Bab 22 : Pin

1K 141 4
                                    

Arion : Aku lupa ngasih tahu sandi kartu ATM-nya. Tanggal lahir kamu.

Fidelya menarik napas dalam ketika membaca chat dari Arion, ia hembuskan perlahan napasnya, kemudian memijat pelipis. Untuk sebuah pin saja, lelaki itu malah menggunakan tanggal lahirnya. Sudah jelas, bukan, sebesar apa cinta Arion padanya?

"Ngelamun?" tanya sebuah suara yang membuka pintu tanpa diketuk, "pengantin baru, kok, ngelamun? Kalau kangen, ya, ketemu kali."

Fidelya mendengkus, mengancam melemparkan bolpoin pada juniornya di zaman kuliah. Keyvano, jika dulu melihat pria itu seakan jantung ingin keluar dari tempatnya, lambat-laun Fidelya merasakan biasa saja.

Ia sadar, yang kemarin itu hanyalah rasa penasarannya pada Keyvano, sebab tak bisa mengungkapkan perasaan. Ya, yang namanya cinta terpendam sampai kapan pun akan selalu menjadi penasaran, dan hal itu bisa Fidelya hapus hanya dengan terbiasa menjadi sahabat dan terus menyadarkan diri bahwa kesempatan mereka bersama sangat tipis.

Karena sebenarnya, kesempatan itulah yang membuat insan berharap pada orang yang dikagumi.

"Mau ngapain lo ke sini?" tanyanya, sembari mengatur kerak baju, sebab sang bos sedang duduk di hadapannya.

"Enggak, mau lihat-lihat aja," Keyvano bersandar, "ngomong-ngomong, abang ipar gue nggak ngomong sesuatu?"

Fidelya mengerutkan kening. "Gue nggak bisa tahu kalau lo nggak spesifik nanyanya. Lo, kan, tahu sendiri kalau abang lo banyak omong."

Keyvano tertawa keras. "Iya, sih. Tapi sebenarnya dia baik, tahu. Dia lebih mikirin adiknya daripada dirinya sendiri, bahkan gue yang cinta sama Alin aja, bisa nggak merasa percaya diri di depan Bang Dav."

"Maksudnya?"

"Ya ... karena gue rasa, cintanya Bang Dav ke Alin, lebih besar dibading cinta gue ke Alin."

Fidelya mendengkus. "Lo cuma lagi cemburu aja."

"Ya kali, gue cemburu ke ipar," sela Keyvano, tidak terima, "Bang Dav nggak ada ngomong mau balik ke rumah ayah dan ibu?"

Mencoba mengingat, Fidelya menggeleng pelan. "Dia cuma nanya, rencana gue ke depan mau ngapain. Emang kenapa?"

Keyvano menghela napas berat. "Gue jadi merasa bersalah, biar gimana pun marahnya Bang Dav sebagian karena gue juga."

Fidelya cukup penasaran dengan topik yang diangkat Keyvano, maka ia majukan tubuhnya, bersiap mendengarkan dan berniat tidak akan melewatkan satu kata pun. Ya, hitung-hitung ini adalah kesempatannya lebih mengenal Arion, sebab Fidelya pun  penasaran, bagaimana bisa Arion meninggalkan keluarga yang utuh tersebut.

"Cerita, cuma lo yang bisa gue minta buat cerita semua tentang abang ipar lo."

"Jadi, Bang Dav nolak jadi penerus perusahaan ayahnya," ucap Keyvano, mulai bercerita, "itu karena dia marah ke orang tuanya yang nggak bisa didik dan jaga Alin."

Fidelya memicingkan mata. "Emang istri lo kenapa? Dia baik-baik aja, 'kan?"

"Sebelumnya enggak, tapi sekarang udah baik-baik aja," Keyvano memalingkan wajah ke luar jendela, "lo pernah dengar soal pernikahan gue yang tiba-tiba karena Alin udah hamil?"

Tidak ingin mengelak, Fidelya mengangguk mengiyakan. Jujur, kabar itu cukup membuatnya terkejut dan tak percaya. Seorang Keyvano yang dikenal sangat baik pada semua orang, serta sopan pada senior, tetapi malah mencemari perempuan yang mati-matian dikejarnya.

"Ternyata, bukan cuma Alin yang terluka, ada abangnya yang juga ikut terluka," Keyvano tersenyum kecut, "Bang Dav temui gue setelah pernikahan, dia hampir bunuh gue, andai aja orang tuanya nggak nahan."

Fidelya merasa miris mendengarkan hal itu, tetapi ia sangat penasaran dengan kelanjutannya. Ia tahu, ini adalah keputusan terburuk yang dilakukan oleh Keyvano, tentu Fidelya pun sebelumnya sangat merasa kecewa pada lelaki itu. Mengapa bisa? Apakah selama ini sikap baik Keyvano hanyalah kebohongan?

"Dia bilang ke gue, cita-citanya untuk Alin udah melambung tinggi, tapi malah hilang seketika karena kelakuan gue," cerita Keyvano masih berlanjut, "sampai sekarang, Bang Dav menyesal banget kalau ngelihat Alin cuma jadi ibu rumah tangga, padahal umur masih muda."

"Tidak perlu disesali. Sekarang, kan, Alin udah bahagia sama lo," sela Fidelya, menenangkan.

"Iya, Alin udah nggak menyesal dan terima semuanya. Tapi Bang Dav enggak. Gue tahu, Bang Dav lebih pengin Alin lanjut kuliah, punya pekerjaan, dan menikah di waktu yang tepat."

"Terus, Alinnya gimana? Mau kerja juga?"

Keyvano menggeleng. "Katanya mau jagain Livano sampai gede. Gue udah berkali-kali minta dia buat lanjut kuliah strata dua, tapi Alinnya nggak mau."

"Kalau gitu, lo kasih tahu ke Arion, biar dia paham."

"Gue tatap matanya aja udah takut banget, jadi ingat dosa gue ke Alin," ujar Keyvano, diakhiri dengan desahan berat.

Fidelya tak bisa ikut campur, sebab ini adalah masalah antara laki-laki. Jujur, Fidelya cukup kagum pada kasih sayang Arion pada Alin, bahkan sampai memikirkan masa depan sang adik. Selama ini dipikirnya Arion hanyalah lelaki biasa yang mementingkan diri sendiri, ternyata tidak, sangat berbeda.

"Gue bingung, gimana caranya minta Bang Dav balik ke perusahaan. Karena jujur, selama Bang Dav nggak balik, selama itu pula gue bakal tetap merasa bersalah," lirih Keyvano.

"Gue pengin bantu, tapi takut dibilang sok tahu."

Keyvano tertawa kecil. "Nggak mungkin, Bang Dav sayang ke lo, Kak. Nggak mungkin dia ngatain lo kayak gitu."

***

Vote dan komen

Detik-detik tamat 🥴

Jebakan Pak CEO (END)Where stories live. Discover now