Ch 14

5.5K 846 10
                                    

Setelah diingat-ingat, wajah cowok itu terlihat tidak asing. Butuh beberapa menit untuk Evan mengingat siapa cowok yang diakui Adel sebagai calon suaminya itu.

Dia, adalah orang yang menghajar Evan hingga babak belur.

Kini setelah Evan melihat mereka, ia menyimpulkan satu hal. Mungkin, Adel dan cowok bernama Erland itu sepasang kekasih.

Baru dugaan, dan itu belum bisa di pastikan. Tapi rasanya hati Evan sudah hancur duluan. Ia merasa harapannya semakin terkikis. Adel memang cantik, seharusnya ia tahu tidak hanya dia. Ada banyak lelaki di luar sana yang pasti terpikat padanya.

Seharusnya, Evan tak menyia-nyiakan sewaktu Adel mengejarnya dulu.

"Dia beneran cowok lo? " tanya Evan

Cewek bernama Briani tadi sudah pergi. Dengan wajah merah menahan marah dan malu. Ia memang bodoh, telah berharap lebih pada Erland yang sialnya berhati baja. Walau tak pernah benar-benar menolak Briani. Cowok itu tak pernah memperjelas hubungan mereka.

Seolah di sini hanya Briani yang menganggap kedekatan mereka spesial. Padahal selama ini, apapun yang Briani lakukan. Memegang tangannya, memeluknya, Erland tak pernah menolak.

Bahkan setiap ajakannya selalu disetujui tanpa paksaan. Erland selalu menyambut baik dirinya.

Dan, ya ... Briani baru sadar. Walau selama apapun mereka dekat. Erland tak pernah menyatakan perasaan padanya. Meski Briani sudah bersikap terang-terangan menyukainya. Atau bahkan memberanikan diri mengajaknya berpacaran.

Erland tak benar-benar menjawabnya. Ia hanya menatap Briani sambil tersenyum kecil.

Apa artinya itu?

****

"Lo brengsek ternyata, ya?" Lia berkomentar pada Erland. Ia bahkan mengabaikan Evan dan rasa kesalnya.

"Kamu genit ternyata, ya?" balas Erland.

Membuat Lia menggeplak lengannya.

"Gak usah baper, lo!" ucap Lia. "Gue cuman main-main tadi. Gue niatnya pengen bikin lo berantem sama cewek lo. Eh, ternyata bukan pacar, ya?"

Lia merasa misinya kali ini gagal. Karena dugaannya meleset jauh. Niat membuat Erland kesal dan patah hati. Ia malah membuat orang lain yang merasakannya. Erland sendiri terlihat acuh dan tidak peduli. Bahkan meski ia habis ditampar di depan umum.

"Sakit gak sih?" tanya Lia, memegang pipi Erland yang kini memiliki jejak merah samar. "Dia namparnya lumayan kenceng."

Erland tak langsung menjawab. Ia menatap wajah adiknya itu dari dekat.
"Sakit."

"Kasian." Lia merasa iba, lalu ia bertanya,
"Mau gue tambahin?"

Ia mengangkat telapak tangannya, dan berseru dengan bangga. "Tamparan gue lebih kenceng dari dia lho. Mau coba?"

****

Evan menepuk keningnya. Ia kira Adel seperhatian itu pada Erland. Ternyata tidak.

Ia menarik Adel hingga mundur dua langkah menjauhi Erland. Dan kini berdiri tepat di samping Evan

"Lo jangan deket-deket sama dia," ucap Evan. Memandang Erland penuh permusuhan.

Erland menegakkan tubuhnya, memasukan tangan ke dalam saku.

"Emang kenapa sih?" tanya Adel heran.

"Dia bukan orang baik," tukas Evan. Ia emosi mengingat Erland yang membuat wajahnya jadi penuh lebam tempo hari. "Asal lo tahu, dia pernah mukulin gue ampe babak belur."

Adel menutup mulutnya shock. Lalu, ia tersadar sesuatu.
"Gak heran sih, muka lo emang bikin orang gatel pengen nonjok."

Evan melotot tak terima.

"Eh, tapi bentar deh." Adel menginterupsi. Ia melirik ke arah Erland penuh curiga. "Jadi yang bikin Evan makin jelek. Itu elo?!"

Erland tak menjawab. Hanya menatap adiknya itu tanpa ekspresi.

Adel menepuk tangannya, merasa puas.
"Bagus. Gue tadinya emang mau bilang makasih sama yang udah hajar dia."

Evan melongo, ia benar-benar merasa tidak percaya Adel bahagia di atas penderitaannya.

"Gak nyangka ternyata lo tsundere ya ...." Adel menusuk pipi Erland sembari tersenyum tengil.

Erland menepisnya.

Evan semakin tak bisa menahan emosinya. Ia menarik Adel supaya menjauh dari cowok itu. Ada baiknya mereka pulang saja dari pada Evan harus terus menahan gejolak tak menyenangkan dalam dadanya.

"Gue anterin lo pulang."

"Eh, gak bisa gitu dong." Adel berusaha menahan kakinya supaya tetap di tempat. Tapi kekuatan Evan lumayan, hingga Adel  harus mengeluarkan tenaga lebih. "Gue belum mau pulang."

"Udah mau sore, Del. Lo harus pulang," ucap Evan lagi. Ia menarik Adel, dan Adel tetap pada pendiriannya.

"Gue gak mau!"

Tangan Erland menyentuh tangan Evan. Membuat cowok itu mendelik tajam padanya. Sekali sentak, ia berhasil membuat Evan melepas pegangannya pada Adel.

"Dia pulang sama gue," ucap Erland, memegang tangan Adel.

Evan mengepalkan tangannya. Emosi semakin menguasainya. Apalagi saat ia melihat Adel memeluk lengan cowok itu sambil menjulurkan lidah pada Evan.

Sial!

****


___________________________

Karakter Lia ini adalah yang paling unik menurut aku. Karena, dia ini terlalu apa adanya. Tapi, kekurangan dia tuh ... malesnya itu lhooo 😑

Trapped In The Book StoryWhere stories live. Discover now