Ch 16

5.2K 691 4
                                    

Lia memperhatikan Evan dari kejauhan. Cowok itu merupakan anak tunggal seorang kepala polisi. Hidup Evan berkecukupan. Ia juga merupakan anak kesayangan. Begitu dijaga oleh orang tuanya. Sehingga Evan tumbuh tanpa kekurangan apapun.

Dia baik, cukup cerdas walau tak sepintar Adel. Dia populer dan banyak disukai para cewek. Tapi, siapa yang menyangka jika cowok itu memiliki sisi kelam yang tidak diketahui siapa pun.

Bahkan dirinya sendiri pun tak tahu.

"Dia pernah merkosa aku."

Lia menoleh pada Adel di sisinya. Hanya Lia yang bisa melihat cewek itu. Mungkin karena Lia yang mengisi raganya, Lia jadi bisa melihat jiwa asli cewek itu.

Adel tampak sedih ketika ia mengatakan hal itu. Tapi ia tetap memaksa mengatakan semuanya. Karena Lia harus tahu, meski ia malu mengakuinya. Ini adalah aib yang ia tutup rapat selama ini.

"Waktu itu, kita baru kelas dua SMP. Dia selalu di samping aku, dan jagain aku."

Kejadian itu bermula saat Evan menemani Adel menemui beberapa teman mereka yang pernah membullynya sewaktu SD. Mereka bertemu di acara reuni di rumah salah satu teman mereka.

Evan tak mengijinkan Adel pergi sendiri, sehingga ia keukeuh menemani Adel.

Tapi, siapa sangka memang itu yang diharapkan oleh orang-orang itu. Mereka sengaja memancing Adel datang bersama Evan, dengan dalih meminta maaf. Mereka juga memberi minuman yang sudah disediakan sebagai tanda perdamaian mereka.

Minuman itu hanya segelas jus. Tidak ada yang aneh tentang itu. Tapi, tak ada yang tahu jika mereka telah memasukan sesuatu ke dalamnya.

Dendam di masa lalu membuat mereka bertekad menghancurkan Adel sehancur-hancurnya.

Selama ini Adel selalu berlindung di balik punggung Evan. Dan melihat Evan sebagai orang yang paling berharga untuknya.

Mereka membuat Evan menjadi buruk di mata Adel. Dengan membuat Evan lupa, dan menghancurkan Adel malam itu.

"Dia gak sadar malam itu," ucap Adel menunduk. "Dan ... aku juga berusaha nutupin kejadian itu."

Setelah merenggut kesuciannya. Evan terlelap pulas, menyisakan Adel yang kacau menangis terisak. Tapi Adel tak hanya diam. Ia merapikan kembali pakaiannya, juga pakaian Evan. Menuntun cowok itu untuk berbaring di ranjangnya sendiri.

Sementara ia, pergi pulang. Dengan harga diri yang sudah hancur. Sesampainya di rumah, Adel mengurung diri di toilet kamarnya, dan menangis kencang di sana.

Berkat kejadian itu, Adel sampai mengandung. Tapi tak sampai dua minggu, ia mengalami pendarahan. Mungkin karena usianya yang masih belia.

Adel menutup rapat kejadian itu. Jika keluarganya menemukan bercak darah. Adel hanya akan beralibi jika ia sedang kedatangan tamu bulanannya.

Ia menangis sendirian. Menahan sakit di perutnya saat pecahan janin yang belum utuh terbentuk itu terus keluar berangsur- angsur dari tubuhnya.

Ia menahan semua itu. Walau sulit, Adel bisa melewati semuanya.

Sejak itu, ia mulai menata hatinya lagi. Memantapkan diri lagi. Bersikap seolah semua tidak pernah terjadi.

Namun, ketika masuk ke sekolah lagi, ia menemukan Evan bersama seorang perempuan. Hati Adel mulai terluka.

Tidak, ia tidak mencintai Evan. Hanya saja, bukankah cowok itu sudah merenggut kesuciannya? Jadi, apa pantas ia masih sibuk dengan perempuan di luar sana?

Adel berubah. Ia bertekad mengikat Evan tetap di sisinya. Sikapnya membuat Evan marah, dan perlahan muak dengannya. Tapi Adel tak peduli. Ia hanya ingin Evan bertahan di sisinya. Untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Meskipun, lelaki itu tak pernah tahu. Apa yang sudah ia lakukan.

"Kenapa lo gak jujur?" tanya Lia penasaran.

Semua tak akan serumit ini jika saja Adel mengatakan kebenarannya pada Evan. Cowok itu juga tak akan bersikap jual mahal, karena yang sebenarnya, dia bajingan.

"Aku gak bisa, ya," ucap Adel lirih. Ia masih punya malu untuk mengatakan hal itu meski hanya pada Evan.

Kenyataan jika ia sudah bukan perawan menghancurkan harga dirinya. Kadang Adel merasa sangat tidak berharga jika mengingat tentang itu.

Ia bukan lagi seorang gadis.

"Lo ternyata sebego itu ya." Lia mendengus tak habis pikir. Ia tak bisa membayangkan jadi Adel yang selama ini berusaha mengejar cowok yang sebenarnya hanya ingin ia mintai pertanggung jawabannya. Bukan cintanya. Adel sama sekali tak mencintai cowok itu.

Ia hanya takut, jika bukan Evan. Tak akan ada cowok yang mau menikahinya suatu saat nanti.

"Itu bahkan baru kelas dua SMP." Lia berucap sembari menerawang. Jika tak salah, saat dia SMP, ia masih bermain boneka barbie. Ini Adel sama Evan udah main kuda-kudaan.

Ancungi jempol.

"Gue aja udah mau dua puluh tahun belum ngalamin yang namanya ciuman lho," ucap Lia membeberkan aibnya sendiri.
"Lo ternyata lebih pro dari gue."

"Itu bukan sengaja," tukas Adel tampak kesal. Ia tidak terima dikatakan seperti itu karena jelas bukan kemauannya. "Aku diperkosa waktu itu. Bahkan Evan aja gak sadar, Lia."

"Tetep aja kan, kalian udah begituan?"

Adel mencebik. Tak bisa membalas lagi. Karena apa yang Lia katakan ada benarnya. Adel hanya berusaha membela diri supaya dirinya tidak terlihat begitu murahan. Hingga bisa mengalami kejadian naas seperti itu.

****

****

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Trapped In The Book StoryWhere stories live. Discover now