Ch 2

8.9K 1.2K 52
                                    

Masuk ke dalam novel? Gila. Bahkan orang tak akan percaya jika Lia bercerita meski hingga mulutnya berbusa. Hell, emangnya masuk akal ada seseorang yang tiba-tiba masuk ke dalam dunia fiksi yang ditulis oleh tangan manusia? Lo bukan Tuhan, gak usah ngimpi!

Terus apa yang Lia alami saat ini?

Ia benar-benar berada di dunia novel yang baru ia baca di perpustakaan. Lia jadi curiga, novel itu sudah terkena kutukan. Pantas saja ia bukannya menikmati malah tertidur seolah tengah dihipnonis. Jangan-jangan ... saat itu, tepat dirinya disedot ke dalam buku sialan itu.

Memang bangsat!

Lebih sial lagi karena yang Lia tempati adalah peran antagonis. Ia lebih memilih menjadi figuran yang keberadaannya tidak terlihat, sungguh. Daripada harus terlibat konflik percintaan anak ingusan yang bahkan baru bikin KTP kemaren.

Tapi, apa yang bisa ia lakukan sekarang? Berada di tubuh Adelia, membuat Lia mau tak mau harus menjalani kehidupannya kembali. Walau ia tak tahu akan seperti apa ke depannya. Terutama tentang akhir dari cerita ini. Apakah ia akan bisa kembali?

Sumpah. Jika Lia berhasil kembali, hal pertama yang akan ia lakukan adalah membakar buku novel sialan itu. Sama perpustakaannya sekalian.

Benar-benar bawa sial.

Tapi, itu bahkan belum pasti. Apakah di sini Lia harus memerankan perannya hingga cerita selesai? Atau ia hanya perlu mati dan tadaa ... ia kembali ke kehidupan normalnya.

Tapi, itu baru perkiraan. Tidak ada yang bisa menjamin ketika Lia bunuh diri, ia tidak kembali, dan malah menjadi arwah gentayangan.

Itu mengerikan.

Atau ... Justru ia harus mengulang kehidupannya lagi.

Itu merepotkan.

"Terus gue harus apa?!" pekik Lia frustasi. Ia benar-benar tidak tahu langkah apa yang harus ia lakukan. Sungguh, terjebak di dunia abal-abal itu bukan hal yang menyenangkan. Justru kekhawatiran terus menggelayarinya. Menakutinya.

Seolah berkata, Hayoo.. bisa kembali gak?
Jangan-jangan lo udah mati di sana, hihi.
Kasian jadi tokoh antagonis.
Hidup lo emang udah tragis dari awal.
Dan mati juga yang paling tragis

Setan! Diem lo.

Lia jadi emosi sendiri. Padahal dia sendiri yang menyuarakan semua kekhawatirannya. Mungkin nalurinya sudah berubah jadi iblis saking frustasinya Lia saat ini.

Ketika hendak kembali berjalan. Lia dikejutkan oleh suara seseorang yang memanggilnya.

"Adel!"

Nama itu tak aneh bagi Lia. Karena beberapa orang memanggil Lia dengan nama seperti itu. Lia membalikan badannya. Menemukan sepasang remaja dengan tiga kacung di belakang mereka.

O-oh, lihat! Anak baru gede.

Sok keren lo bocah!

Bagi Lia yang sudah kuliah semester empat. Melihat anak tujuh belas tahun seperti melihat anak-anak SD main kejar-kejaran. Tidak ada menariknya sama sekali. Justru, muka sok kerennya itu bikin Lia pengen nabok.

"Apa?" balas Lia ketus.

Ia malas meladeni mereka. Apalagi ia sudah menduga jika lima orang itu merupakan tokoh utama yang harus dihindarinya. Sebelum Lia terpancing, dan balik mengamuk pada mereka.

Jangan lupakan, Lia bukan tipe orang yang suka diusik. Ia akan menjadi liar saat seseorang membangunkannya. Jadi, daripada membuat masalah, Lia lebih memilih menjauh.

"Lo masih gak ngerasa bersalah." Cowok paling depan maju. Wajahnya tampak geram. Di antara mereka, dia yang terlihat paling good looking. Lia bertaruh, dia Evan.
"Lo udah sengaja nimbuk Safa pake bola. Dan pura-pura sakit, biar apa?" Cowok itu tersenyum sinis. "Biar bisa bebas dari kesalahan lo?"

"Lo licik tahu gak." Bima menimpali. Ia juga memandang Lia dengan tatapan tak suka

Jelas. Di sini gue antagonisnya. Benci gue sesuka lo. Gue gak peduli.

Lia melengos, melipat kedua tangannya di dada. Kupingnya panas mendengar kata-kata sok bijak dari mereka. Ia ingin segera menyingkir dari sana.

"Terus lo mau gue apa?"

"Minta maaf lah," tukas Evan, sudah jelas.

Lia menoleh pada cewek yang berdiri di sisi Evan. Cewek itu sedikit bersembunyi di balik punggung Evan ketika Lia menatapnya.

"Lo gak usah natapin Safa kayak gitu!" tegur Evan.

Lia mendelik. "Hei, terus gue harus minta maaf sambil merem gitu maksud lo?!"

Evan speechless.

"Ya ... gak usah melototin dia juga. Dia jadi ketakutan." Deon ikut membela sang tuan putri. Wah, si protagonis banyak haremnya nih.

Disini kayaknya jadi cewek poligami sah-sah aja kali ya. Baru SMA aja bucinnya udah segini. Apalagi entar kalo dewasa.

Lia bergidik ngeri, membayangkannya.

"Yang melotot itu elo," tukas Lia, menunjuk ke arah Deon "Tuh, elo melototin gue. Kalo gue ke dia cuman natap dia biasa aja. Lo kalo mau bego jangan di sini. Dapet semburan dari gue, kena mental lo!"

Deon membungkam. Kapok, sungguh ia berjanji pada dirinya sendiri tak akan mau lagi membela Safa di hadapan Lia.

Cewek itu ternyata lebih mengerikan dari yang ia duga. Sekarang Deon mengerti kenapa bisa muncul istilah the power of emak-emak. Itu arti lain dari, kaum perempuan sebenarnya mengerikan.

"Lagian lo kenapa kayak kucing mau disembelih aja sih?" tanya Lia menatap Safa heran.

Tawa tertahan keluar dari mulut Arya. Tapi ia segera menetralkan ekspresinya kembali. Kali ini, ia harus bersikap profesional.

Profesional mata mu!

"Emang lo liat gue bawa golok?"

Safa menggeleng ribut. Ia semakin menunduk.
"Maaf, Del."

"Ngapain minta maaf?!" tegur Evan. Ia melirik Adel sengit. "Yang harusnya minta maaf tuh dia!"

"Iya, lo ngapain minta maaf?" Lia mengangguk setuju. Membuat mereka yang berada di depannya keheranan. "Mending juga minta duit. Biar bisa beli jajan."

Deon menepuk dahinya. Sejak kapan Adel yang ia kenal jadi seperti ini?

"Ya udah deh, Sawa."

"Safa!" Bima meralat geram. "Nama dia Safa."

"Ah, iya. Safa." Lia meralat. "Gue minta maaf." Lia hanya tak mau memperpanjang masalah dengan mereka. Bukan berarti ia benar-benar minta maaf. Hanya ini salah satu cara agar para monster protagonis ini sedikit menjauh darinya.

"Gue gak sengaja nimbuk pake bola, sumpah deh." Lia mengangkat kedua jarinya, meyakinkan. "Lagian, lo sendiri ngapain berdiri di depan net? Udah tahu kita sekelas lagi main volly."

Evan dan ketika temannya sontak memutar kepala mereka menatap Safa. Cewek itu terlihat gelisah.

"Lo kalo mau cosplay jadi tiang jangan di situ. Tiang bendera aja berdiri di pinggir. Lah, elo malah di tengah. Ngumpanin diri?"

Sindiran Lia cukup pedas. Hingga membuat Safa mati kutu. Sebenarnya waktu itu Safa sempat beradu tatap dengan Evan saat olahraga hingga membuat ia tak fokus bermain. Dan akhirnya tanpa sadar berdiri di depan net. Hingga ia menjadi korban tibuk bola.

Bukan salah Lia sepenuhnya. Karena, Safa di sini juga bersalah.

Lia memutar tubuhnya, setelah memberi seulas senyum sinis pada mereka.
"Bahkan, kalau pun bukan sama gue. Dia tetep aja bakal kena timbuk kalo berdiri di sono sambil bengong."

Cewek itu berjalan pergi meninggalkan para protagonis dalam keheningan.

__________________________

Sengaja gak diubah kosa katanya. Bahasa yang baku hanya ada di versi cetaknya.

Trapped In The Book StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang