Ch 4

7.6K 1K 16
                                    

Malam ini, kebetulan sekali orang tua Adel pulang lebih awal dari biasanya. Juan dan Amora mengambil kesempatan itu untuk mengajak kedua anak mereka makan malam bersama di sebuah restoran.

Tapi, bukannya mendapat wajah semringah Adel serta Erland, mereka malah dibuat heran oleh sikap keduanya yang sama-sama melempar tatapan permusuhan.

Acara makan pun tidak bisa berjalan seperti apa yang diharapkan. Karena dua anak mereka itu tidak bisa diajak berbincang sama sekali. Beberapa kali Juan dan Amora berusaha menghidupkan suasana, tapi usaha mereka sama sekali tidak membuahkan hasil. Adel dan Erland sama-sama acuh dan tidak peduli.

Juan dan Amora semakin bertambah bingung, ketika melihat Adel dan Erland berebut makanan yang sama. Padahal, ada banyak makanan di meja. Mereka seolah sengaja untuk tidak mau mengalah satu sama lain. Sikap keduanya membuat Juan dan Amora bertanya-tanya, sebenarnya ada apa dengan kedua anak itu?

"Ini punya gue. Kak Erland ngalah dong!" ucap Adel.

Sekeras apapun Adel berusaha mengambil makanan itu, ia tidak bisa melakukannya karena Erland menahannya di sisi yang lain.

"Gak!" Erland menolak tegas.

Adel mendengus kesal.
"Ngalah sama adek sendiri aja susah banget. Lo cowok bukan?"

Erland mengangkat bahunya,
"Kamu bisa liat sendiri."

"Fisik lo keliatannya cowok. Mental lo kayak banci!"

Juan dan Amora tercengang mendengar ucapan Adel yang berbeda dari biasanya. Mereka tidak menyangka Adel berani bersikap kurang ajar pada kakaknya sendiri. Padahal seingat mereka, Adel sangat patuh pada Erland. Lalu sejak kapan Adel jadi seberani ini?

"Kamu lebih aneh lagi," ucap Erland membalas. Ia melihat adiknya itu dari bawah ke atas dengan sorot pandang merendahkan. Adel tentu saja tersinggung.

"Rupanya aja manusia. Tapi tingkahnya kayak anjing liar."

Ekspresi Adel terlihat benar-benar marah. Ia bangkit mendekati Erland. Menarik tangan kakaknya itu lalu menggigitnya.

Sontak orang tuanya terpekik kaget melihat apa yang Adel lakukan. Mereka segera berusaha memisahkan Adel dari Erland. Mereka tidak ingin kedua anaknya kenapa-kenapa. Dan tentu saja, mereka tidak ingin lebih malu lagi karena tingkah keduanya.

Disaat semua orang kelimpungan karena kewalahan melepaskan Adel yang menggigit tangan Erland.

Pemuda itu sendiri, justru malah menarik satu sudut bibirnya melihat tingkah adiknya itu.

'Bener-bener anjing liar.'

****

Lia menyusuri koridor dengan langkah lesu. Ia lelah karena diceramahi habis-habisan semalam oleh kedua orang tua Adel. Bahkan ceramah mereka masih bersambung di acara sarapan pagi.

Dua orang itu bahkan lupa jika mereka terbiasa tergesa-gesa saat sarapan. Mereka benar-benar memperingati Lia supaya tidak mengulangi kesalahannya, untuk tidak lagi bersikap kurang ajar pada kakaknya sendiri.

Memuakkan, ketika Lia mengingat wajah penuh kemenangan Erland tadi pagi. Kakaknya itu pasti merasa sangat senang melihat Lia seperti ini. Lihat saja nanti, Lia pasti akan membalas perbuatannya.

"Dasar kakak bajingan!" Lia menendang tong sampah di depannya. Ia benar-benar kesal saat ini.

Lia terbiasa dimanja dan dituruti semua keinginannya oleh kembarannya di kehidupan nyata. Lalu saat Lia terjebak di sini, ia malah dikaruniai kakak yang menyebalkan. Hingga rasanya Lia ingin menyumbangkannya ke panti asuhan. Lia memilih jadi anak tunggal daripada harus bersaudara dengan pemuda brengsek itu.

"Liat aja, entar gue bales lo Erland," desis Lia penuh dendam.

Lia sampai di kelasnya. Ia segera meletakkan tasnya. Lalu duduk, dan menelungsupkan kepala di antara lipatan lengan.

Bersiap untuk ... tidur.

Selain dipaksa menjalani kehidupan aneh di dunia asing ini. Lia juga dipaksa menjalani kehidupan SMAnya lagi.

Gue udah mau wisuda, tapi malah disuruh ngulang masa SMA. Ini yang bikin gue masuk ke sini kayaknya minta disantet.

Mengulang masa SMA bukanlah hal yang menyenangkan. Terutama bagi Lia yang hanya menghabiskan masa SMAnya dengan tidur, mencontek, dan dihukum. Ia bahkan tidak pernah absen dari daftar murid yang menjadi bagian yang harus mengikuti remedial setiap selesai ulangan.

Sungguh masa-masa yang indah.

"Adel!"

Ketika seseorang mengguncang tubuhnya. Niatnya untuk tidur harus diurungkan. Lia terpaksa mengangkat wajahnya lagi. Ia melotot sengit pada orang yang sudah mengusiknya itu.

"Apa?!"

"Wih! Santai dong."

Yang mengganggunya ternyata adalah Destri dan Novi. Dua orang itu terlihat tidak terpengaruh dengan ekspresi Lia saat ini. Seolah sudah terbiasa.

"Ganggu orang tidur aja." Lia menggerutu.

"Masih pagi. Lo ngapain sih tidur di kelas?" tanya Novi heran. Gadis itu duduk di hadapan Lia, menopang dagunya dengan satu tangan.
"Muka lo juga keliatan kesel. Lo kenapa sih?"

"Lo ada masalah?" tanya Destri.

Lia berdecak, ia menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. "Gue emang lagi kesel." Ia melirik ke arah mereka dengan sorot malas. "Sama kulkas berjalan."

Destri dan Novi saling melempar pandangan. Mereka sama-sama bingung. Tidak mengerti apa yang Lia ucapkan.

"Memang ada ya kulkas berjalan?" tanya Novi heran "Setahu gue, kulkas tuh diem. Lagian dia gak punya kaki."

"Ada, tahu," balas Lia berseru. "Itu, si Erlando Alister."

Destri dan Novi ternganga.

"Itu kakak lo, bego!"

"Ih, parah lo! kakak lo sendiri dikata-katain."

"Dasar!"

****

Trapped In The Book StoryWhere stories live. Discover now