Ch 7

7.1K 1K 20
                                    

Evan sudah mengenal Adel sejak Sekolah Dasar. Gadis itu pendiam dan tidak banyak bergaul dengan sekitar. Tapi, ia cukup cerdas hingga banyak dikenali murid murid lain, dan banyak disanjung oleh guru-guru.

Karena prestasinya di sekolah, Adel pernah mengalami perundungan. Mereka yang tidak menyukai Adel berbondong-bondong untuk merundungnya. Berharap Adel jera untuk mencari perhatian guru-guru. Padahal ia tidak pernah merasa bersikap seperti itu.

Waktu itu, Evan diam saja. Karena ia tidak mau terlibat masalah apapun yang akan menyulitkannya di kemudian hari.

Tapi suatu ketika, ia tidak bisa lagi bersikap tidak peduli. Tidak bisa berpura-pura buta. Ketika melihat satu kejadian, dimana itu merupakan insiden paling naas yang menimpa Adel.

Dikelilingi sekitar empat siswa dan ditonton beberapa siswi nakal lainnya, Adel terlihat meringkuk ketakutan. Ia menepis tangan yang beberapa kali hendak menarik pakaiannya. Menyikap hingga kulit perutnya terlihat.

Mereka bersiul.

Dan semakin beringas, menarik kencang kerah seragam putih Adel hingga butir kancing teratas terlepas. Adel semakin ketakutan. Ia berusaha mencengkram pakaiannya yang terbuka.

Tangan Evan mengambil butir kancing yang mendarat tepat di depan sepatunya. Ia menggenggamnya erat. Sebelum akhirnya memutuskan untuk melangkah masuk.

"Kayaknya kalian lagi seneng-seneng." suara Evan berhasil menarik perhatian mereka.

"Van, lo mau ikutan gak? Seru tahu."

"Ayo, Van. Ikutan sini! Kapan lagi kita dapat beginian."

Evan mendengus sinis. Ucapan kurang ajar mereka malah membuat amarah dalam diri Evan kian menguat.

Ia berjalan, dan berhenti tepat di depan Adel yang masih tampak menyedihkan. Gadis itu mendongak, menatapnya ketakutan.

"Kalian gak takut?" tanya Evan tanpa mengalihkan tatapannya dari Adel. "Ini udah masuk tindakan pelecehan lho."

Usia mereka bahkan baru 13 tahun. Dan akan segera naik ke jenjang SMP satu bulan lagi. Tapi para bocah bodoh itu malah membuat masalah untuk diri mereka sendiri.

"Buat apa takut? Tenang aja, anak itu gak bakal berani laporin apa-apa." Salah satu siswa menyahut penuh keyakinan.

"Lagian, kalo pun dia bilang, dia gak punya bukti," ucap siswa yang lain.

"Kita juga bisa ngelak, kalo dia emang suka diapa-apain sama siapa aja."

Ucapan satu orang itu mengundang tawa menghina dari mereka semua.

Adel menatap Evan di tengah tawa itu. Gadis itu masih menunggu, apakah ada keajaiban yang akan menghampirinya. Adel sungguh tidak bisa melakukan apapun. Hanya dengan berdoa, berharap seseorang mau datang dan menolongnya.

Lalu, gebrakan pintu terdengar. Sontak siswa siswi di sana langsung senyap. Terkejut melihat kedatangan seorang pria dengan beberapa anggota kepolisian berjajar di belakangnya.

Astaga, ada apa ini?!

"Cepat tahan mereka semua yang ada di sini!" Kepala polisi di sana memberi perintah. Membuat para murid yang dimaksud langsung ketakutan. Tapi, tidak ada yang bisa melarikan diri. Semua langsung ditangkap detik itu juga. Digiring menuju kepolisian.

Tidak sampai dipenjara. Hanya ada sangsi yang musti didapatkan. Karena kedapatan melakukan tindakan tercela meski usia mereka masih sangat muda. Orang tua mereka pun ikut terpanggil karena kasus itu.

"Evan, kamu baik-baik aja?"

Kepala polisi tadi menghampiri Evan, memegang kedua pundaknya. Tatapannya terlihat sangat khawatir.

"Aku baik-baik aja." Evan tersenyum kecil.

"Syukurlah." Pria itu menghembuskan napas lega.

Kepala polisi itu adalah ayah dari Evan. Sebelum memasuki kelas, Evan menghubungi ayahnya. Menyimpan handphone di saku hanya untuk merekam percakapannya bersama para pelaku.

Untungnya, ayahnya tanggap dan segera datang membawa anak buahnya. Sehingga Evan tidak perlu lagi menunggu Adel habis dengan penderitaannya selama ini.

Evan menoleh pada Adel. Ia berjongkok, menyelimuti tubuh gadis itu dengan jacketnya. Pandangan mereka bertemu. Evan tersenyum, berusaha menenangkan dan menurunkan kewaspadaan gadis itu.

Ia mengusap puncak kepalanya. Ada secercah kelegaan yang terasa di dada. Paru-parunya terasa lebih bebas bernafas. Hanya karena ia tahu, ia baru menarik gadis di depannya dari kubangan penderitaannya.

"Kamu bebas, Adel."

****

Evan memutuskan untuk bersama Adel. Bahkan masuk ke sekolah yang sama dengannya. Tapi, semakin ke sini, sikap Adel semakin berubah. Ia jadi egois dan semena-mena. Ia bahkan tidak terima saat Evan dekat dengan gadis lain. Ia akan merasa tersaingi, dan takut Evan menjauh darinya.

Sampai Evan mulai merasa muak. Ia menjauh dan benar-benar mengacuhkan Adel. Lagipula, Adel yang sekarang terlihat lebih bisa menjaga dirinya sendiri. Jadi tidak ada alasan untuk Evan harus tetap bertahan di sisi gadis itu.

Evan bebas.

Ya, itu yang ia pikirkan.

Tapi, tidak. Adel justru makin gila mengejar-ngejarnya. Beberapa kali Adel menyatakan keinginannya untuk menjadi kekasih Evan. Dan sebanyak itu pula Evan menolaknya dengan tegas. Adel tidak pernah menyerah. Ia terus menempeli Evan dan bersikap layaknya pacar.

Bukan hanya itu, Adel juga akan marah saat menemukan Evan dekat gadis lain. Ia akan memaki gadis itu, bahkan menyakitinya. Seperti apa yang Adel lakukan pada Safa.

Selagi ada kesempatan, Adel selalu mengganggunya, mengusiknya. Hingga perlahan, Safa mulai dijauhi teman-temannya. Karena takut menjadi sasaran Adel juga.

Karena hal itulah, Evan merasa bertanggung jawab. Hingga ia memutuskan untuk melindungi Safa. Evan sendiri sadar, sikapnya membuat Adel semakin menaruh benci pada Safa. Tapi Evan pun tidak bisa membiarkan Safa terus dirundung, hanya karena gadis yang menyukainya.

Namun tiba-tiba, Adel berubah.

Dia tidak pernah lagi mengganggu Safa. Tidak pernah lagi membuat ulah. Sikapnya menjadi tidak peduli pada sekitar, termasuk juga pada Evan. Hal itu membuat Evan merasa terusik. Evan merasa, sikap Adel kali ini meninggalkan perasaan tidak nyaman di hatinya.

Adel berani memakinya. Padahal selama ini, ia tidak pernah bersikap seperti itu padanya.

Dan yang tidak bisa Evan lupakan, adalah saat Adel menghajarnya habis-habisan. Hanya karena Evan mendorongnya hingga terjengkang.

Gadis itu seolah baru bangun dari kemarahan. Hingga bisa bertindak impulsif.

Setelah tahu kebenarannya. Evan merasa, wajar saja jika Adel marah saat itu. Karena tuduhan Evan tidak mendasar. Ia menuduh langsung, tanpa membuktikan lebih dulu apa yang ia layangkan.

Pada akhirnya, ia hanya mempermalukan dirinya sendiri.

****


__________________________

Anak di bawah umur tidak lepas dari sasaran tindak pelecehan seksual.

Berhati-hatilah

Trapped In The Book StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang