Ch 19

5K 666 4
                                    

Mama Evan pergi ke dapur, menyiapkan makanan untuk mereka. Tiga teman Evan juga ikut membantu. Evan dan Adel bertugas membeli bahan masakan yang kurang. Mereka singgah ke minimarket sebentar. Dengan Evan yang tak mau berhenti bereuforia. Sementara Adel, ia merasa perasaannya semakin tertekan.

Melihat bagaimana bebasnya Evan. Seolah ia tak pernah melakukan dosa apapun, membuat amarah dalam diri Adel berontak.

Jika tak bisa menahan semuanya. Ia sudah mengamuk histeris. Menghajar Evan di sana.

Tapi ini belum waktunya. Ia harus menjalankan kesempatan ini sebaik mungkin.

"Del?"

Evan memanggilnya. Membuat Adel tersadar dari lamunan. Mereka berada di mobil, baru sampai di rumah Evan setelah dari minimarket.

Cowok itu tersenyum padanya,
"kok ngelamun sih?"

Adel tak menjawab, hanya tersenyum kecil. Ia hendak membuka pintu mobil. Tapi ada tangan yang menahannya. Adel menoleh pada Evan.

Cowok itu terlihat menelan ludahnya, tampak gugup. "Del, kalo gue bilang ... suka sama lo. Gimana?"

Adel geram, tangannya yang menggenggam kantong plastik minimarket, mengerat kuat. Ia harus mati-matian menahan diri untuk tidak menampar Evan.

Adel memejamkan matanya sesaat. Lalu menghela napas kecil.

"Kita bicaranya nanti aja, ya?" Adel berusaha memberi pengertian.

Walau berat, Evan mengiyakan. Ia mengikuti Adel yang sudah turun dari mobil lebih dulu. Mengikuti langkahnya hingga ke dapur. Menyimpan belanjaan pesanan Assyfa di pantri.

Lalu, Adel berbalik, dan menyuruh Evan mengikutinya.

"Kita bicara di kamar kamu, ya?"

"Ha?" Evan terkejut. Tapi ia segera menetralisir ekspresinya. Ia tak bisa menduga-duga lebih dulu. Evan mengangguk, lalu membawa Adel ke kamarnya.

Ia semakin bingung saat Adel meminta ...,
"Tolong kunci pintunya, aku gak mau ada yang ganggu pembicaraan kita kali ini."

Evan menurut, mengunci pintu kamarnya. Dapat ia rasakan, debaran jantungnya mengencang. Ia rasa, ia bisa gila jika berlama-lama di sini dengan Adel.

Ketika ia berbalik, Adel sudah duduk di ranjang. Mengayun kaki sembari menunduk.

Evan berjalan menghampirinya.

"Adel."

Adel menghembuskan napas berat.

Ini saatnya.

Ia bangun, menatap Evan yang tampak tegang. Ia melangkah, mengikis jarak. Tangannya meraih wajah Evan. Lalu tanpa ragu mencium bibir cowok itu.

Evan terkejut. Ia ingin menolak, mendorong Adel menjauh. Tapi rasa di bibirnya seolah membuainya untuk ikut terlibat. Pada akhirnya Evan kalah oleh akal sehatnya sendiri.

Ia membalas ciuman Adel.

Tubuh mereka merapat, dapat Evan rasakan lekukan tubuh cewek itu yang menempel padanya. Suhu tubuhnya mulai memanas.

Tangannya naik mengikuti naluri, mengusap pinggang dan perut Adel.

"Evan!"

Apa? Apa ini?

Ada kilasan seperti kaset rusak dalam otaknya. Ini benar-benar mengganggu kegiatannya.

Evan membaringkan Adel di ranjangnya secara perlahan. Ciuman mereka semakin intens. Hingga rasanya akal sehatnya sudah terkikis habis tak bersisa. Tangannya tanpa ragu melepas kancing kemeja Adel satu persatu. Lalu ia menghisap kulit lehernya, menyesapnya dengan kuat hingga mendengar Adel melengguh. Membangkitkan sisi liar yang semula terpendam.

Trapped In The Book StoryWhere stories live. Discover now