Bab 6 : Berubah

1.4K 170 0
                                    

Tanpa berpikir panjang, Arion mengiyakan syarat yang dicetuskan oleh ayahnya. Bukan bicara mampu dan tak mampu, sebenarnya Arion bisa bertanggungjawab pada pekerjaan, hanya saja niat dalam diri tak ada meski hanya secuil pun.

Namun, mendengarkan nomor ponsel Fidelya, membuat dirinya berubah hampir seratus persen. Tak ada yang menyangka, di pukul 14.00 Arion masih betah berada di meja kerjanya, bahkan Derry, asisten pribadinya dibuat tercengang.

"Ekspresi lo bikin gue nggak konsen," tegurnya pada Derry.

"Ini masih jam dua, Pak Bos bisa balik, kok." Sedari tadi Derry memaksa Arion untuk pulang.

Arion berdecak. "Mending lo keluar, deh. Gue lagi konsen, lo malah nggak respect."

"Bukan gitu, Bos, ini gue takut kalau lo bikin masalah, ujung-ujungnya malah gue yang dimarahi atasan." Derry bersandar di sandaran sofa, mengangkat kaki ke atas meja.

Memang terkesan tak sopan, tetapi Arion tidak pernah memusingkan itu. Derry adalah adik sepupunya, usia mereka terpaut dua tahun. Arion sendiri yang menawarkan pekerjaan ini pada Derry, sebab sangat mempercayai kinerjanya.

"Ada udang di balik batu," ucap Derry.

Sudah satu tahun menjabat posisi ini, perubahan Arion sekarang sangat pesat, itu mengapa adik sepupunya tersebut langsung tahu bahwa ada sesuatu di balik sikapnya hari ini.

"Berisik lo, mending balik ke meja lo," usirnya sembari mengibaskan tangan.

Derry tidak mengindahkan, malah semakin santai duduk di sofa, mencari posisi ternyaman. Arion tidak memusingkan lagi, memilih untuk semakin fokus pada pekerjaannya.

Jika saja saat ini ia jujur pada Derry, mungkin akan menjadi bahan tertawaan. Ario masih sadar bahwa dirinya ini harus punya martabat di depan bawahan, oleh karena itu lebih baik simpan saja sendiri.

---

Lelah bukan main menyelesaikan pekerjaan, Arion mengempaskan tubuh di atas sofa ruang tengah keluarga. Kakinya seakan tak mampu menaiki tangga dan mencapai kamar, alhasil sofa menjadi tempatnya tepar.

Hari ini dirinya terpaksa lembur, sampai di rumah sudah pukul 22.15, beruntung ia tak menyetir, Derry dengan senang hati mengantarkannya sampai rumah, itu mengapa sekarang mobilnya ditinggalkan di kantor.

Suara langkah terdengar mendekat, punggung Arion ditepuk beberapa kali, tetapi ia sama sekali tak ingin menyahuti jika yang bersangkutan tidak buka suara.

"Pindah, kalau mau tidur, ke kamar, sana," tegur seorang wanita.

Arion membuka mata, mendapati wajah cantik dan perawakan anggun bak malaikat turun dari surga. Ia mengerjapkan mata berkali-kali, dirasakan lagi tepukan pada bahunya.

"Fidelya?" gumamnya, beberapa kali mengerjapkan mata demi memperjelas pandangan.

"Ini Ibu, bukan Fidelya," wanita itu tersenyum geli, "duh, segitunya suka sama Fidelya sampai-sampai kebawa mimpi gini."

Arion menggelengkan kepala, kembali mengerjapkan mata. Mengerang kesal ketika mendapati wajah sang ibu, dan bukan perempuan yang tengah dicarinya.

Ia bangkit, tak menyangka lelah ini membuatnya delusi. Kaki dipaksakan untuk berjalan menaiki tangga, menuju kamarnya yang berada di lantai atas.

"Coba bujuk ayah, pasti sekarang ayah mau ngasih nomor HP Fidel," kata sang ibu.

Arion tidak ingin memohon, cukup kerja kerasnya saja yang membuktikan. Lagi pula, menurutnya ini cara terkeren untuk mendapatkan kontak Fidelya, meskipun awalnya ia sangat-sangat membenci kantor tersebut, tetapi tak perlu dipusingkan lagi. Ada hasil yang bisa diraihnya.

Kemarin Arion benar-benar tak punya tujuan, yang ada hanya kebencian jika melihat sang ayah berada di belakang meja terus-menerus, dan ibu sibuk dengan bisnis serta dunia sosialitanya.

Fidelya adalah tujuannya. Arion bertanya-tanya, mengapa perempuan itu tidak segera mencari tahu tentangnya setelah pertemuan di hari itu. Padahal, semua perempuan akan langsung penasaran padanya meski hanya sedetik bertatap muka.

"Bu, boleh tanya?" Arion berbalik, menatap ibunya yang masih memijakkan kaki di lantai bawah.

"Boleh, kenapa?" tanya ibunya.

"Apa tujuan dari perjodohan ini?"

Ibunya sedikit terperangah, meski begitu cepat mengganti ekspresi. "Biar kamu dapet jodoh yang baik, bukan cewek sembarangan yang sering kamu temui di klub malam."

"Yakin, itu doang?" tanyanya lagi.

Sebab, persyaratan dari ayahnya seakan menegaskan bahwa, beliau pun tengah mengambil kesempatan untuk membuat Arion berkenan menerima takdir sebagai penerus Saf Corp.

Ia mendengkus kesal. "Kenapa tidak intropeksi sebelum menjerat aku? Setidaknya cari tahu kenapa aku bisa seberengsek kemarin," ungkapnya penuh kekecewaan.

Namun, meski begitu, apa yang dilakukannya hari ini malah sepenuh hati jika mengingat Fidelya. Terkesan tak tertekan, Arion benar-benar ikhlas melakukannya.

---

Vote dan komen

Yuuuhuuu
Kalian bisa baca cerita Key di akun AlexandraMilenius dengan judul JEBAKAN BUCIN

Dan untuk cerita Alin kalian bisa baca di akun Kanalda_ok dengan judul JEBAKAN CINTA

ILY GEESS

Jebakan Pak CEO (END)Where stories live. Discover now