang ada dipikiran mbak"

"Ah masa? Tadi pas mas yang satunya pergi muka masnya kek nyesel gitu"

Rio mendengus sebal,ada apa dengan manusia didepannya ini? Astaga.

"Muka saya emang gini mbak"

"Mas! Dengerin nih ya? Mas-nya itu cocok sama mas yang tadi! Mas jadi uke,mas yang satunya jadi seme"

"Uke?"

"Iya! Pihak bawah"

"Saya? Jadi pihak bawah?! Yang bener lo mbak! Hahaha masa iya cowok ganteng kek gue jadi yang di tusbol"

"Mas! Mukanya mas tuh imut imut gitu,jadi cocoklah kalau jadi uke"

Lagi lagi Rio mendengus sebal ia memutar bola matanya hingga dokter yang menanganinya masuk kedalam ruang rawat dan suster tersebut terpaksa keluar dari ruangan Rio.

Sungguh,Rio benar benar bersyukur dengan kedatangan dokter berjas putih ini.
____________________

Tbc...

Vote+komen+follow!

KAKEL||ENDWhere stories live. Discover now