prolog

743 129 7
                                    

prolog

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

prolog

This is where the final begin!

"Aku tidak akan pernah menyerahkan sisa hidupku kepada orang yang menganggapku hanya, bukan segalanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Aku tidak akan pernah menyerahkan sisa hidupku kepada orang yang menganggapku hanya, bukan segalanya."

***

"TOLONG," Pandangan memelas diberikan Albert kepada Cia yang tengah menatapnya lelah, "sekali lagi, tolong jangan dekati aku lagi."

Albert menunjuk kelopak mata kanan keunguannya yang sulit dibuka sempurna akibat bengkak yang cukup parah, "Aku gak kuat hadapi keluargamu."

Cia segera menyela karena ia tahu, kalimat Albert belumlah selesai, "Apa yang sebenarnya terjadi? Kamu lupa dengan kedekatan kita tiga bulan terakhir ini?"

"Sudah! Sudah kulupakan," pekik Albert dengan suara beratnya yang malah lebih terdengar histeris. "Aku sudah lupa semuanya!" tambahnya. Raut Albert terlihat amat frustasi.

"Apa yang salah dariku?" tanya Cia sambil membetulkan letak topi kelulusannya. Ia juga mengangkat dagunya sedikit lebih tinggi agar dapat melihat Albert lebih jelas melalui celah bulu mata palsu yang terlalu tebal.

"Tidak ada yang salah darimu!" Urat leher Albert yang tidak pernah terlihat akhirnya muncul juga. Sebenarnya Albert tidak seperti ini. Albert yang tiga bulan terakhir ini Cia kenal adalah pria yang romantis–menuju arah penggombal murahan, sabar, dan penuh perhatian. Albert bagaikan pujangga zaman dulu yang senang menulis prosa, ya begitulah kurang lebih karakter Albert yang bisa dijelaskan Cia.

Albert mengembuskan napas seperti berusaha menenangkan dirinya sebelum berbicara fasih dalam bahasa Inggris, "You're perfect. Tidak ada yang kurang darimu, Cia. You're an angel who lives on earth."

Nah! Nah! Benar, kan?! Albert adalah penggombal ulung.

"Tell me, what's wrong with me? Or... what's exactly wrong with you?" Cia mengusap lengan atas Albert yang terbalut toga.

"Tidak ada yang salah denganmu, tidak ada yang salah juga denganku," jawab Albert. Ia menatap Cia tepat pada matanya, lalu memegang kedua bahu Cia cukup erat sebelum melanjutkan kalimatnya, "Yang salah adalah ayah dan keempat kakak laki-lakimu. Apa menurutmu mereka tidak keterlaluan? Mereka memukulku hanya karena dekat denganmu. Apakah semua laki-laki akan bertahan diperlakukan serendah itu?"

"Hanya karena dekat denganku?"

Mendengar kata hanya keluar dari bibir Albert, membuat Cia sangat amat tersinggung. Seumur hidupnya, ia tidak pernah menjadi hanya, Cia selalu menjadi segalanya. Sepertinya kali ini Daddy dan Brothers Squad melakukan hal yang tepat.

Albert terkekeh, tampak meremehkan. Ia tidak menjaga serta memedulikan imagenya lagi, "Selama ini aku selalu mempertanyakan alasan mengapa Michael, Betrand, dan Davin yang mulai dekat denganmu tiba-tiba menyerah begitu saja di tengah jalan."

Cia mengangkat sebelah alisnya, menanti kelanjutan kalimat Albert.

"Ketika berhasil dekat denganmu, pesonamu yang tidak pernah tersentuh itu langsung sirna. Tapi, tidak heran, mengingat kembali tingkah rendahan kakak laki-lakimu, pantas saja kamu tidak pernah tersentuh."

Mata Cia mulai panas, sudah siap menumpahkan air mata. Bukan karena patah hati, tetapi karena tidak terima Daddy dan Brothers Squadnya diremehkan seperti itu oleh pria yang dikiranya dekat dengannya tiga bulan terakhir ini.

Albert menyentuh pipi Cia sambil tersenyum hanya dengan satu sudut bibir yang terangkat, "Aku hanya ingin merasakan bagaimana rasanya menaklukkan orang yang tidak tersentuh itu."

Ternyata benar kata orang-orang, karakter asli seseorang tidak akan pernah muncul sebelum melihatnya benar-benar jengkel. Dan sepertinya, Albert sudah jengkel dengannya, begitu juga dengan Cia.

"Kukira kita bisa menjauh secara baik-baik, tapi ternyata kamu tidak rela melepaskanku. Aku tidak tahu jika dekat denganku begitu penting bagimu. Jika kali ini kamu yang ingin mendekatiku, akan kupersilakan, asal kamu tidur denganku." Sudut bibir Albert terangkat sinis.

Akhirnya Cia sadar, Albert bukanlah pria romantis, tapi mesum!

Ke mana kesadarannya selama ini?!

Cia tidak mencoba mengendalikan diri lagi. Ia menatap Albert tajam. Cia menggenggam plakat kelulusannya erat-erat sebelum memukulkannya pada rahang Albert, menimbulkan jeritan kesakitan Albert yang diikuti pekikan kaget dari orang lain. Cia tidak peduli, toh ia sudah lulus.

"I'm not sorry, goodbye."

***

Wah! Makasih banyak, kalian masih mau baca cerita ini T_T terharu banget

Maafin aku, ya!

Terima kasih juga sudah mau mampir ke work baru ini T_T

Terima kasih juga sudah mau mampir ke work baru ini T_T

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Help me, Chris!Where stories live. Discover now