Part 4

13 20 3
                                    

Seminggu gue kenalan dengan gadis bernama Reny, dia benar-benar mengubah cara pandang ku. Mengubah segala hal, kurasa.

Saat ini aku sedang kencan dengan gadis ku itu. Malam Minggu yang indah.

Banyak hal darinya membuatku sedikit terkejut. Kupikir dia adalah gadis yang sangat alim di lihat dari caranya memakai jilbab di profil fotonya.

Nyatanya kini saat aku dan dia pergi ke sebuah cafe dia dengan gamblang pergi tanpa hijab. Dia tampak mempesona dengan rambut yang di pirangnya. Aku tak suka itu, aku adalah pria yang posesif dengan milikku.

"Kenapa tidak pakai kerudung, ay?" Tanyaku.

"Gerah," jawabnya, yang membuatku terdiam. Di luar ekspektasi ku.

"Ayo pesan apa kamu?" Tanya nya.

"Latte," jawab ku. Reny hanya mengangguk.

"Panggil pelayan nya," suruh nya. Yang langsung ku turuti

"Mba, kemari."

"Tolong milkshake 1, latte 1, dan kentang." Reny mengucapkan pesanan kita.

"Baik," pelayan itu pergi.

Aku hanya memandangi Reny, ini pertama kali ku kencan.

"Kenapa sih? Ada yang aneh ya?" Tanya nya, mungkin bingung karena aku terus saja menatapnya.

"Aku gak suka kamu di liat pria lain dengan seperti itu,"

"Kenapa sih? Berarti aku cantik dan sexy." Jawabnya santai.

Aku memendam rasa dongkol karena jawabannya. Namun karena tak ingin membuat nya merasa jika aku terlalu mengekangnya, aku diam dan mengalihkan pandanganku ke arah air mancur, tepat di samping restoran.

Tak ada obrolan lagi, ku lirik dia sedang bermain hp dan tersenyum. Entah apa yang dilakukannya dengan hp itu, terselip rasa cemburuku pada benda segi empat itu. Namun lagi-lagi aku hanya terdiam.

"Dani, coba lihat aku memamerkan foto mu di Instagram, candid tau gak. Ganteng banget laki aku." Ucap Nya, membuat ku menatapnya.

Aku tersenyum, ku pikir dia sedang bermain wa dengan teman pria nya, ya seminggu ini aku tahu bahwa dia memiliki banyak teman pria.

"Mbak, mas, pesanannya." 

"Oh ya, terima kasih."

Kami mengobrol sedikit tentang hal random.

Tepat pukul 22.00, ku ajak Reny pulang, namun dia enggan untuk pulang. Raut wajahnya berubah murung. Seakan tak suka jika kembali ke rumah.

Sedangkan aku ketar-ketir dia perempuan aku membawanya pergi, dan tentu saja ada batasan hal untuk pulang ke rumah. Aku tak mau membuat opini publik seolah aku mengajaknya berbuat hal yang tak pantas dengan pulang terlalu larut.

"Aku nggak mau pulang Dan, aku malas mereka berdebat terus." Ucapnya, aku sedikit bingung. Sempat terpikir mungkin kah dia indigo.

Karena tadi aku sempat pamit kepada orang tuanya untuk membawanya pergi, orang tuanya tampak baik-baik saja.

"Tapi ini sudah larut, ay. Ayo pulang, nanti orang tua kamu gak ngizinin aku bawa kamu pergi lagi, gimana?" Tanyaku.

"Mereka gak akan perduli. Kerjaan mereka cuman ribut, dan banting barang." Lirih nya sendu.

"Bentar, mereka ini hantu atau ..." Tanyaku membuat bulu kudukku sedikit berdiri. Hantu mencoba berinteraksi kan bisa saja membanting, menggoyang kan barang atau yang lain lah.

Mendengar ucapan ku dia malah tertawa.

"Kamu lucu ya. Ku pikir kamu akan tetap diam cool kayak biasanya yang selalu Mega ceritakan." Ucapnya menatapku, aku menggaruk kepala ku meski tak gatal.

Ikut tertawa kecil saat mengingat ucapan konyolku.

"Mereka ya kedua orang tuaku, lah Dan," ucapnya raut mukanya berubah sedih.

"Tapi aku harus memulangkan mu, kamu bisa bercerita padaku nanti di chat oke, ayo naik gadis cantik ikut om yuk," ucapku dengan konyol bermaksud menghiburnya.

"Ehm.. oke om ayok, let's go!" Serunya.

Aku mengendarai dengan pelan, aku merasa Reny memeluk pinggangku dan menumpukan dagunya di pundak ku.

"Ayo, melaju seperti flash!" ucapnya. Aku terkekeh pelan.

"Baik tuan putri, saya akan melajukan kendaraan ini," ujar ku dan melajukan dengan kecepatan di atas rata-rata.

Kudengar sayup-sayup karena terhalang kencangnya angin dia bergumam dan berteriak, aku tidak mendengarkannya secara jelas. Ku pikir dia senang terlihat olehku rautnya yang bahagia di spion motorku.

Tak berselang lama perjalanan aku sudah sampai di dekat gang perumahannya, memelankan laju motorku dan berhenti tepat di gerbang rumahnya.

Dia turun dan mengkode agar aku membukakan pengait helmnya, aku membukakan pengaitnya dan memajukan wajahku. Matanya menatapku membuatku menatapnya juga.

Lama saling menatap, kami berdua memangkas jarak, dan mempertemukan bibir kami. Aku sedikit kaget dengan tindakan ini, namun ku tatap dia yang menutup matanya seolah menikmati membuatku melanjutkan membalas ciuman ini. Saling membelit dan melumat, memperdalam ciuman kita.

Dia menepuk pundak ku, dan aku melepaskan ciuman kita.

"Manis, terima kasih." Ucapku, wajahnya memerah dan dengan cepat dia memberikan helm.

Aku menatapnya, dengan gesit dia membuka gerbang, menutupnya dan berlari masuk rumahnya.

Setelah dia tak terlihat aku mulai menyalakan motor dan pergi dari sana.

***

"Yo, yang habis kencan." Ucap Ibrahim

"Haha, iya. Btw gue nginep sini ya," ucapku.

Aku tak pulang, aku malas sekali berdebat dengan kedua orang tuaku. Aku pergi ke kos an Ibrahim. Ya dia belajar mandiri katanya, walaupun ku tau bahwa dia melakukan ini untuk menghindari ayahnya.

"Ini," aku menyerahkan sekotak rokok LA memberikannya padanya.

"Wow, oke makasih."

"Btw Dan, lapar kagak?" Tanya nya.

"Iya sih, dikit. Tadi pergi cuman makan kentang, sisa waktu ngobrol doang." Ucapku.

"Ada sih mie, gue gak bisa masak Dan, mie aja andalan" ucapnya terkekeh pelan.

"Ada beras, gak? gue aja udah yang masak. Gini-gini gue pernah bertemu chef Juna dalam mimpi." Ucapku pede.

"Si bangsat, udah gue denger serius, ujung ujungnya mimpi. Tai Lo, ada nih beras, masak gue baringan disini ya, kalau dah masak bangunin gue, haha." Ucapnya dengan merebahkan tubuhnya di tikar. Kosan ini cukup sederhana. Karena hanya ditinggali dirinya sendiri.

"Si anjing, mau enaknya aja. Oke." Aku berjalan menuju dapur nya menakar beras mencucinya dan memasukkan pada magic com.

Merebus 2 bungkus mie, niatnya mau ku campuri tomat dan telur, namun tak jadi tak ada apa-apa selain mie dan beras.

Aku merasa tolol sekarang, kenapa masak mie nya dulu, sementara nasi belum matang, mie soto lagi, membengkak nanti.

Mau tak mau, aku membawa mie soto itu kepada Ibrahim. Dan mengatakan kebenaran.

Dia malah menertawakan ku, aku kesal dengan diriku sendiri, kenapa dengan hari ini, kenapa gue konyol dan tolol pada hari yang sama.

Namun setelahnya aku tertawa dia bingung, dengan ku dan menatapku meminta penjelasan.

Akhirnya ku ceritakan bagaimana kencan ku dengan Reny yang mana dia tertawa dan mengatakan, "tolol bat lu, anjing"

Dan jadilah kita tertawa, memakan mie menaruh mangkuk begitu saja dan tertidur.

TBC.

Semakin gaje

Islammu kunantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang