Part 5

17 21 7
                                    

Sebulan sudah aku berpacaran dengan Reny. Kita berdua sudah bersikap layaknya teman biasa dengan status pacaran.

Aku tidak tahu aku yang mengubahnya menjadi perokok ataukah memang dia seorang perokok, karena aku tak pernah merokok saat ada dia, namun saat dia tahu aku merokok aku kira dia akan memarahiku, mengatai ku dengan umpatan kasar dan menceramahi ku.

Namun aku salah, dia malah minta rokok, pikiran udah kemana-mana ini kalau rokokku di buang atau paling parah di patah-patahkan oleh nya, bagaimana itu rokok beli mana ngutang lagi sama Mak.

Ternyata dia malah minta sebatang rokok padaku dan menyalakan dengan sangat pro, membuatku sedikit terkejut, caranya merokok dan memainkan asap keluar-masuk dari hidung dan mulutnya, membentuk huruf 'o' yang bahkan belum bisa ku kuasai. Yang ku tahu merokok ya merokok, menghisap asap dan mengeluarkan.

Yang ku heranin dia malah asik dengan hal itu, bercanda dengan temanku yang lain, ku tekan kan aku seorang yang posesif, meremas kotak rokok yang sudah kosong dan memandang marah, Mega yang berada di sampingku Ibrahim yang berada di sampingku memegang lenganku.

"Tahan emosimu, dia perempuan, kalau lu pukul lu gak jantan lagi, Dan." Bisik nya.

Aku bangkit dan keluar duduk di kursi luar warung dan mencoba menenangkan pikiran, aku tak tahu kenapa aku secemburu ini. Padahal Reny tak pernah cemburu kita aku bergurau dengan teman wanita ku yang lain.

Aku yakin dia tak cemburu mungkin karena dia terlalu percaya padaku, aku hanya menanamkan kata itu di pikiranku.

***

Waktu tepat pukul 17.00, aku pulang, dan seperti biasa mendapatkan ceramahan dari ibuku, tapi untung tak ada ayahku. Bisa babak belur aku dengannya, dia membesarkan tidak dengan jamanku, aku tau aku salah aku sadar, tapi sikapnya yang selalu membandingkan dengan kata kata 'ayah dulu' membuatku semakin berulah.

Aku mandi, mengabaikan seruan ibu ku yang menyuruhku sholat. Menuliskan pendengar ku ketika ayahku menghinaku dan mengatakan aku lebih baik keluar dari Islam.

Jujur aku sakit hati, namun hatiku seolah enggan untuk melakukan apa yang mereka katakan.

Menghela nafas, "aku tak percaya tuhan," guman ku dan merapikan bajuku dan mengenakan jaketku, menyambar kunci motor dan keluar dari kamar.

"Mau kemana kamu," tegur ayahku. Ternyata ayahku sudah pulang.

"Main," jawabku remeh.

"Mau ngelayap kamu, tawuran, minum-minum, kamu iru bersekolah harus nya mengerti!" Teriak ayahku geram.

"Ya yah, aku pergi dulu." Ucapku dengan gesit keluar dari rumah menutup pintu mengendarai motorku keluar dari pekarangan rumah.

"Anak tidak tahu diuntung!"

***

"Dan, banyak beban banget kayaknya." Ucap Dimas.

"Nih, minum dulu." Ucap Riski menyodorkan minuman bening.

"Air putih,"

Aku menerimanya dan meminumnya, ku telan. Sial ini bukan air putih, ini arak.

"Anjay kamu ku bohongi, itu arak!" Ucap Nya.

Dan yang lain tertawa.

"Minum aja Dan, gak usah sungkan." Ucap Ibrahim.

Malam ini kita berempat berpesta arak, tertawa dan mengeluarkan unek-unek yang dipendam. Percaya dengan orang mabuk itu selalu mengatakan kebenaran.

Di bawah pengaruh arak, entah apa yang dibayangkan Dimas tertawa terbahak dan meminum nya lagi, Ibrahim yang diam termenung dengan pandangan kosong dan Riski yang menangis. Aku dengan kadar minum yang tinggi tak akan mabuk hanya dengan arak.

***

Paginya datang, keempat remaja masih dengan kondisi tidur yang tak jelas. Kaki bertemu kepala, kepala bertemu ketiak.

Hari Senin ini mereka tak masuk pengaruh malas menguasai mereka.

Bolos tanpa keterangan.

Seseorang pemuda terlihat memarkirkan motornya di depan kosan Ibrahim, dia Reza.

Brak!

Membuka pintu dengan kasar.

Menuju empat pemuda yang masih berbaring dengan posisi tak elit dan tercium bau arak.

"Bangun," ucap Nya pelan, dan mengguncang tubuh temannya. Tak ada hasil.

"BANGUN!" dia berteriak.

"Ayam-ayam," latah Dimas dengan mata yang terbuka setengah mengedarkan pandangannya.

"Oh, hi Reza," sapa nya dan kembali tertidur.

"Bangun! Bangun! Beban bangun!" Serunya dengan menciptakan air dari botol Aqua yang dia bawa.

Mereka berempat bangun langsung terduduk menatap sekitar dengan linglung.

"Hujan kah? Masa bocor atapnya?" Tanya Ibrahim memandang ketiga temannya.

Dimas menunjuk ke arah Reza. Akhirnya mereka menatap Reza.

"Hehe bangun bangsat! Siang ini jam 9, lu kaga sekolah?" Tanya Reza.

"Si anjing sok rajin," seru Riski.

"Emang tak setia kalian ini ya, minum gak ngajak, di bangunin ngatain anjing lagi, ampuni keempat temanku ini Tuhan," ratap Reza dengan tangan layaknya orang berdoa.

"Sok alim Lo, dah ah gue mandi duluan" Ibrahim bangkit menuju kamar mandi.

Sedangkan Dimas, Riski, dani, di bantu Reza membersihkan sampah yang berserak di ruang tamu tanpa sofa ini.

"Dan, hp lo berdering terus!" Tegur Reza.

"Ambilkan dong,"

Reza melempar hp Dani yang dengan sigap di tanggap.

"Ibu," guman Dani dan meletakkan hp nya kembali.

"Kagak lu angkat?" Tanya Dimas.

"Nyokap Dim," ucapnya, Dimas hanya ber o tanpa suara.

"Eh Lo masih sama Reny, dan?" Tanya Reza.

"Iya, kenapa?"

"Lebih baik Lo putusin sebelum lu ngikut perbuatan dia," jelas Reza.

"Maksud Lo!"

"Dia gak sebaik yang Lo kira Dan,  yang Lo lihat dia cuman ngerokok Lo belom liat dia pegang botol miras dan narkotika, saran gue sebelum Lo jauh kesana, sebaiknya Lo udahan aja." Tutur Reza.

"Apa maksud Lo ngomong gitu, seolah Lo ngejelekin Reny, oh gue tau Lo kan di tolak sama Reny, makanya Lo nyuruh gue putus sama Reny kan, ga gitu Za cara mainnya." Geram Dani tak terima.

"Terserah lo deh, gue udah memperingatkan Lo, gue sebagai teman yang baik bukan musuh Lo, kaga ada sedikitpun niat gue buat merebut tuh cewe dari Lo," jelas nya, di abaikan oleh Dani.

"Dan, lu turuti saran Reza dah mending," sahut Dimas.

Dani menatap Dimas yang mana di sebelahnya ada Riski yang mengangguk-anggukan kepalanya.

"Gue gak paham sama Lo pada, Reny tuh gak bakal gitu, gue pulang dah, ngucapin rasa terima kasih gue untuk malam yang menyenangkan dan tempat menginapnya pada Ibrahim." Ucap Dani dan beranjak memakai jaket dan mengambil kunci motornya. Pergi dengan kecepatan sedang.

"Loh Dani pulang?" Tanya Ibrahim yang baru keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk untuk menutupi bagian bawahnya, menampilkan badan dengan empat kotak.

"Iya, Bra lu tau kan gimana Reny, gimana kalau Dani ngikut terjerumus?" Khawatir jelas ketara di raut wajah Reza.

"Gue juga bingung gimana mau misahin mereka, lu pada juga tau kan kalau sih Reny itu udah punya tunangan yang sama-sama terjerumus narkotika. Gue berkali-kali coba buka mata Dani tapi gak bisa, dia bucin sama si Reny." Jelas Ibrahim.

Mereka berempat hanya menghela nafas dan mencari cari gimana memisahkan Dani dan Reny.

TBC...




Islammu kunantiWhere stories live. Discover now