Bab 2 : Perjodohan

1.9K 262 2
                                    

**

Merapikan jasnya, Arion masuk ke dalam private room. Dipikirnya ini akan menjadi acara ramai, bersama para bapak-bapak yang berlakon kolega.

Namun, nyatanya di sini hanya ada orang tuanya, sepasang suami istri yang beberapa kali pernah bertemu dengan Arion, hanya saja ia lupa siapa nama mereka.

"Duduk sini," panggil lembut sang ibu.

Arion menuruti, duduk di antara ayah dan ibunya. Alis mengerut ketika melihat kursi kosong yang ada di hadapannya, tetapi sebuah tas bertengger rapi di sana.

Ia berasumsi bahwa dua orang dewasa di hadapannya tengah bertengkar, itu makanya memberikan jarak. Lama mencari jawaban, Arion tidak menyadari seorang perempuan kini duduk di kursi kosong itu.

"Tante, Om, saya permisi dulu, nggak bisa lama-lama, masih ada kerjaan." Perempuan itu tersenyum lembut.

Mata Arion tak bisa lepas. Bibir kecil, hidung mancung, tirus, tubuh proposional, perawai anggun, wajah manis, serta tatapan mata hangat, membuat ia terkunci beberapa detik.

"Ah, sebelumnya kenalin dulu anak, Om. Namanya Arion," Safir beralih pada sang putra, "dan Arion, ini Fidelya. Ayah, ibu, Om Dava dan Tante Callia, sepakat untuk jodohin kalian. Terima nggak, kamu?"

Arion tidak salah dengar? Ditatapnya sang ayah yang seakan tak berbohong. Ia menelan ludah susah payah, menatap lagi perempuan itu. Sepertinya orang tua Fidelya telah ditipu oleh orang tuanya.

Bagaimana bisa mereka menjodohkan putri secantik itu pada laki-laki playboy sepertinya?

"Aku, sih, mau. Tapi gimana Fidelya?" tanyanya, menatap intens sang calon tunangan.

Perempuan itu mengangguk tanpa ragu, dengan senyum lembut melengkung. "Aku siap."

Mata Arion melebar, tak habis pikir dua kata itu berhasil membuatnya susah bernapas. Sampai Fidelya meninggalkan ruangan tersebut, Arion masih saja terpaku.

"Kapan acara tunangannya?" tanya Arion pada sang ayah.

"Terserah kamu dan Fidelya." Safir menjawab dengan tenang.

"Besok kalau gitu," putusnya.

Ayahnya malah ternganga sekian detik, kemudian melirik orang tua Fidelya. Terdengar dehaman dari Dava, sengaja meminta perhatian Arion.

"Jangan terlalu cepat, masih banyak waktu untuk persiapan." Dava menolak permintaan Arion.

"Kenapa gitu? Yang dijodohkan saya sama Fidelya, itu berarti waktu dan tempat tunangan, kami yang tentuin."

Safir menepuk bahu sang putra. "Kamu ini, suka sekali buru-buru. Emang udah nanya Fidelya, dia mau besok atau bulan depan?"

Arion segera bangkit, tujuannya adalah area parkir. Mungkin saja Fidelya masih di sana, bisa ditanyakan kapan bagusnya acara tunangan mereka. Jika tak mau besok, maka akan dipaksanya untuk setuju.

Inginnya cepat, agar rasa penasaran ini terselesaikan. Arion benar-benar tak bisa berhenti memikirkan senyuman perempuan itu, jika sudah bertunangan, maka tak ada alasan baginya dan Fidelya untuk mengambil jarak.

Arion takut jika berlama-lama, yang ada Fidelya tidak ingin lagi bertunangan dengannya karena mendengar sepak terjang, prestasinya dalam bermain perempuan.

Sesampainya di area parkir, Arion berkeliling mencari keberadaan wanita itu. Namun, nihil, tak ada jejak. Ia mengeram kesal, mengacak rambut frustrasi.

Perjodohan macam apa ini? Bahkan tak berlangsung satu menit dikenalkan, tetapi dirinya sudah ditinggalkan.

Arion menendang angin, seumur hidup, baru kali ini dirinya merasakan jatuh cinta sekali tatap. Diputuskan untuk kembali ke private room, menemui orang tua Fidelya untuk meminta nomor ponsel.

"Om, Tante," Arion mengatur pernapasan akibat kaki diajak berlari, "boleh saya minta nomor HP Fid-"

Matanya hampir keluar dari tempat kala melihat para pelayan membersihkan ruangan tersebut. Arion melihat ke sekitar, mencari keberadaan orang tua dan calon mertuanya.

"Di mana pemesan ruangan ini?" tanya Arion pada salah satu pelayan.

"Barusan udah pergi, Pak."

Lagi-lagi Arion menggeram kesal, malam ini dirinya seperti dipermainkan. Namun, jika diingat lagi, ia hanya sedang tidak beruntung.

--

VOTE dan KOMEEEN!

Jebakan Pak CEO (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang