part 15

13 10 8
                                    

Aku di balik jeruji yang menahan kebebasanku, aku yang tidak bersalah meminta keadilan mu ya Allah.

Aku hamba mu yang telah melakukan banyak dosa, melanggar semua aturan mu.

Meminta padamu, keadilan yang seadil-adilnya.

Aamiin.

Aku mengusap kedua tanganku ke wajahku, berdoa dalam hati.

"Dani, aku yakin kau akan bebas." Ujar Fathur.

Fathur adalah salah satu penghuni lapas terlama, karena dia telah melakukan tindakan kriminal, merancang sebuah tindak kejahatan demi adik perempuannya yang telah dilecehkan.

Aku sedikit respect dengannya, dia seorang kakak yang baik, namun dia membela adiknya di jalan yang salah. Tapi jika aku jadi dia mungkin aku sendiri yang akan membunuhnya.

Aku menghadapkan tubuhku ke arahnya, dzikir selalu ku lantunkan di hati dan di mulutku.

"Bagaimana kau bisa yakin Fathur?"

"Aku berfirasat saja," ujarnya santai.

"Dani, aku yakin polisi dan teman-temanmu sedang melakukan hal diluar dugaan mu." Ujar Fathur.

Aku masih heran, kenapa Fathur bisa sangat yakin, tapi itu ucapan yang baik. Mungkin dia hendak membangkitkan semangatku.

Aku tersenyum, "Fathur apapun yang terjadi, aku pasrahkan semua pada Allah,"

"Dani.."

"Ingat kata-kata kura-kura di film  kungfu panda, mungkin itu yang akan aku terapkan."

Kulihat Fathur mencoba mengingat apa yang ingin ku sampaikan.

"Yesterday is history, tomorrow is mystery, today is a gift."

"Hari ini kamu masih bisa hidup, bernafas, dan melakukan hal lain itu adalah hadiah dari Allah, kau harus bersyukur atas kemarin, hari ini maupun besok." Bijak ku.

"Dani, kau benar aku belajar banyak dari mu, aku yang tidak pernah sholat dan jarang sekali bersyukur. Detik kamu menjelaskan seperti ada sebuah air sejuk merasuk ke dalam diriku. Aku tahu aku akan Tuhanku, tapi aku seakan lupa akan dirinya." Fathur menunduk.

"Fathur aku juga sepertimu, aku menyesal, tapi dengan semua yang ku rasakan sekarang, aku layaknya seonggok daging yang masih di beri kehidupan namun tak tahu diri." Ucapku menatap langit-langit.

"Dani, jika kamu dalam waktu dekat ini kamu keluar, maka kelak aku akan menemui dirimu jika aku bebas dan kau harus mengajarkan aku semuanya, tentang Islam." Ucapnya menatapku berbinar.

"Fathur.. aku tak yakin, aku tak bisa berjanji. Namun in syaa allah, jika aku masih menghirup udara kita akan bertemu."

.
.

Di tempat judi yang ramai, tampak beberapa orang memasang kartu, dadu, juga minuman keras.

Tak

Seorang remaja mengeluarkan gelang emas dan menaruhnya di atas meja judi.

"Sekali lagi." Ucapnya dengan setengah mabuk.

"Wih, Ril. Dari mana Lo dapat emas, nyopet Lo?" Tanya pria di seberangnya.

"Ga usah bacot Lo."

"Oke, sekali lagi."

Dor!

"Jangan bergerak!" Polisi berteriak dan menembakkan pistolnya ke udara.

Tempat perjudian menjadi panik dan tak sedikit dari mereka yang kabur.

"Saudara Fahril, ikut kami ke kantor polisi." Ucap polisi dan langsung meringkus Fahril.

"Yang lain periksa mereka!" Ucap polisi itu pada anggotanya.

"Siap!"

Fahril dan beberapa anggota polisi segera di bawa kantor polisi, karena tujuan mereka hanya Fahril dan untuk yang lain biarlah di periksa oleh petugas polisi yang lain.

Mobil polisi melaju menerobos jalanan yang senggang, karena masih dini hari.

Pukul 03.30 Fahril diringkus oleh polisi dengan data yang diberikan oleh teman-teman Dani.

..

Di rumah sakit...

Riski berjalan, mendekati ibu Dani, yang tengah duduk di luar ruang inap bersama para Mega dan anggotanya.

"Gimana Ki?" Tanya Mega.

"Polisi baru mengabari jika Fahril sudah di tangkap, sekarang mereka sudah berada di kantor polisi."

"Alhamdulillah."

Mega memegang tangan ibu Dani.

"Ibu jangan kebanyakan pikiran, Dani biar kami yang membantu, ibu khawatirkan kesehatan bapak saja ya." Ucap Mega lembut.

Membuat beberapa temannya kaget, karena Mega bisa berucap selembut itu, Mega yang garang bak kak Ros di Upin Ipin menjadi selembut Cinderella.

"Bagaimana ibu tak memikirkannya, Nak. Dia putra ibu satu-satunya."

Mega memeluk ibu Dani, mengelus punggungnya.

"Ibu tak menganggap kami juga?" Tanya Dimas.

Ibu Dani melepaskan pelukan Mega.

"Ibu anggap seperti itu, namun tetap saja berbeda rasanya."

Plak

Reza memukul belakang kepala Dimas.

"Jangan bertanya yang aneh-aneh bodoh." Sungut Reza.

"Kenapa sih Za?"

"Heh, kalian ini sudah-sudah ini rumah sakit ya, tolong." Riski menengahi.

"Kalian tidak dicari orang rumah nak?"

"Tidak Bu, kami semua sudah ijin, dan diberikan ijin. Mereka tahu siapa Dani kok Bu, aman." Ujar Anita.

"Dani itu baik Bu, cuman ya gitu gampang terpengaruh." Sambar Ibrahim.

Ibu Dani hanya mendengarkan cerita mereka tentang anaknya.

'Ya Allah, terima kasih engkau telah memberikan teman-teman yang baik pada putraku. Lindungi putraku ya allah.' batin ibu Dani berdoa.

...

TBC, happy weekend sobat

Islammu kunantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang