Ch 17

5.1K 679 0
                                    

Bagi Adel, Evan adalah penyelamatnya. Selama mereka bersama, Adel selalu melihat Evan sebagai sahabat terbaiknya. Orang yg selalu berusaha menenangkannya, membelanya, melindunginya.

Ya, setidaknya itu yang Adel rasakan. Sebelum tragedi malam itu terjadi.

Pandangan Adel pada Evan tak bisa sama seperti dulu. Karena ia menemukan sisi bajingan dari sahabatnya sendiri. Adel membenci Evan. Walau tahu kesalahan yang Evan perbuat tidak disengaja. Dan cowok itu bahkan melakukannya secara tak sadar. Ia tak mengingat apapun tentang malam itu.

Tapi, seberapa benci pun Adel pada Evan. Ia tak bisa meloloskan Evan begitu saja. Masa depannya sudah hancur oleh ulah cowok itu sendiri. Itu sebabnya Adel menuntut supaya Evan tetap di sisinya. Walau ia tidak setuju dan keberatan. Adel tak peduli. Ia ingin egois kali ini saja.

Tapi semakin memaksa, Evan semakin berontak. Semakin ditarik, Evan semakin menjauh.

Adel kehilangan kekuatannya, saat menyadari Evan semakin dekat dengan seorang perempuan bernama Safa. Cewek yang ia kenal sebagai pribadi yang ramah dan baik. Tapi semenjak Adel mengganggunya, ia dijauhi oleh teman-temannya. Karena mereka tak ingin ikut kena imbasnya.

Lalu, Evan dan para kesatria pun menjadi pelindung Safa. Menjaga Safa dari Adel. Mereka memandang Adel seolah ia merupakan satu ancaman yang paling berbahaya.

Adel rasanya ingin mentertawakan nasibnya sendiri.

Selama ini ia berjuang sendirian. Ia bertahan sendirian. Hanya untuk mengejar satu kesempatan. Di mana ia hanya ingin memperbaiki kehidupannya yang sudah rusak. Tapi, kesempatan itu tidak semudah itu untuk diraih. Semakin Adel mengejar, semakin ia menjauh. Hingga rasanya kaki Adel sudah tidak kuat lagi.

Dan ia pun terjatuh, menyerah.

Saat itu, Adel berharap. Tuhan mengambilnya saja, atau berikan kehidupannya pada orang lain. Sungguh, Adel lelah dengan hidupnya sendiri. Ia ingin pergi, dan beristirahat.

Doa kala ia menelungsupkan kepala sewaktu jam istirahat di kelasnya itu, seolah terdengar. Dan Adel pun bangun tanpa raga. Ia menyaksikan sendiri seseorang mengisi raganya tepat di depan mata.

Saat itu Adel merasa heran, ia memang meminta untuk pergi. Tapi, kenapa harus menjadi hantu?

Apa ... tuhan sedang bercanda dengannya?

"Saat itu aku terus berpikir, apa maunya Tuhan? Apa maksud dia ngelepas aku dari raga, tapi ujungnya malah gentayangan kayak gini?"

Lia balas berceletuk, "Dosa lo terlalu banyak."

Bukannya tersinggung, Adel justru terkekeh kecil. "Aku juga mikirnya kayak gitu, apa mungkin, Tuhan gak mau nerima aku karena aku udah kotor?"

Lia salah mengajak bercanda hantu yang depresi. Seharusnya ia tidak mengatakan hal itu. Hanya membuat Adel semakin memandang rendah dirinya sendiri.

"Gak usah baperan. Gue cuman bercanda."

Adel tertawa, tawanya terdengar menyedihkan.
"Yang kamu omongin gak salah kok, ya. Aku emang banyak dosa. Orang hina kayak aku mana mungkin diterima sama tuhan?"

Lia berdecak, "Kalo bisa disentuh, udah gue gampar lo."

Lia tak menyukai seseorang yang begitu memandang dirinya rendah. Kesalahan di masa lalu tidak untuk diratapi. Jika masih memiliki waktu, seharusnya orang itu berjuang memperbaiki. Karena waktu adalah kesempatan yang Tuhan berikan kepada kita.

Lia seolah tersadar sesuatu.
"Del, apa mungkin lo masih di sini tuh karena masalah lo belum selesai?"

Adel mengernyit.
"Maksud kamu ... masalah aku sama Evan?"

Lia mengangguk.

Adel tampak termenung sebentar. Sepertinya, apa yang Lia katakan ada benarnya. Ia memang seperti lari dari masalah. Selama ini masalah yang ia punya terus berusaha ia selesaikan seorang diri. Hingga ia kesusahan. Adel rasa, ia akan terus seperti ini jika ia memaksa diri untuk menyelesaikannya sendiri.

"Aku musti selesain masalah aku sama Evan," gumam Adel. Ia melirik Lia. "Dan setelah itu, apa mungkin aku bisa bebas?"

Lia mengangkat bahunya. "Gue juga gak tahu. Tapi, lo coba aja. Lagian gue juga udah capek ngisi raga lo. Gue juga punya raga sendiri asal lo tahu."

Adel tertawa kecil. Ini memang salahnya. Ia sampai membawa Lia dalam lingkaran permasalahannya.
"Maaf, aku juga gak tahu bakal kayak gini."

"Pokoknya lo harus selesain masalah lo. Dan gue mau, gue balik ke dunia asal gue."

"Tunggu!" Adel menatap Lia rumit. Seperti menemukan ada yang janggal dari apa yang Lia ucapkan barusan. "Maksudnya apa, dunia asal kamu? Lia, kamu bukan berasal dari dunia ini?"

****

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Trapped In The Book StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang