Ch 18

5K 666 2
                                    

"Adel! "

Pembicaraan Lia dan Adel harus terhenti saat Evan dan teman-temannya berjalan menghampiri tempat mereka. Cowok itu hanya menatap pada Lia. Tanpa melirik sedikit pun pada Adel. Berarti dugaan Lia benar, hanya dia yang mampu melihat hantu itu.

"Pulang sekolah bareng gue, ya?"

Adel menatap tak suka pada Evan. Sudah ia katakan, walau dulu mengejar-ngejarnya. Nyatanya Adel tidak mencintai cowok itu. Ia hanya mengejar tanggung jawabnya.

Sejujurnya, ia benci tiap kali melihat wajah Evan.

"Dia kayaknya mulai naksir sama kamu."

Lia memutar bola matanya, ketika mendengar celetukan Adel.
Yang dia taksir tuh elo, bego. Bukan gue. Yang Adel itu kan elo.

"Dapet apa gue kalo pulang sama lo?" balas Lia.

Bima dan Deon menahan tawa. Tak menyangka cara Lia membalas ajakan Evan. Padahal mereka kira akan mudah bagi Evan mengajak cewek itu. Ternyata tidak seperti dugaan.

Evan mendelik ke arah mereka yang mentertawakannya. Lalu ia kembali menatap Lia.

"Ke rumah gue dulu gimana? Kita mau makan-makan. Dan, sekalian ngerayain hari kejombloan si Arya."

Arya mendengarnya berdecak sebal.
"Gak usah bawa-bawa nama gue."

Bima tertawa. "Lo emang baru jomblo, kan? Baru juga diputusin." Seolah puas melihat temannya itu ternistakan.

Arya mendelik. Dia menendang kaki Bima jengkel.

"Seharusnya lo bangga punya temen kayak kita. Lo jomblo, kita rayain. Lo jadian, kita prihatin."

"Bangke!" umpat Arya, menggeplak kepala Deon. Dan temannya itu malah nyengir tak jelas.

Benar-benar teman-temannya tidak ada yang beres.

"Gak usah didengerin, Del. Kita emang mau makan-makan di rumah Evan. Tapi cuman karena orang tuanya lagi libur kerja aja," jelas Arya.

Lia mengangguk mengerti. Seolah tersadar sesuatu, ia melirik Adel di sisinya. Cewek itu tampak tercekat. Lia tahu, Adel memikirkan hal yang sama dengannya. Dan Lia, tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.

Jadi, ia menatap Evan dan tersenyum.
"Okay, gue ikut ke rumah lo."

Evan tampak sangat senang.

****

"Kamu gila," ucap Adel mendengus. Mereka berada di toilet hanya untuk saling bicara. Berdebat menyuarakan keberatan.

"Ini kesempatan, Del. Lo emang mau, nyia-nyiain kesempatan ini?" tanya Lia kesal.

"Ya, tapi gimana caranya? Emang kamu pikir segampang itu ngaku ke Evan kalo aku pernah diperkosa sama dia, dan minta dia tanggung jawab?! Gak sesimple itu, ya. Yang ada aku diusir detik itu juga," tukas Adel.

Lia tidak akan mengatakan hal ini jika ia tidak memiliki rencana. Sayangnya, apa yang ia rencanakan cukup ekstrem hingga ia sendiri takut untuk membayangkannya.

"Lo bisa bikin dia inget tentang kejadian malam itu," ucap Lia meyakinkan.

"Caranya?" Adel tampak tak yakin.

"Pancing dia, supaya memory tentang kejadian malam itu muncul lagi di otaknya."

"Pancing gimana maksud kamu?" tanya Adel mengernyit. Matanya menyipit penuh curiga. "Kamu pengen aku ngulangin kejadian malam itu?"

Lia menjentikkan jarinya.

Adel mendengus.

"Sayangnya, gue gak sudi disentuh sama cowok bau kencur itu. Jadi, bisa gak lo aja yang ngisi raga ini selama kita jalanin rencana itu."

Adel mendelik tak percaya. Lia benar-benar licik.

****

Mereka sampai di rumah Evan. Sedari tadi senyum Evan tak luntur dari wajahnya, hingga Adel sendiri ngeri melihatnya. Lia yang melihat dari kejauhan merasa ingin tertawa. Cowok itu terlihat konyol.

"Dia gila, gak sih?" Adel berbisik pelan, berharap hanya Lia yang bisa mendengarnya.

Lia, yang kini terlepas dari raga Adel sementara waktu, mengangguk setuju. Ia pun merasa ilfeel dengan Evan saat sikapnya seperti ini.

"Gue aja malu kemaren jalan sama dia. Kek orang dungu begitu."

"Del!" Evan menanggil. Dia membuat Adel terkesiap.

Cewek itu tersenyum. Ia mengikuti Evan dan teman-temannya masuk ke dalam rumah Evan. Mereka disambut oleh mama Evan, Assyfa. Dia begitu ramah. Dan anehnya, ketika melihat Adel, ia tampak kaget. Tapi kemudian berusaha bersikap normal.

"Eh, Adel?bMama udah lama gak liat kamu. Kemana aja?" Sambutan yang terdengar palsu. Lia yang melihat itu mencibir.

Bahkan bagi Adel, itu terlalu transparan hingga ia tahu jika Assyfa sama sekali tidak tulus mengatakannya.

"Iya tante, maaf baru sempet ke sini lagi."

Dulu, Adel sering main ke rumah Evan karena cowok itu yang mengajaknya. Ia sudah sangat dekat dengan orang tua Evan. Bahkan memanggil mereka selayaknya orang tua sendiri.

Tapi, semua tak lagi sama. Adel tak lagi bisa sama seperti dulu.

"Padahal mama selalu nungguin kamu lho." Assyfa mengusap rambutnya penuh kelembutan.

Adel tersenyum seadanya. Ia tak ingin lama-lama berinteraksi dengan Assyfa sehingga ia memilih mengikuti Deon dan Bima saat melihat dua orang itu melenggang masuk.

Assyfa kehilangan senyum di wajahnya saat Adel tak lagi ada di depannya. Lia yang masih di sana menangkap hal itu, ia merasa janggal.

Bukannya terlihat jahat, Assyfa justru terlihat gelisah. Tangannya meremas tidak tenang, dengan keringat dingin yang membasahi.

Lia bertanya-tanya, sebenarnya ada apa?

"Ma, Adel makin cantik, kan?"

Saat berbalik, Assyfa dihadang Evan yang sudah berdiri di depannya. Ia memaksa untuk tersenyum lagi. Karena melihat putranya itu sangat senang. Ia tidak kuasa menghancurkan kesenangannya.

"Iya, sayang. Mama aja sampe pangling," ucap Assyfa.

Evan makin semringah. Ia memperhatikan Adel yang sudah duduk di ruang tamu bersama ketiga temannya. Sesekali ia akan tertawa kecil ketika melihat Bima dan Deon beradu mulut.

Assyfa melihat itu. Tatapan putranya pada Adel dipenuhi binar yang membuat Assyfa semakin was-was.

Lia tak tahu apa yang dikhawatirkan mama Evan. Tapi sepertinya ia tak ingin Evan berakhir bersama Adel. Apa Assyfa tak menyukai Adel sebenarnya?

****



_______________________________

Menuju klimaks

Trapped In The Book StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang