28: sebuah tamparan

73.8K 8.1K 1.9K
                                    

Pagi ini Jeje sedang menuju ke apartemen Leo,karena hari ini weekend jadi Jeje memutuskan untuk mengunjungi pacarnya itu.

Jarum jam yang melekat ditangannya menunjukkan pukul 10 pagi,Jeje yakin jika Leo belum bangun dipagi hari ini.

Setelah taxi yang ditumpanginya berhenti tepat digedung apartemen Leo,Jeje segera turun dan berjalan menuju apartemen pemuda yang berstatus sebagai pacarnya itu.

Sebenarnya Leo sudah akan menjemputnya untuk pergi jalan jalan disiang harinya,tapi Jeje rasa mengunjungi Leo dipagi hari maka akan lebih baik dan tidak ada salahnya kan?

Jeje keluar dari lift,berjalan kearah apartemen Leo.

Saat sampai tepat didepan apartemen Leo,Jeje dibuat bingung karena pintu apartemen yang tidak dikunci,dan sedikit terbuka.

Jeje berpikir jika Leo lupa menutup pintu jadinya Jeje langsung membuka dan memberikan kejutan untuk kakak kelasnya dipagi hari ini.

Deg

Seluruh organ tubuh Jeje terasa berhenti,Jeje berdiri mematung melihat kejadian yang menyakiti hati dipagi hari ini.

Dadanya terasa nyeri,seluruh tubuhnya begetar dan juga bola matanya ikut bergetar siap mengeluarkan air.

Pemandangan didepannya mengoyak hati Jeje,didepannya terlihat Leo yang sedang berciuman dengan Diana.

Diana melumat bibir Leo,bahkan gadis itu meletakkan kedua lengannya dileher Leo.

Diana terlihat sedikit melirik kearah Jeje,lalu tersenyum seakan mengejek pemuda yang kini sedang patah hati.

Jeje masih tidak bersuara,tetap berdiri disana melihat segala hal yang seharusnya tidak ia lihat.

Leo mendorong tubuh Diana menjauh darinya saat dirinya melihat Jeje yang tengah berdiri didepan pintu apartemennya.

Leo menghampiri Jeje,memeluk tubuh bergetar itu erat.

"Jeandra,kamu jangan marah kamu cuman salah paham! Oke?"

Leo melepas pelukannya,lalu menatap Jeje yang malah diam tak bersuara.

Plak

Jeje menampar pipi Leo,tubuhnya kembali bergetar hebat,walaupun begitu tidak ada setetes air mata yang turun dan lolos keluar dari mata Jeje.

"Sialan" ucap Jeje dingin,dirinya segera keluar dari apartemen Leo,tapi baru dua langkah Leo langsung menahan tubuh Jeje,memeluknya dari belakang dengan sangat erat.

"Lepasin!" Ucap Jeje lagi,suara Jeje berubah seketika menjadi lebih dingin dari pada sebelumnya.

"Ga! Kamu cuman salah paham sayang!"

Jeje terkekeh mendengar perkataan Leo,kalau memang salah paham kenapa Leo nampak menikmati ciumannya dengan Diana?

Jeje membalik tubuhnya menghadap Leo.

"Kenapa lo nikmatin ciuman itu? Kenapa lo cuman diem selama itu? Kenapa lo ngebiarin cewek itu nyium bibir lo lama?"

Air mata Jeje sudah menetes turun kepipi gembilnya,pemuda itu terkekeh sambil mengusap air mata yang membasahi pipinya itu.

"Gue mau pulang,lepasin"

"Aku anterin"

"Gue bilang lepasin! Gue ga minta anterin pulang bangsat!"

Leo tercengang,dirinya baru saja mendengar Jeje mengumpat tepat didepan wajahnya.

Leo melepaskan tubuh Jeje dari rengkuhan kedua tangannya,Jeje sendiri tengah menatap Diana yang berpura pura memasang wajah bersalah.

"Buat lo! Mending lo mati aja" ucap Jeje kemudian,dan setelahnya ia keluar meninggalkan apartemen Leo.

.

.

.

.

Beralih ke keadaan Rio yang kini masih belum bisa berjalan lancar,karena ulah Dana si teman gilanya itu.

"Pantat lo masih sakit?"

"Ga"

"Jangan ngambek dong yo! Kan lo tau hormon gue kelebihan"

Rio tidak mendengarkan ucapan Dana,dirinya beranjak dari sofa yang tadi ia duduki dengan tertatih tatih.

"Sini gue gendong,biar ga sakit"

"Ga"

"Lo dari tadi bilang ga mulu dah"

"Hm"

"Rio,jangan kek gini dong,iya deh gue min-"

Suara ponsel Dana memotong ucapannya,sang empu membukanya dan terlihat nama seorang gadis dilayar benda pipih itu.

Dana menyambungkan sambungan telefon dari Karin,gadis yang 2 hari yang lalu putus dengannya.

"Halo?" Ucapnya.

"Dan,lo bisa ga kerumah gue? Gue beneran butuh lo Dana!"

"Eh lo kenapa Rin? Suara lo kek abis nangis?"

"Dana! Please lo kesini ya"

"Oke,lo tunggu dirumah lo aja,gue otw kesitu"

Dana memutuskan sambungan telepon,ia menatap Rio yang menatapnya juga.

"Gue kerumah Karin dulu ya bro! Doain semoga kita bisa balikan lagi" ucap Dana yang kemudian langsung melesat keluar dari apartemen Rio.

Rio mematung,mendengar perkataan Dana.

Rio tertawa hambar,apa dirinya hanya sebuah mainan? Apa yang mereka lakukan kemarin hanya sebuah percobaan?

Ah kenapa Rio menjadi berharap seperti ini? Bahkan kata sayang saja tidak pernah terucap dari mulut Dana.

.

.

.

.

Di lain sisi Bagas dibuat bingung dengan Rendi yang sama sekali tidak mengangkat panggilan telpon darinya,membalas chat juga tidak.

Bagas kembali dibuat bingung saat dirinya berada didepan rumah Rendi.

Adiknya Rendi,Rea.

Gadis itu mengatakan jika Rendi tidak ada dirumah,gadis itu juga bilang jika Rendi belum pulang dari kemarin malam.

Panik?

Tentu saja Bagas panik.

Dirinya terus menelfon Rendi,dan untuk yang ke 10 kalinya baru Rendi menjawab sambungan telefon dari Bagas.

"Lo dimana?!" Ucapnya sebelum Rendi mengucapkan sebuah kata.

"Kenapa?" Suara serak khas orang bangun tidur terdengar dari seberang sana.

Bagas mengernyit bingung,tidur dimana pemuda itu?

"Lo sekarang dimana?"

"Jeje"

Setelah mengatakan hal itu,Rendi langsung menutup panggilan telfonnya.

Rendi benar,pemuda itu tengah berada dirumah Jeje,ia menginap dirumah sahabat satu satunya itu setelah kemarin sudah puas menangis karena ucapan Bagas yang mengiris hati.

_______________

Tbc...

Vote+komen+follow!

KAKEL||ENDWhere stories live. Discover now