32. Threegether not twogether

938 82 6
                                    

Bel pulang sekolah berbunyi. Yuki dan ketiga temannya itu berjalan keluar kelas dan berakhir di ujung koridor. Mereka berpisah di depan gerbang sekolah.

Cewek itu pun kemudian masuk ke mobil setelah sebelumnya sempat mencari ke kanan dan ke kiri. Mendudukkan diri pada kursi empuk yang berada di baris kedua di belakang sopir membuat Yuki menghela napas panjang.

Akhirnya ... ia bisa mengistirahatkan tubuhnya yang kelelahan ini, apalagi di luar udaranya juga sedang panas dan sedikit berdebu. Yuki jadi kurang nyaman.

"Langsung pulang atau mau mampir dulu?" tanya sopir di balik kemudi.

Diam sejenak, Yuki menjawab, "Langsung pulang aja, Pak."

Yuki tak ada keinginan untuk kemana-mana. Seharian ini Yuki banyak beraktivitas. Olahraga di jam pelajaran pertama sampai ke-empat memang bukanlah ide yang bagus. Yang ia inginkan sekarang hanyalah tidur. Rasanya ia benar-benar lelah. Punggungnya sakit, tulang-tulang itu seakan remuk, kepalanya pun terasa pusing bukan main.

Tanpa sadar, gadis itu tertidur dalam perjalanan pulang. Namun setelah itu, ponsel yang ada di pangkuannya bergetar.

Panggilan masuk dari Haruto.

Yuki terbangun, mengerjap lanjut menguap dan kemudian menyelipkan ponsel itu di antara telinga kala tangannya tertarik ke atas meregangkan otot-otot tubuhnya yang kaku.

"Kenapa, Kak?"

"Jangan lupa makan."

"Iy-- tutt."

'Lah mati?' heran Yuki mengangkat satu alis.

Baru saja akan menjawab sudah mati saja sambungan telepon itu.

Kepala Yuki sedikit miring ke kanan. Haruto tidak sedang sakit kan? Jangan-jangan sedang mengigau lagi.

..

"Kak Yuki! Sini!"

Panggilan dari Airi berhasil membuat Yuki yang fokus menuruni tangga jadi menatap ke arahnya. Gadis belia itu duduk di kursi meja makan yang langsung terlihat dari tempat Yuki berdiri lantaran posisi dapur mereka yang menghadap ke arah tangga.

Senyum Yuki mengembang. Tungkainya bergerak menuju ke arah dapur, dan ternyata juga ada Mama Haruto yang sedang memasak di atas penggorengan.

"Mama mau nyoba bikin Korokke kentang katanya," jelas Airi yang membuat Yuki mengangguk membulatkan bibir kala tangannya menarik kursi hingga berderit cukup nyaring.

Korokke itu kroket khas Jepang yang biasanya diisi dengan daging.

Belum sampai duduk, Yuki menegakkan tubuhnya kembali karena lirikan tajam dari Mama Haruto. "Yuki bantu ya, Ma," ucap Yuki pada akhirnya.

"Nggak perlu. Di situ aja sama Airi."

Ini! Ini yang membuat Yuki kadang merasa tidak pantas menjadi istri Haruto yang bisa dibilang super perfect itu.

Jujur, tak jarang Yuki merasa sungkan.

Ia bisa dikatakan sangat jarang atau bahkan tidak pernah membantu pekerjaan Ibu Haruto. Terlepas dari kegiatan sekolahnya yang selalu pulang di atas jam enam sore, Yuki terkadang juga bingung ingin membantu apa.

Masalahnya, saat Yuki ada di rumah, semuanya sudah selesai. Rumah bersih, makanan ada di atas meja, tidak ada tumpukan piring kotor, baju-baju pun semuanya juga sudah diantar ke tempat laundry.

Mama Haruto itu baik, Yuki tahu itu. Namun terkadang Mama Haruto juga bisa marah layaknya ibu-ibu lainnya. Kelelahan? Maybe.

Hal itu yang membuat Yuki akhir-akhir ini merasa tidak nyaman. Apalagi di sini ia menumpang tempat tinggal, tanpa Haruto. Maksudnya, tanpa ada seorang yang mengaitkan dirinya dengan keluarga Haruto. Tanpa Haruto, Yuki merasa jika dirinya tidak terhubung sama sekali dengan ketiga orang yang dicintai Haruto itu. Asing.

Hidden Wife || Haruto Where stories live. Discover now