45. Concert & concerns

604 63 18
                                    

"Jangan sampe aku denger kalo kamu sengaja buang kalung yang aku kasih ini karena acara ngambek-ngambekan kemaren ya?"

"Enggak."

Haruto menatap Yuki datar, detik berikutnya ia ingat jika mereka masih berada di area YB Entertainment sehingga langsung memasang kacamata hitam dari dalam sakunya kemudian menaikkan masker. Dengan tatapan mengintai sekitar Haruto berjalan cepat menarik masuk Yuki untuk masuk ke dalam taksi. Bisa-bisa semua penggemar yang masih berkerumun di depan agensi mencurigai mereka.

***

"Kak Yuki kapan balik? Cocoa kangen tau!" seru Airi di ujung sambungan telepon.

Yuki menyelipkan handphonenya di antara bahu dan telinga. "Cocoa-chan kangen? Serius bukan Airi-chan yang kangen?" godanya lalu tertawa di akhir kalimat.

Mendengar itu, Airi mendengus. "Huh! Aku juga kangen sama Kak Yuki! Kenapa sih Kak Yuki harus ikut Kak Haruto ke Korea? Kan Airi jadi nggak punya temen di sini." Gadis itu lalu berbisik lirih, "Mama nggak ngebolehin aku buat main keluar sekarang."

"Emangnya mau main ke mana? Di rumah aja, bisa belajar sambil main sama Cocoa."

"Bosen tau, Kak ... Sshkkhjljmsl~"

"Haru bilang kemarin kamu sakit, sakit apa?" Suara anggun terbalut ketegasan itu menggantikan suara lembut Airi tak lama setelah suara gemerusuk terdengar di telinga. Mama Haruto mengambil alih.

Refleks Yuki menegang sesaat, pikirannya blank.

"Eum ... Yuki udah sehat kok, Ma. Kayaknya kemarin itu asam lambungnya lagi naik aja."

"Serius cuman itu? Nggak ada yang lain?" sela Mama Haruto dengan nada ketus.

Yuki tersenyum tipis lalu memindahkan ponselnya ke bahu sebelah kanan, melanjutkan acara menulisnya. "Nggak ada, Ma. Yuki sehat sekarang, Kak Haru juga sehat. Ya semoga aja nggak ada apa-apa lagi."

"Kamu kan nggak ada kepentingan apa-apa di sana, lagi pula Haru juga mandiri anaknya. Maksudnya, daripada kamu jadi ngeribetin Haru kan mending sama Mama di sini, kamu bisa sekolah, Airi punya temen di rumah. Jadi, kapan kamu balik?"

Keheningan menyelimuti mereka sesaat. 'Ada benernya juga, cuman ngeribetin doang.'

Moodnya langsung anjlok, ia tak bisa melanjutkan belajarnya, pikirannya terpecah.

"Yuki masih kurang tau soal ini, Ma. Kak Haru belum ada planning jauh buat ke depannya mau gimana. Nanti kalau ada waktu mau Yuki omongin lagi deh sama Kak Haru."

"Aduh anak ini, emang bener-bener ya si Haruto, kemaren ngeyakinin Mama udah kayak yang paling tau mau gimana nanti hidupnya, eh ternyata belum tau juga. Yaudah deh, nanti bahas lagi ya sama Haru. Tapi kamu jangan sampe nggak lanjut sekolah ya, sayang banget, udah ditengah jalan, tinggal lulusnya aja. Haru aja Mama suruh buat terus sekolah meskipun homeschooling, tapi dia selalu sempet-sempetin belajar di tengah kesibukannya."

Matanya berembun tanpa sebab.

Semenjak hamil Yuki sadari dirinya jadi makin sering menangis. Berbeda dengan Haruto yang ia rasa kini makin dewasa, pria itu tak pernah menangis lagi sekarang, seperti benar-benar ingin menyesuaikan dengan usianya.

Suara pintu yang terbuka mengalihkan pandangan kosong Yuki. Buru-buru diusapnya genangan air yang hampir menetes dari pelupuknya itu, lalu ia tutup bukunya dan menaruh pulpen yang ia gunakan ke tempatnya semula.

Hidden Wife || Haruto Where stories live. Discover now